Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribasi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

Baca Juga


Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajin Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
  1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
  2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
  3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
  4. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
Read More

Yang (Bukan) Tidak Termasuk Subjek Pajak UU No. 36 Th 2008

Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 adalah:

  • Kantor perwakilan negara asing;
  • Penjabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuab timbal balik;
  • Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
  • Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud nomor 3 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Read More

Kewajiban Pajak Subjektif

Kewajiban Pajak Subjektif berarti bahwa kewajiban pajak yang melekat pada subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. Sedangkan untuk orang yang bertempat tinggal diluar Indonesia kewajiban pajak subjektifnya ada kalau mempunyai hubungan ekonomi dengan Indonesia.

Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk setiap Subjek Pajak diuraikan dalam tabel berikut ini.

Baca Juga


Apabila kewajiban pajak subjekif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.
Read More

Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008.
1. Subjek pajak dalam negeri, adalah:

  1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
    1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
    3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan funsional negara;

2.    Subjek Pajak Luar Negeri, adalah;

  • Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
  • Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
  • Baca Juga

Read More

Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak. Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu.

Baca Juga


Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut:

1.Subjek Pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia.

2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar penggenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

3. Subjek Pajak Badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara  dan badan usaha milik daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintahan, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Dalam pergertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

4.Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

  • Tempat kedudukan manajemen;
  • Cabang perusahaan;
  • Kantor perwakilan;
  • Gedung kantor;
  • Pabrik;
  • Bengkel;
  • Gudang;
  • Ruang untuk promosi dan penjualan;
  • Pertambangan dan penggalian sumber alam;
  • Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
  • Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
  • Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
  • Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  • Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
  • Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;
  • Komputer, agenelektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Read More

Landasan Utama Pajak Penghasilan

Bab I Pasal 1 UU PPh tentang ketentuan umum menyatakan bahwa 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Wajib Pajak atas penghasilan yang dityerima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ketentuan umum tersebut merupakan ketentuan yang menjadi dasar dan yang menjiwai ketentuan pada pasal-pasal berikutnya.
Konsep penting yang terdapat dalam ketentuan umum Pasal 1 tersebut:

  1. Konsep 'Subjek Pajak' termasuk konsep 'Wajib Pajak',
  2. Konsep 'penghasilan yang diterima atau diperoleh' sebagai Objek Pajak,
  3. Konsep 'dikenakan', dan
  4. Konsep 'dalam tahun pajak'.
Konsep pertama, yaitu konsep Subjek Pajak dan Wajib Pajak dijabarkan dalam Bab II UU PPh. Konsep 'penghasilan yang dirterima atau diperoleh' sebagai Objek Pajak dijabarkan dalam Bab III. Sedangkan konsep 'dikenakan' dan Konsep 'dalam tahun pajak' dijabarkan pada Bab IV sampai Bab VI.

Jiwa dari ketentuan Pasal I menyatakan bahwa Pajak Penghasilan termasuk dalam kelompok pajak langsung, yaitu jenis pajak yang pengenaannya dilakukan secara periodik dan secara yuridis beban pajaknya tidak boleh dialihkan kepada pihak lain selain pihak yang telah ditentukan dalam UU PPh. Penggunaan frasa 'dalam tahun pajak' dalam ketentuan Pasal 1 tersebut menunjukkan bahwa PPh dikenakan secara periodik setahun sekali, tidak secara insidentil setiap kali terjadinya peristiwa penerimaan penghasilan. Pengenaan PPh setiap periodik setahun sekali ini akan dibahas lebih mendalam di bab mengenai mekanisme/prosedur pemajakan PPh.

Baca Juga


Jiwa dari ketentuan Pasal 1 juga menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan termasuk dalam kelompok pajak subjektif, yaitu jenis pajak yang terlebih dahulu menekankan Subjek Pajak baru kemusian Objek Pajak. Perhatian cara perumusannya: 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh...'. Perumusannya tidak berbunyi: 'Pajak Penghasilan dikenakan atas  penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak...'. Makna dari perumusan ini adalah bahwa- dalam menentukan peristiwa atau transaksi atau kasus yang dikenai atau tidak dikenai PPh dan jika dikenai PPh berapa besar PPh itu- yang lebih dahulu dianalisi adalah Subjek Pajak PPh baru kemudian Objek Pajak PPh. Karena itu, dalam membahas PPh, terlebih dahulu dibahas adalah Subjek Pajak PPh baru diikuti Objek Pajak PPH, dan penghitungan besarnya PPh.

