SAK (Standar Akuntansi Keuangan) - ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) untuk Koperasi dan UKM

Relasi kebutuhan akan standar akuntansi keuangan bagi seluruh badan usaha baik yang berbadan hokum maupun yang tidak ber badan hukum adalah pendekatan stake holder badan usaha dan badan hukum itu sendiri yang semakin membutuhkan kehandalan suatu data dan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan.

Kehandalan dan kewajaran suatu data dan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan entitas baik ber badan hukum atau belum ber badan hukum tersebut sangat dibutuhkan para stake holder dari suatu entitas untuk pengambilan keputusan atau suatu kebijakan dimasa yang akan datang. 

Suatu standar atau pedoman tersebut berisi praktek penerapan akuntansi yang dahulu semuanya diatur dalam PSAK ( Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan ) yang berlaku untuk semua badan usaha dan badan hukum di Indonesia.  Mulai pada 8 April 2011 Dewan Standar Akuntansi,  Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan 8 ( PPSAK 8 ) yaitu pencabutan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 27 ( PSAK 27 ) mengenai Akuntansi Koperasi.

Standar Akuntansi Keuangan sekarang ini mengacu kepada IFRS ( International Financial Reporting Standard ) yang untuk sektor bisnis dikelompokkan :

1. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP)

2. Standar Akuntansi Keuangan Umum (SAK-Umum)

Badan hukum koperasi yang tidak harus melaporkan keuangannya kepada publik secara luas,  hanya melaporkan kepada anggotanya saja,  maka tergolong sebagai pemakai dari SAK-ETAP.

Pedoman ini akan menetapkan bentuk, isi penyajian dan pengungkapan laporan keuangan koperasi yang diperuntukkan untuk kepentingan internal koperasi maupun pihak lain sebagai stakeholder koperasi.  Pedoman ini mutlak harus diterima dan dijalankan oleh para pengelola koperasi dalam menyusun laporan keuangan koperasinya.


Tugas pemerintah yang diwakili oleh Kementrian Koperasi & UKM Republik Indonesia adalah memberikan edukasi tentang bagaimana penerapan SAK-ETAP ini sehingga semua gerakan koperasi dan usaha kecil dan menengah dapat mengikuti dan menjalankannya.

Secara jati-diri badan hukum koperasi lain dengan badan hukum lain seperti PT dan CV tetapi Koperasi tetap sama sebagai suatu gerakan ekonomi yang harus dikelola secara profesional,  harus memisahkan kekayaan para anggotanya dengan badan hukum koperasi itu sendiri,  menerapkan prinsip keterbukaan,  transparasi, dan akuntabilitas sehingga badan hukum koperasi dapat dipercaya dan diterima tidak saja oleh para anggota koperasi sebagai pemilik tetapi juga oleh masyarakat luas,  bila hal ini dilaksanakan maka akan membawa dampak ketertarikan masyarakat umum untuk apresiatif dan tertarik menjadi anggota koperasi sehingga koperasi-koperasi di Indonesia akan semakin kuat dengan anggota yang banyak dan tentunya berkualitas. Pengelolaan inilah yang disebut dengan Clean Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan yang bersih dan baik ).

Salah satu cara mewujudkan tujuan tersebut diatas adalah dengan pengelolaan pencatatan akuntansi yang baik, benar, dan tertib. Karena koperasi mempunyai ciri dan jati-diri tersendiri maka penerapan akuntansi dan pelaporan akuntansinya juga mempunyai kekhususan tersendiri dibandingkan dengan badan hukum yang lain pada umumnya walaupun secara prinsip akuntansinya adalah sama seperti laporan keuangan harus mencerminkan kondisi, kinerja, dan perubahan posisi keuangan dalam periode tertentu yang digunakan untuk pengambilan suatu keputusan strategis ke depan.

Untuk dapat membuat laporkan keuangan tersebut diatas diperlukan suatu standar pencatatan dan pelaporan sehingga masyarakat yang awam pun dapat dengan mudah membaca dan memahami laporan keuangan yang diterbitkan oleh suatu badan usaha khususnya koperasi dan UMKM.

Pengertian secara umum dalam pedoman akuntansi koperasi yang mengacu kepada SAK-ETAP, UU RI No.25/1992 dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia No.12/2015 dan No.13/2015,  meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perorangan atau badan hukum koperasi,  dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha,  yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.

2. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah koperasi yang melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam.

3. Koperasi Riil adalah koperasi yang mempunyai kegiatan usaha dibidang usaha jasa, usaha perdagangan, dan usaha produksi.

Baca Juga

4. Pedoman Akuntansi Koperasi adalah suatu petunjuk atau standar dalam pencatatan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan koperasi dari semua transaksi yang timbul dari hubungan usaha antara koperasi sebagai badan usaha dengan anggota koperasi maupun non-anggota koperasi.

