Praktik Akuntansi Syariah :Kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia

Kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia yang sangat fenomenal, telah memicu loahirnya diskusi-diskusi serius lebih lanjut, mulai dari produk atau jasa yang ditawarkan, pola manajemen lembaga, sampai kepada pola akuntasinya. Menariknya akuntansi untuk dibahas, tentu karena adanya beberapa alasan. Pertama: akuntansi selama ini dikenal sebagai alat komunikasi, atau sering diistilahkan sebagai bahasa bisnis. Kedua: akuntansi sering diperdebatkan apakah ia netral atau tidak. Ketiga, akuntansi sangat dipengaruhi oleh lingkungan (politik, ekonomi, budaya) di mana ia dikembangkan; dan Keempat, akuntansi mempunyai peran sangat penting, karena apa yang dihasilkannya, bisa menjadi sumber atau dasar legitimasi sebuah keputusan penting dan menentukan.

Pada tatanan teknis operasional, akuntansi syariah adalah instrumne yang digunakan untuk menyediakan informasi akuntansi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Selain dari pada itu, kita mendapatkan hal pokok lain dalam ibadah Islam. Menurut Qadharwi ditegaskan: …..bagian ibadah Islam yang pokok itu, adalah satu ibadah khusus yang istimewa, yang pada kenyataannya merupakan bagian dari sistem keuangan dan ekonomi dalam pandangan Islam otulah ibadah zakat. Dalam bagian dosa besar yang diharamkan dengan pengharaman yang sangat kuat, kita menemukan dosa besar agama, yang tergolong ‘tulang belikat” sistem ekonomi bagi sebagian besar umat manusia, baik dahulu maupun sekarang. Itulah riba di mana Rasulullah SAW telah melaknati para pemakannya, pemberinya, penulisnya, dan kedua saksinya.
Dengan demikian jelas, bahwa upaya kita menemukan format teori maupun praktif ekonomi (manajemen dan akuntansi Islam) harus dilandaskan pada Islam sebagai sesuatu yang integral. Sebagai turunan dari uraian di atas, barangkali uraian tentang keputusan ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi syariah adalah bercirikan sebagai berikut:

1. Menggunakan nilai etika sebagai dasar bangunan akuntansi
2. Memberikan arah pada, atau menstimulasi timbulnya, perilaku etis
3. Bersikap adil terhadap semua pihak,
4. Menyeimbangkan sifat egoistic dengan altruistik, dan
5. Mempunyai kepedulian terhadap lingkungan

Berdasarkan landasan dan ciri-ciri tersebut di atas, maka diharapkan akuntansi syariah akan mempunyai bentuk yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan akuntansi konvensional. Sebab melalui ciri-ciri tersebut tercermin sesuatu yang sarat akan tanggung jawaban, nilai-nilai sosial dan jelas. Sebab disadari bahwa pada tatanan yang lebih teknis, yaitu dalam bentuk laporan keuangan, akuntansi syariah masih mencari bentuk. Di dalam tesis ini, bentuk konkrit akuntansi syariah secara utuh belum dapat ditampilkan, sebab untuk sampai pada tataran praktik dan bentuk laporan keuangan yang utuh memerlukan dukungan teori yang lengkap dan kuat.

Memang harus diakui, tidak banyak pemikir yang memiliki kepedulian mengembangkan akuntansi berdasarkan nilai-nilai Islam. Beberapa pemikir yang dapat dicontohkan disini misalnya: Gambling dan Karim (1991); Baydoun dan Willet (1994). Menurut penilaian Gambling dan Karim, bahwa pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk membangun akuntansi (kebanyakan) adalah dengan pendekatan.
                                                                                                

Baca Juga

>Persamaan dan perbedaan lembaga keuangan syari’ah dan konvensional

Meskipun lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional memiliki banyak perbedaan, namun tidak menutup kemungkinan tentang persamaannya. Persamaan lembaga keuangan syari’ah dengan konvensional meliputi: (1) teknis penerimaan uang; (2) mekanisme transfer; (3) teknologi computer yang digunakan; (4) syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KT, NPWP, proposal dan lain sebagainya.

Perbedaan lembaga keuangan syariah dengan konvensional meliputi: pertama, aspek akad (transaksi) dan legalitas; Setiap lembaga keuangan syariah keuangan dalam lembaga keuangan syariah, baik dalamhal barang, praktisi transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentauan lembaga keuangan syariah, seperti rukun dan syaratnya. Kedua, bisnis dan usaha yang dibiayai; terdapat saringan kehalalan, kemanfaatan dan kemaslahatan. Untuk menentukan kehahalan, kemafaatan dan kemaslahatan dapat diidentifikasi melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
  1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
  2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat?
  3. Apakah proyek berkaitan dengan pebuatan mesum / asusila?
  4. Apakah protek berkaitan dengan perjudian?
  5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal?
  6. Apakah proyek dapat merugikan syi’ar Islam, baik secara langsung atau tidak langsung?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak bersifat absolute. Artinya pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa saja bertambah seiring dengan perkembangan jaman yang ada. Hal lain yang harus ditunjukkan oleh LKS adalah lingkungan kerja (corporate culture) yang berbeda dengan LKK. Lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah dalam hal etika, misalnya: (a) amanah (dapat dipercaya); (b) shiddiq (benar); (c) fathonah (cerdas dan professional); (d) tabligh (mampu melaksanakan tugas secara team-work di mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi.

Lingkungan kerja dan corporate culture adalah cara berpakaian dan bertingkah laku, misalnya rapa, sopan dan menutup aurat, lemah lembut, akhlaq yang baik menghadapi nasabah, membudayakan senyum (bagian dari shadaqah), struktur organisasi, keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional Lembaga Keuangan Syariah dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Untuk memperjelas perbedaan LKS dan LLK dibicarakan pada pembahasan selanjutnya. Dari uraian diatas tampak bahwa lembaga keuangan syariah memiliki karakter yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional pada umumnya, meskipun ada kesamaan dalam hal-hal tertentu.


EmoticonEmoticon