Untuk menentukan suatu kasus/peristiwa/transaski dikenai PPh atau tidak, langkah pertama adalah menentukan pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam kasus/peristiwa/transaski tersebut. Kemudian status Subjek Pajak dari masing-masing pihak yang terlibat dalam kasus/peristiwa/transaski tersebut dianalisis. Untuk menjawab ini kita mulai dengan menganalisis cara menentukan Subjek Pajak PPh menurut UU PPh.
Read More

Sistematika Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dikenal sebagai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Supaya pajak yang dipungut (pemajakan) oleh Negara dari rakyat tidak disamakan dengan perampokan dan supaya pelaksanaan pemajakan tidak menimbulkan kesewenang-wenangan, maka semua hal yang berkaitan dengan pemajakan harus diatur dengan undang-undang pajak (Pasal 23 ayat 2 UUD 1945).

Baca Juga


Berkaitan dengan Pajak Penghasilan (singkat resminya adalah PPh), segala sesuatu yang berkaitan dengan pemajakan PPh juga harus diatur dengan undang-undang. Di Indonesia undang-undang yang mengatur pemajakan PPh disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini adalah:

  1. Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Undang-Undang No. 9 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini hanya mengubah satu dua pasal dan ayat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  3. Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 9 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini mengubah cukup banyak pasal dan ayat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1991.
  4. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan  Undang-Undang No 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini mengubah sekitar 23 pasal dan ayat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah dua kali diubah tersebut.

Dalam praktek, demi kepraktisan, keempat Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan tersebut disatukan dalam satu naskah yang disebut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 17 Tahun 2000.

Sistematika UU PPh terbaru terdiri dari 9 (sembilan) bab dan 40 (empat puluh) pasal, yakni:

  • Bab I tentang Ketentuan Umum ; hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 1;
  • Bab II tentang Subjek Pajak; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 2, 2A, 3;
  • Bab III tentang Objek Pajak; terdiri dari sebelas pasal, yaitu Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 11A, 14, 15 (Pasal 12 dan 13 dihapus);
  • Bab IV tentang Cara Menghitung Pajak; terdiri dari empat pasal, yaitu Pasal 16, 17, 18, 19;
  • Bab V tentang Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan; terdiri dari tujuh pasal, yaitu Pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26;
  • Bab VI tentang Perhitungan Pajak pada Akhir Tahun; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 28, 28A, 29 (Pasal 27, 30 dan 31 dihapus);
  • Bab VII tentang Ketentuan Lain-lain; terdiri dari lima pasal, yaitu Pasal 31A, 31B, 31C, 32, 32A;
  • Bab VIII tentang Ketentuan Peralihan; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 33, 33A, 34;
  • Bab IX tentang Ketentuan Penutup; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 35, II, III.
Read More

KODE AKUN

A. Pengertian Kode Akun
Pernahkah Anda mengirim surat kepada seseorang yang berada di daerah lain? Sebelum surat itu Anda masukkan ke Kantor Pos tentunya Anda lebih dahulu menulis kode pos alamat tujuan bukan? Mengapa penulisan kode pos itu selalu diingatkan oleh petugas pos? Tujuannya tak lain adalah untuk memudahkan pihak pos untuk menyampaikan surat kepada si penerima surat.

Demikian pula halnya dengan kode akun dalam akuntansi. Kode akun itu dicantumkan untuk memudahkan proses pencatatan, pencarian dan penyimpanan serta pembebaban yang dituju pada setiap akun. Jadi apa yang dimaksud dengan kode akun itu? Kode akun adalah pemberian tanda/nomor tertentu dengan memakai angka, huruf atau kombinasi angka dan huruf pada setiap akun. Bagus!

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kode akun harus bersifat membantu memudahkan pencatatan, pengelompokkan dan penyimpanan setiap akun. Oleh karena itu kode akun hendaknya memiliki kriteria seperti, mudah diingat, konsisten, sederhana dan singkat serta memungkinkan adanya penambahan akun baru tanpa mengubah kode akun yang sudah ada.
B. Jenis-jenis Kode Akun
Dalam suatu sistem akuntansi perusahaan pemberian kode akun sangat tergantung pada keanekaragaman transaksi dan jumlah transaksi yang terjadi. Semakin banyak dan kompleksnya transaksi yang terjadi menyebabkan semakin banyak pula kode akun yang akan digunakan.

Ada beberapa kode akun yang dapat digunakan seperti kode numerial, kode desimal, kode mnemonik serta kode kombinasi huruf dan angka. Dalam modul ini hanya membicarakan dua macam kode akun yang biasa digunakan. Kode akun yang dibahas adalah kode numerial dan kode desimal. Baiklah, sekarang mari kita lanjutkan dengan materi berikutnya.