5. Standar Akuntansi Keuangan adalah standar pencatatan akuntansi yang berlaku umum yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang terdiri dari PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) atau lebih dikenal dengan SAK-Umum dan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) - ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik).

6. Dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan pada koperasi simpan pinjam adalah dengan menggunakan SAK-Umum dan SAK-Etap ( pasal 3 Permenkop & UKM RI No.13/2015 ).

7. Dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan pada koperasi riil yang tidak harus melaporkan akuntabilitasnya ke publik memakai SAK-ETAP sedangkan koperasi riil yang melaporkan akuntabilitasnya ke publik menggunakan PSAK atau SAK-UMUM ( pasal 3 Permenkop & UKM RI No.12/2015 ).

8. Akuntansi koperasi adalah system pencatatan yang sistematis atas transaksi-transaksi keuangan koperasi yang mencerminkan suatu pengelolaan koperasi secara clean corporate governance ( tata kelola perusahaan yang baik, transparan, dan bertanggung jawab ) sesuai prinsip-prinsip dan jati-diri perkoperasian Indonesia.

9. Pelayanan kepada anggota adalah transaksi koperasi dengan anggota yang merupakan hubungan pelayanan baik barang dan/atau jasa.

10. Penjualan kepada non-anggota adalah transaksi koperasi dengan non-anggota yang merupakan hubungan bisnis atas penjualan barang dan/atau jasa.

11. Harga pokok penjualan adalah pengorbanan ekonomis dari koperasi atau harga perolehan barang dan/atau jasa ( dapat berupa harga beli ataupun harga pembuatan/produksi ) yang diperlukan koperasi untuk memperoleh pendapatannya dalam suatu periode tertentu.


Read More

PENGERTIAN HARTA / ASSET / AKTIVA

Harta adalah benda baik yang memiliki wujud maupun yang semu yang dimiliki oleh perusahaan. Klaim atas harta yang tidak berwujud disebut ekuitas / equities yang dapat mendatangkan manfaat di masa depan.

FASB mendefinisi aset dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No 6, prg 25):

Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a perticular entity as a result of past transactions or events.

(Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:

An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut:

Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a result of past transaction or other past events.

Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi yang lain luas karena aset dinilai mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset.


Berdasar uraian diatas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut aset, yaitu:

1. Manfaat ekonomik yang datang cukup pasti

Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena daya belinya atau daya tukarnya. Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi kewajiban.

2. Dikuasai atau dikendalikan entitas

Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Oleh, karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini berarti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Hal ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance over form). Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna yuridis atau legal.

3. Timbul akibat transaksi masa lalu

Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset. Aset harus timbul akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi. Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Misalnya perubahan tingkat bunga, punyusutan atau kecelakaan.

Pengukuran

Salah satu kriteria pengakuan aset adalah keterukuran (measureability) manfaat ekonomik yang akan datang. Yang dimaksud pengukuran di sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek aset pada saat terjadinya, yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut.

Dan jika suatu sumberdaya yang diperoleh suatu perusahaan tidak andal (reliable) pada elemen pengukurannya, maka sumberdaya tersebut tidak dapat ditampilkan sebagai aset melainkan diakui sebagai pendapatan ketika terjadi transaksi.

Penilaian

Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian.

Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat, dan ketidakpastian aliran kas bersih ke badan usaha. Singkatnya, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan.

FASB mengidentifikasi lima makna atau atribut yang dapat direpresentasi berkaitan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut:

a. Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan jumlah bagian yang telah didepresiasi atau diamortisasi.

b. Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan kalau aset tertentu diperoleh sekarang.

c. Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga digunakan untuk aset yang kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya.

d. Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang disajikan sebesar nilai terealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskun) dari aset tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.

e. Present (or discounted) value of future cash flows. Piutang dan investasi jangka panjang disjikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskun implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan tersebut.

Baca Juga

Pengakuan

Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempebgaruhi aset. Disamping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset tersebut, yaitu:

1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset

2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, dibutuhkan dan berharga.

3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.

4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.

5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca).

6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.

Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria) FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual atau umum.

Penyajian

Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:

  • Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di bagian atas dalam neraca berformat laporan.
  • Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan aset tetap.
  • Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
  • Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan (misalnya metoda depresiasi aset tetap dan dasar penilaian sediaan barang).


Read More

Konsep Income dalam Tataran Semantik, Sintaktik dan Pragmatik

Laba merupakan suatu konsep akuntansi yang memiliki berbagai sudut pandang, tergantung dari siapa yang menilai dan bagaimana tujuan penilaiannya tersebut. Oleh karena itu, para ahli dan organisasi akuntansi memberikan definisi berbeda tentang konsep laba yaitu sebagai berikut :
  • Laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan yang merniliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan pengambilan keputusan, dan unsur prediksi.(Belkaoui : 1993)
  • Laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi. Commite On Terminology, Sofyan Syafri H : 2004)
  • Laba adalah pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas masih memiliki kekayaan yang sama dengan posisi awalnya.(Stice, Skousen : 2009)
  • Laba merupakan jumlah residual yang tertinggal setelah semua beban (termasuk penyesuaian pemeliharaan modal, kalau ada) dikurangkan pada penghasilan. Kalau beban melebihi penghasilan, maka jumlah residualnya merupakan kerugian bersih. Ikatan Akuntan Indonesia : 2007)
Konsep Income dalam Tataran Semantik
Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna yang harus dilekatkan oleh perekayasa laporan pada simbol atau elemen biaya sehingga laba bermanfat dan bermakna sebagai informasi.

Pada tataran ini, teori menekankan makna yang harus dimiliki oleh konsep laba, seperti teori tentang aset, realitas, atau kegiatan perusahaan yang diinterpretasikan oleh laba. Laba harus dapat memberikan informasi kepada para pengguna laporan keuangan mengenai berbagai teori, misalnya kenaikan jumlah asset dan efektivitas kegiatan produksi perusahaan. Berbagai implementasi laba dalam tataran semantik yaitu :

1)   Pengukur Kinerja
Laba dapat diinterpretasikan sebagai pengukur efisiensi bila dihubungkan dengan tingkat investasi karena kedua hal tersebut secara konseptual merupakan suatu hubungan. Dalam pengukuran kinerja, laba dapat mempresentasikan efisiensi kinerja tersebut dengan menentukan ROI (Return on Investment) dan ROA (Return on Asset) sebagai dasar pengukuran efisiensi.

2)   Konfirmasi Harapan Investor
Kondisi pasar yang efisien atau tidak efisien akan sangat mempengaruhi prediksi atau harapan investor mengenai laba yang akan diperoleh, sehingga keputusan  yang akan diambil dalam melakukan sebuah investasi juga akan terpengaruh. Hal ini berarti informasi mengenai laba dapat dijadikan sarana untuk pengambilan keputusan investasi yang akan dilakukan.

3)   Estimator Laba Ekonomik
Laba ekonomik adalah laba dari kaca mata investor yang digunakan untuk menilai investasi. Penilaian laba ekonomik harus menggunakan informasi yang tersaji dalam pelaporan laba akuntansi, sehingga dharapkan laba akuntansi dapat digunakan sebagai estimasi laba ekonomik. Laporan keuangan diharapkan cukup menyediakan informasi laba dan aliran kas yang layak  serta menyerahkan analisis dan perhitungan laba kepada investor.

Konsep Income dalam Tataran Sintaktik
       Konsep laba dalam tataran sintaktik berkaitan dengan konsep laba yang harus diungkapkan dalam bentuk standar dan prosedur akuntansi yang mantap serta objektif, sehingga angka laba dapat diukur dan disajikan dalam suatu laporan keuangan. Pada tataran ini, teori menekankan bahwa makna laba secara sintaktik adalah selisih pengukuran dan perbandingan antara pendapatan dan biaya. Pengukuran dalam arti luas meliputi saat pengakuan dan prosedur pengakuan. Kriteria atau pendekatan dalam pengukuran laba dibagi menjadi tiga yaitu :

1)   Pendekatan Transaksi (Cash Basis)

            Dalam pendekatan ini, laba diukur dan diakui pada saat terjadinya transaksi dan kemudian terakumulasi sampai akhir periode. Pengukuran dan pengakuan laba juga akan paralel dengan kriteria pengakuan pendapatan dan biaya. Pengakuan laba atas dasar pendekatan ini sama dengan pengakuan pendapatan atas dasar kriteria terealisasi dan sama dengan pengakuan biaya atas dasar kriteria konsumsi manfaat. Pendekatan ini memiliki berbagai keunggulan misalnya jumlah rupiah aset dan kewajiban secara otomatis tersedia pada akhir periode serta perubahan aset dan kewajiban merupakan perubahan nilai yang diakui secara objektif.

Baca Juga

2)   Pendekatan Kegiatan (Accrual Basis)
      Dalam pendekatan ini, laba dianggap timbul bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan perusahaan dan bukan sebagai hasil suatu transaksi. Pendekatan ini paralel dengan konsep penghimpunan sebagai basis akrual pendapatan. Dengan konsep ini, laba dapat dinyatakan telah terbentuk bersamaan dengan dilakukannya kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas (produksi, penjualan, dan pengumpulan kas) walaupun secara realisasi belum terjadi transaksi secara real. Pendekatan ini memiliki keunggulan dalam membantu management melakukan analisis internal seperti mengukur efisiensi dan profitabilitas setiap kegiatan operasional perusahaaan.