C. Kode Numerial
Kode numerial adalah cara pengkodean akun berdasarkan nomor secara berurutan, yang dapat dimulai dari angka 1, 2, 3 dan seterusnya.

D. Kode Desimal
Kode desimal adalah cara pemberian kode akun dengan menggunakan lebih dari satu angka. Setiap angka mempunyai arti, kode desimal ini dapat dibedakan atas kode kelompok dan kode blok.

· Kode Kelompok
Kode kelompok merupakan cara pemberian kode akun dengan mengelompokkan akun. Setiap kelompok akun diberi nomor kode sendiri sendiri.

Contoh:
Akun piutang usaha termasuk kelompok akun harta diberi nomor 1 untuk harta. Kemudian termasuk golongan akun harta lancar yang diberikan nomor kode 1, kemudian merupakan jenis harta lancar yang ketiga sehingga diberi nomor urut 3, dari cara mengelompokkan tersebut nomor akun piutang usaha diberikan nomor kode tiga angka yaitu 113.

· Kode Blok
Kode blok adalah pemberian kode akun dengan cara memberikan satu blok kode setiap kelompok akun. Misalnya harta diberikan nomo2 100 - 199, Kewajiban diberi nomor 200 - 299, Modal diberikan nomor 300 - 399, Pendapatan nomor 400 - 499 dan Beban nomor 500 - 599. Baiklah berikut ini dapat Anda perhatikan contoh yang lebih rinci.
Read More