3)   Pendekatan Pertahanan Kapital
         Dalam konsep pertahanan kapital, laba merupakan konsekuensi dari pengukuran kapital pada dua titik waktu yang berbeda. Dengan konsep ini, elemen laba diukur atas dasar pendekatan aset-kewajiban. Dua pendekatan yang dibahas sebelumnya merupakan pendekatan pendapatan-biaya dalam pengukuran dan penilaian elemen neraca (aset dan kewajiban). Nilai aset dan kewajiban merupakan konsekuensi dari pengukuran pendapatan dan biaya atas dasar konsep perbandingan. Laba berdasarkan pendekatan ini berarti perbedaan nilai kapital pada dua saat yang berbeda atau kenaikan kapital dalam suatu periode.

Konsep Income dalam Tataran Pragmatik
       Konsep laba dalam tataran pragmatik berkaitan dengan pengaruh informasi laba terhadap perubahan perilaku para pemakai laporan keuangan. Pada tataran ini, teori menekankan pada pembahasan reaksi pihak yang dituju oleh informasi akuntansi.

Misalnya suatu kejadian pengumuman laba oleh perusahaan, dikatakan mengandung informasi jika pesan tersebut menyebabkan perubahan keyakinan para pengguna laporan dan menyebabkan adanya suatu tindakan tertentu. Apabila tindakan tersebut dapat diyakini sebagai reaksi atas kejadian pengumuman laba tersebut, maka informasi laba dapat dikatakan memiliki manfaat.

      Bila dikaitkan dengan teori positif-normatif, tataran sintaktik dan semantik pada umumnya bersifat normatif, sedangkan teori pragmatik akan lebih bersifat positif. Teori pragmatik juga sering diklasifikasikan sebagai akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) karena pokok bahasan pada umumnya adalah perilaku manusia dalam kaitannya dengan informasi. Pendekatan dalam proses penyimpulan yang menghasilkan pernyataan atau tindakan dapat bersifat deduktif maupun induktif.

1)   Pendekatan Penalaran Deduktif
     Penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai kesimpulan (konklusi). Pernyataan umum yang disepakati dan menjadi basis penalaran dapat berasal dari teori, prinsip, konsep, doktrin, atau norma yang dianggap benar, baik, dan relevan dalam kaitannya dengan tujuan penyimpulan. Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi penjelasan dan dukungan terhadap kelayakan suatu pernyataan akuntansi.

2)   Pendekatan Penalaran Induktif
      Penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan yang khusus dan berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus tersebut. Penalaran induktif dalam akuntansi digunakan untuk menghasilkan pernyataan umum yang menjadi penjelasan atau teori terhdap gejala akuntansi tertentu.

Read More

Praktik Akuntansi Syariah :Kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia

Kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia yang sangat fenomenal, telah memicu loahirnya diskusi-diskusi serius lebih lanjut, mulai dari produk atau jasa yang ditawarkan, pola manajemen lembaga, sampai kepada pola akuntasinya. Menariknya akuntansi untuk dibahas, tentu karena adanya beberapa alasan. Pertama: akuntansi selama ini dikenal sebagai alat komunikasi, atau sering diistilahkan sebagai bahasa bisnis. Kedua: akuntansi sering diperdebatkan apakah ia netral atau tidak. Ketiga, akuntansi sangat dipengaruhi oleh lingkungan (politik, ekonomi, budaya) di mana ia dikembangkan; dan Keempat, akuntansi mempunyai peran sangat penting, karena apa yang dihasilkannya, bisa menjadi sumber atau dasar legitimasi sebuah keputusan penting dan menentukan.

Pada tatanan teknis operasional, akuntansi syariah adalah instrumne yang digunakan untuk menyediakan informasi akuntansi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Selain dari pada itu, kita mendapatkan hal pokok lain dalam ibadah Islam. Menurut Qadharwi ditegaskan: …..bagian ibadah Islam yang pokok itu, adalah satu ibadah khusus yang istimewa, yang pada kenyataannya merupakan bagian dari sistem keuangan dan ekonomi dalam pandangan Islam otulah ibadah zakat. Dalam bagian dosa besar yang diharamkan dengan pengharaman yang sangat kuat, kita menemukan dosa besar agama, yang tergolong ‘tulang belikat” sistem ekonomi bagi sebagian besar umat manusia, baik dahulu maupun sekarang. Itulah riba di mana Rasulullah SAW telah melaknati para pemakannya, pemberinya, penulisnya, dan kedua saksinya.
Dengan demikian jelas, bahwa upaya kita menemukan format teori maupun praktif ekonomi (manajemen dan akuntansi Islam) harus dilandaskan pada Islam sebagai sesuatu yang integral. Sebagai turunan dari uraian di atas, barangkali uraian tentang keputusan ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi syariah adalah bercirikan sebagai berikut:

1. Menggunakan nilai etika sebagai dasar bangunan akuntansi
2. Memberikan arah pada, atau menstimulasi timbulnya, perilaku etis
3. Bersikap adil terhadap semua pihak,
4. Menyeimbangkan sifat egoistic dengan altruistik, dan
5. Mempunyai kepedulian terhadap lingkungan

Berdasarkan landasan dan ciri-ciri tersebut di atas, maka diharapkan akuntansi syariah akan mempunyai bentuk yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan akuntansi konvensional. Sebab melalui ciri-ciri tersebut tercermin sesuatu yang sarat akan tanggung jawaban, nilai-nilai sosial dan jelas. Sebab disadari bahwa pada tatanan yang lebih teknis, yaitu dalam bentuk laporan keuangan, akuntansi syariah masih mencari bentuk. Di dalam tesis ini, bentuk konkrit akuntansi syariah secara utuh belum dapat ditampilkan, sebab untuk sampai pada tataran praktik dan bentuk laporan keuangan yang utuh memerlukan dukungan teori yang lengkap dan kuat.

Memang harus diakui, tidak banyak pemikir yang memiliki kepedulian mengembangkan akuntansi berdasarkan nilai-nilai Islam. Beberapa pemikir yang dapat dicontohkan disini misalnya: Gambling dan Karim (1991); Baydoun dan Willet (1994). Menurut penilaian Gambling dan Karim, bahwa pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk membangun akuntansi (kebanyakan) adalah dengan pendekatan.
                                                                                                

Baca Juga

>Persamaan dan perbedaan lembaga keuangan syari’ah dan konvensional

Meskipun lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional memiliki banyak perbedaan, namun tidak menutup kemungkinan tentang persamaannya. Persamaan lembaga keuangan syari’ah dengan konvensional meliputi: (1) teknis penerimaan uang; (2) mekanisme transfer; (3) teknologi computer yang digunakan; (4) syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KT, NPWP, proposal dan lain sebagainya.

Perbedaan lembaga keuangan syariah dengan konvensional meliputi: pertama, aspek akad (transaksi) dan legalitas; Setiap lembaga keuangan syariah keuangan dalam lembaga keuangan syariah, baik dalamhal barang, praktisi transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentauan lembaga keuangan syariah, seperti rukun dan syaratnya. Kedua, bisnis dan usaha yang dibiayai; terdapat saringan kehalalan, kemanfaatan dan kemaslahatan. Untuk menentukan kehahalan, kemafaatan dan kemaslahatan dapat diidentifikasi melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
  1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
  2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat?
  3. Apakah proyek berkaitan dengan pebuatan mesum / asusila?
  4. Apakah protek berkaitan dengan perjudian?
  5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal?
  6. Apakah proyek dapat merugikan syi’ar Islam, baik secara langsung atau tidak langsung?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak bersifat absolute. Artinya pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa saja bertambah seiring dengan perkembangan jaman yang ada. Hal lain yang harus ditunjukkan oleh LKS adalah lingkungan kerja (corporate culture) yang berbeda dengan LKK. Lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah dalam hal etika, misalnya: (a) amanah (dapat dipercaya); (b) shiddiq (benar); (c) fathonah (cerdas dan professional); (d) tabligh (mampu melaksanakan tugas secara team-work di mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi.

Lingkungan kerja dan corporate culture adalah cara berpakaian dan bertingkah laku, misalnya rapa, sopan dan menutup aurat, lemah lembut, akhlaq yang baik menghadapi nasabah, membudayakan senyum (bagian dari shadaqah), struktur organisasi, keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional Lembaga Keuangan Syariah dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Untuk memperjelas perbedaan LKS dan LLK dibicarakan pada pembahasan selanjutnya. Dari uraian diatas tampak bahwa lembaga keuangan syariah memiliki karakter yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional pada umumnya, meskipun ada kesamaan dalam hal-hal tertentu.

Read More

TEORI AKUNTANSI SYARIAH : Akuntansi dalam Kerangka Islam

Setelah kita kaji keberadaan sistem akuntansi kapitalis, dapat ditemukan beberapa persoalan tersebut utamanya berkaitan dengan hal kepemihakan, konsep dasar, standar, dan metode akuntansi. Akuntansi pada dasarnya akan selalu berhubungan dengan distribusi aktiva perusahaan, hak residual atas aktiva pada saat likuidasi dan hak ekuitas (kekayaan) pada perusahaan yang sedang berjalan baik. Kesemuanya ini merupakan tujuan penting yang hendak dicapai dalam penyajian value added statement atau laporan nilai tambah, yang dalam teori akuntansi konvensional sama dengan laporan laba rugi.

Pada saat kita mngkaji ilmu atau teori akuntansi syari’ah tidak dapat ditinggalkan kerangka teori akuntansi konvensional. Sehubungan dengan hal tersebut, secara konvensional ada banyak teori yang berkaitan dengan pembahasan kekayaan pemilik.

1. Teori pemilikan (Proprietary Theory)
Teori ini menyatakan bahwa akuntansi terjadi karena bentukan dari persamaan dasar sebagai berikut:

Assets - Liabilities = Modal

Artinya modal adalah sama dengan harta dikurangi utang. Dalam hal ini, pemilik adalah pusat perhatian. Aktiva dianggap dimiliki oleh pemilik dan kewajiban / utang adalah kewajiban pemilik. Tanpa memandang mengenai perlakuan utang, pemilikan dipandang sebagai nilai bersih kesatuan usaha kepada pemilik. Pada saat perusahaan didirikan, nilai tersebut akan sama dengan investasi pemilik. Selama hidup perusahaan, akan terus sama dengan investasi awal dan tambahan investasi serta akumulasi laba bersih di atas jumlah yang diambil oleh pemilik. Inilah yang kemudian disebut dengan konsep kekayaan. Teori ini berpendapat bahwa pendapatan adalah kenaikan atas hak pemilik, sedangkan biaya adalah penurunan. Dengan demikian laba bersih akan secara langsung menjadi hak pemilik dan mencerminkan kenaikan kekayaan pemilik dan karena laba adalah kenaikan kekayaan, maka segera pula ditambahkan kepada modal pemilik.

Pajak perseroan diperlukan secara dengan agen dari pemegang saham yang menganggap bahwa perseroan adalah agen dari pemegang saham dalam pembayaran pajak yang nyata-nyata pajak penghasilan dari pemegang saham. Konsep laba komprehensip ini didasarkan pada proprierty theory karena laba bersih berisi semua unsur yang mempengaruhi pemilikan selama satuan periode terkecuali pembagian dividen dan tansaksi modal. Teori ini lebih menekankan pada hakikat perubahan terhadap pemilikan dan klasifikasinya dalam neraca. Teori ini merupakan teori akuntansi yang paling kunoi, dan banyak konsep akuntansi yang dikembangkan dari teori ini.

2. Teori kekayaan (Entity Theory)
Teori ini menganggap bahwa perusahaan memiliki eksistensi yang terpisah. Pemisahan ini terjadi pada kepentingan pemiliki dan pemegang ekuitas yang lain. Pendiri dan pemilik perusahaan tidak perlu diidentifikasikan dengan eksistensi perusahaab. Teori ini didasarkan pada persamaan:

Asets = Equities

Ekuitas pada dasarnya adalah utang ditambah dengan hak pemegang saham. Elemen yang ada pada sisi kanan kadang-kadang disebut sebagai kewajiban, tetapi sebenarnya merupakan pemilikan dengan hak yang berbeda terhadap perusahaan. Apa bedanya utang dan hak pemegang saham. Perbedaan utama antara utang dan hak pemegang saham berkait dengan penilaian atas hak kreditor yang dapat ditentukan secara terpisah bila perusahaan bubar, sedangkan hak para pemegang saham diukur dengan penilaian aktiva mula-mula yang ditanamkan ditambah dengan laba yang diinvestasikan kembali dan revaluasi yang terjadi sesudahnya. Namun demikian hak untuk menerima pembayaran dividen dan bagian dari aktiva bersih pada saat likuidasi adalah hak sebagai pemegang hak pemilikan dan bukan sebagai pemilik atas aktiva tertentu. Teori ini memandang utang adalah kewajiban khusus dari perusahaan dan aktiva mencerminkan hak perusahaan untuk menerima barang, jasa atau manfaat yang lain.

3. Fund Theory
Berbeda dengan teori proprietry, teori fund melepaskan hubungan personal yang dianut oleh teori proprietory dan personalisasi perusahaan sebagai kesatuan ekonomi yang dibuat sah pada entity theory. Fund theory menggantinya dengan kesatuan kegiatan yang orientasi kegiatan sebagai landasan akuntansi.

Aktiva = Pembatasan Aktiva

Aktiva mencerminkan prospek jasa bagi unit operasional. Utang merupakan pembatasan terhadap aktiva khusus ataupun aktiva secara umum. Modal yang ditanamkan merupakan pembatasan yang legal ataupun financial terhadap penggunaan aktiva, sehingga modal yang ditanamkan harus dijaga keberadaannya, bila tidak terdapat likuidasi sebagian ataupun secara keseluruhan. Dengan demikian, dalam teori ini semua ekuitas mencerminkan pembatasan yang dilakukan secara legal, kontrak, manajerial, dan finansial. Konsep ini bermanfaat sekali bagi perusahaan yang tidak mencari laba. Seperti lembaga pemerintah, universitas, rumah sakit, lembaga sosial.

Baca Juga

Teori Akuntansi Syariah
Ada suatu perubahan luar biasa dalam kancah bidan ilmu akuntansi untuk beberapa decade belakangan ini. Sebelum tahun 1970-an ada anggapan tentang akuntansi sebagai ilmu pengetahuan dan praktik yang bebas dari nilai (value free) sudah mulai digoyang keberadaannya.

Pada era informasi dan globalisasi dalam bidang akuntansi ada upaya harmonisasi praktik-praktik akuntansi. Praktik akuntansi di setiap negara dianggap menyulitkan dalam menafsirkan laporan keuangan, atau praktik akuntansi yang ebragam itu tidak dapat diperbandingkan (uncomparable). Kasus ini mengundang reaksi banyak kalangan, sehingga muncullah pandangan-pandangan yang bersifat pro dan kontra. Mereka yang berpandangan kontra mengecam bahwa tindakan untuk melakukan harmonisasi merupakan tindakan pelecehan terhadap nilai-nilai lokal. Mereka justru melihat bahwa sebetulnya lingkungan (non value-free). Bahkan ada yang mengatakan akuntansi adalah “anak” yang lahir budaya setempat (lokal). Pandangan kedua, memang secara eksplisit menolak pandangan pertama yang bersifat fungsionalis dan positivistic, kalau ditelusuri ke belakang akar pemikiranya berasal dari August Comte.

Berpijak dari kasus di atas, usaha untuk mencari bentuk akuntansi yang berwajah humanis, emansipatori, transendental, dan teologikal merupakan upaya yang niscaya. Akuntansi syariah, menurut Iwan Triyuwono dan Gaffikin dikatakan, merupakan salah satu upaya mendokontyksi akuntansi modern ke dalam bentuk yang humanis dan sarat nilai. Tujuan diciptakannya akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologikal. Dengan cara demikian, realitas alternatif diharapkan akan dapat membangkitkan kesadaran diri secara penuh akan kepatuhan dan ketundukan seseorang kepada kuasa Allah. Berkaitan dengan persoalan perubahan teori ekuntansi, maka akuntansi akan berubah ke paradigma baru yang sejauh ini belum jelas lagi. Dalam konteks demikian, Takatera dalam pengantarnya menyajikan dua strategi pengkajian hakikat akuntansi sebagai berikut:
  • Jika studi akuntansi deskriptif berkembang dalam suasana terisolasi dari strategi intelektual untuk mengubah akuntansi sekarang, hal ini akan membenarkan akuntansi yang dulu dan sekarang bukan menginterpretasikannya. Sebaliknya jika studi akuntansi normatif dikembangkan dalam suasana terisolir tanpa memperdulikan masyarakat dan masalah organisasi di mana akuntansi dipraktikkan, maka hal ini akan berakibat kegagalan percobaan sebab tidak akan berakibat kegagalan percobaan sebab tidak akan diterima oleh masyarakat kendatipun jika ini dapat menjelaskan ‘akuntansi untuk apa yang tidak boleh’. Kemudian adalah penting menggabungkan studi akuntansi deskriptif dengan studi akuntansi normatif untuk memberikan pemahaman baru tentang apa akuntansi dulu, apa akuntansi sekarang dan menciptakan apa akuntansi di masa yang akan datang.
  • Jika akuntansi yang dimaksud adalah akuntansi “what should be” sebagai kelanjutan dari akuntansi “what it is”, dengan jalan yang tidak akan pernah berhenti, kita tidak akan dapat membentuk akuntnasi “what it is” walaupun kita dapat menawarkan interpretasi baru, terhadap apa akuntansi “what it was” dan apa akuntansi sekarang (what it is)… Strategi untuk membuat isu sekarang jelas harus berhadap dengan crita akuntansi yang akan datang, yaitu menciptakan akuntansi “what should be”. Sebagai ganti dari “what it is” di bidang yang kita hentikan keberadaannya.

Read More

Karakteristik Kualitas Laporan Keuangan Menurut PSAK (Panduan Standar Akuntansi)

Karakteristik kualitatif (kualitas) merupakan suatu ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakainya.  Berikut adalah karakteristik laporan keuangan dilihat dari segi kualitas berdasarkan Panduan Standar Akuntansi (PSAK)*:

1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk dipahami oleh pemakainya. Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktifitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan di dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

2. Relevan
Agar laporan keuangan bermanfaat, informasi di dalamnya harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi di dalam laporan keuangan memilki kualitas relavan jika dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu.

Informasi posisi keuangamn dan kinerja dimasa lalu sering kali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yag langsug menarik perhatian pemakai, seperti: pembayaran difiden dan upah, pergerakan harga skurietas, dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo.

Untuk memiliki nilai pridiktif, informasi tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan penampilan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif laporan laba rugi dapat di tingkatkan apabila pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa, abnormal, dan jarang terjadi di ungkapkan secara terpisah.


3. Materialitas
Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitas laporan keuangan. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keungan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantunkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstament). Oleh karenanya, materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atua titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna. 

4. Keandalan
Supaya laporan keuangan bermanfaat, informasi juga harus handal (reliable). Informasi memilki kualitas yang handal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat dihandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan secara wajar diharapkan dapat di sajikan.

5. Penyajian Jujur
Informasi keuangan di laporan keuangan pada umumnya tidak luput dari resiko penyajian yang dianggap kurang jujur dari pada apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena kesenjangan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam mengidentifikasikan transaksi serta pristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun atau menerapkan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan pristiwa tersebut.

Baca Juga

6. Subtansi Mengungguli Bentuk
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta pristiwa lain yang seharusnya disajikan, peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan subtansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukum. Subtansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum.

7. Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan.

8. Pertimbangan Sehat
Penyusunan laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidak pastian suatu peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, perkiraan masa manfaat pabrik serta peralatan, dengan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya: pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan, berlebihan, dan sengaja menetapkan aktiva atau penghasilan yang lebih rendah atau pencatatan kewajiban atau beban yang lebih tinggi sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral, dan karena itu tidak memilki kualitas yang handal.

9. Kelengkapan
Agar dapat diandalkan,informasi dalam laoran keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.

Read More

Penyajian laporan Keuangan Bank Syariah

Penyajian laporan Keuangan Bank Syariah pada dasarnya sama seperti laporan keuangan Bank Konvensional, hanya saja ada tambahan pos-pos tertentu. Berikut ini adala rinciannya:

1.  Laporan posisi keuangan (neraca)
Unsur-unsur neraca meliputi aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat, dan ekuitas. Penyajian aktiva pada neraca atau pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan atas aktiva yang dibiayai oleh bank sendiri dan aktiva yang dibiayai oleh bank bersama pemilik dana investasi tidak terikat, dilakukan secara terpisah. 

2.      Laporan laba dan rugi
Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK lainnya,dalam laporan laba rugi mencakup, tetapi tidak terbatas pada pos-pos pendapatan dan beban.

3.      Laporan arus kas

4.      Laporan perubahan ekuitas

5.      Laporan perubahan investasi terikat
Laporan perubahan dana investasi terikat memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya.

6.      Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah

Bank syari’ah menyajikan laporan sumber dan penggunaan zakat, infaq, dan shodaqoh sebagai komponen utama laporan keuangan yang menunjukkan:

a. Sumber dana zakat, infaq dan shadaqah yang berasal dari penerimaan;
  • Zakat dari bank syari’ah
  • Zakat dari pihak luar bank syaria’ah
  • Infaq
  • Shadaqah
b. Penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah untuk:
  • Fakir
  • Miskin
  • Hamba sahaya
  • Orang yang terlilit hutang
  • Orang yang baru masuk Islam
  • Orang yang berjihad
  • Orang yang dalam perjalanan
  • Amil
c. Kenaikan atau penurunan sumber dana zakat, infaq dan shadaqah

d. Saldo awal dana  penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah

Baca Juga

e. Saldo akhir dana penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah

7.  Laporan sumber dan pengguna dana qardhul hasan
Bank syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan qardhul hasan sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:

a. Sumber dana qardhul hasan yang berasal dari penerimaan:
  • Infaq
  • Shadaqah
  • Denda
  • Dan pendapatan non halal
b. Penggunaan dana qardhul hasan untuk:
  • Pinjaman
  • Sumbangan
c. Kenaikan atau penurunan sumber dana qardhul hasan
d. Saldo awal dana penggunaan dana qardhul hasan,
e. Saldo akhir dana penggunaan dana qardhul hasan

8.  Catatan-catatan laporan keuangan
Laporan keuangan harus mengungkapkan semua informasi dan material yang perlu unutuk menjaikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan, dan bisa dipercaya (andal) bagi para pemakainya.

9.Pernyataan, 
laporan dan data lain yang membantu dalam menyediakan informasi yang diperlukan oleh para pemakai laporan keuangan sebagaimana ditentukan didalam statement of obyektif.
Laporan ini diterbitkan dalam bentuk komparatif. Artinya, laporan tersebut menyajikan data periode sekarang dan periode yang lalu. Untuk memberikan gambaran keadaan laporan keuangan bank syari’ah

Read More