Prinsip Dasar Akuntansi

Prinsip dasar akuntansi merupakan pondasi bagi seorang akuntan, sudah jelas bahwa prinsip akuntansi ini perlu dipahami dan diaplikasikan dalam menyusun laporan keuangan. Bagi kalian mahasiswa yang sedang dalam proses belajar, beruntung kalian memiliki kesadaran untuk memahami prinsip dasar ini, karena diluar sana banyak juga akuntan yang sering tidak memahami prinsip ini, mereka hanya menghafal tanpa pemahaman yang cukup.
Penting ya mempelajari prinsip dasar seperti ini? Ya penting dong, kalian mungkin bisa memperlakukan transaksi umum yang pernah dipelajari dengan tepat, seperti transaksi penjualan, pembelian, utang piutang, dan lain-lain, tapi bagaimana jika ada transaksi yang benar-benar baru dalam dunia akuntansi? Karena itulah sekiranya penting untuk mempelajari prinsip dasar akuntansi ini.
Nah, apa saja sih prinsip dasar akuntansi tersebut? Berikut list dan penjelasannya:
1. Prinsip Biaya Historis (Historical Cost Principle)
Prinsip ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Apa yang dimaksud dengan biaya historis? Biaya historis merupakan harga perolehan, harga perolehan sendiri merupakan harga pertukaran yang disepakati oleh dua atau lebih pihak dalam penyerahan barang atau jasa, kasarnya ya harga jual/beli. Jadi dalam prinsip ini, diwajibkan bagi akuntan untuk mencatat transaksi berdasarkan biaya historisnya.
Apa saja transaksi yang dicatat berdasarkan biaya historisnya? Semua transaksiyang mempengaruhi aktiva, kewajiban, maupun modal serta biaya lainnya, dalam neraca pencatatan aktiva dan passiva tersebut juga wajib berdasarkan biaya historisnya.
Sebagai contoh, bulan januari lalu perusahaan menjual barang dagang seharga 100 juta secara kredit, pada awal bulan februari perusahaan menaikkan harga barang dagangnya, dan pada akhir bulan diterima pembayaran dari hasil penjualan bulan januari. Pertanyaannya, berapa harga yang diakui perusahaan? Ya jelas harga yang diakui bulan januari dong, nah itulah contoh sederhana tentang biaya historis.
 2. Prinsip Pengakuan Pendapatan (Revenue Recognition Principle)
Prinsip ini menyangkut cara penentuan pendapatan berkala, yang dapat memenuhi kebutuhan untuk penyusunan laporan keuangan yang tepat pada waktunya. Prinsip Pengakuan Pendapatan adalah aliran masuk harta-harta (aktiva) yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha selama suatu periode tertentu. Dasar yang digunakan untuk mengukur besamya pendapatan adalah jumlah kas atau ekuivalennya yang diterima dari transaksi penjualan dengan pihak yang bebas.
Istilah pendapatan dalam prinsip ini merupakan istilah yang luas, di mana di dalam pendapatan termasuk pendapatan sewa, laba penjualan aktiva dan lain-lain. Batasan umum yang biasanya digunakan adalah semua perubahan dalam jumlah bersih aktiva selain yang berasal dari pernilik perusahaan.
Biasanya pendapatan diakui pada saat terjadinya penjualan barang atau jasa. Yaitu saat ada kepastian mengenai besarnya pendapatan yang diukur dengan aktiva yang diterima. Tetapi ketentuan umum ini tidak selalu dapat diterapkan, sehingga timbul beberapa ketentuan lain untuk mengakui pendapatan."
 3. Prinsip Mempertemukan (Matching Principle)
Untuk menyusun laporan keuangan periodik pendapatan yang diperoleh atau terjadi dalam periode akuntansi tertentu harus dipertemukan secara layak dengan biaya-biaya yang terjadi dalam periode akuntansi yang sama. Dalam prinsip ini, seorang akuntan wajib mempertemukan biaya dan pendapatan secara tepat, maksud dari secara tepat adalah mempertemukan biaya yang hanya digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Jadi, jika suatu pendapatan belum diakui maka biayanya pun belum boleh diakui. Sebaliknya, jika pendapatan bisa diakui, maka biayanya juga bisa diakui.
Ingat kembali pengakuan HPP, setiap ada penjualan pasti ada pengakuan HPP, jika menggunakan metode periodik maka akan diakui pada akhir bulan, sedangkan jika menggunakan metode perpetual akan diakui langsung saat terjadinya penjualan. Biaya-biaya yang terkait langsung dengan penciptaan pendapatan ini seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead.
Lalu bagaimana dengan biaya yang secara langsung tidak terkait dengan pendapatan, seperti biaya administrasi? Nah, disini perlu dipahami bahwa prinsip mempertemukan itu tidak hanya antara biaya dan pendapatan saja. Jadi, ketika ada biaya yang secara langsung tidak bisa dikaitkan dengan pendapatan, maka biaya tersebut harus dipertemukan dengan periodenya. Dengan kata lain, jika biaya terjadi di bulan januari, maka biaya tersebut juga harus dibebankan pada bulan januari pula.
Begitu pula dengan semua biaya dan pendapatan yang memiliki jangka waktu lama, seperti penyusutan, amortisasi, sewa dibayar dimuka, dan lain-lain, biaya-biaya tersebut perlu dialokasikan setiap periodenya.
4. Prinsip Konsistensi (Consistency Principle)
Agar laporan keuangan dapat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka metode dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam proses akuntansi harus diterapkan secara konsistendari tahun ke tahun. Di dalam dunia akuntansi, konsistensi adalah suatu keharusan. Konsistensi yang dimaksud dalam prinsip dasar akuntansi ini adalah konsistensi dalam penerapan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan. Ini dimaksudkan agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat diperbandingkan dengan periode sebelum-sebelumnya.
Jika penerapan metode dan prosedur akuntansi dilakukan secara konsisten, maka jika terjadi perbedaan antar periode bisa dipastikan bahwa perbedaan tersebut bukan disebabkan oleh inkonsistensi metode dan prosedur yang digunakan tersebut, dengan begitu laporan keuangan dapat memberikan nilai yang signifikan kepada para pemakai.
Tapi perlu diingat, walaupun prinsip konsistensi ini wajib dijalankan, bukan berarti kita tidak boleh merubah metode dan prosedur akuntansi. Dalam hal tertentu, kita boleh merubahnya, misalkan pergantian model bisnis, perubahan iklim bisnis, perubahan peraturan pemerintah, dan lain-lain, namun perubahan ini wajib secara jelas diungkapkan dalam laporan keuangan yang bersangkutan . Yang tidak boleh itu kalau kita setiap periode selalu berubah-ubah tanpa alasan yang tepat dan jelas.
5. Prinsip pengungkapan penuh (Full Disclosure Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan. Dalam prinsip ini, seorang akuntan wajib mengungkapkan semua kejadian ekonomi perusahaan dalam laporan keuangan, termasuk juga metode dan prosedur apa yang dipakai juga wajib diungkapkan. Informasi-informasi ekonomi yang perlu dicantumkan ini bisa dicatatkan pada salah satu laporan keuangan, yaitu Catatan Atas Laporan Keuangan.
----
Demikian penjelasan tentang 5 prinsip dasar akuntansi, semoga penjelasan di atas bermanfaat dan membantu meningkatkan pemahaman kalian. Jangan lupa share artikel ini juga ya, thanks dan salam sukses.
Read More

ASUMSI DASAR AKUNTANSI

Sebagai suatu sistem, maka di dalam akuntansi dikenal beberapa dasar anggapan (asumsi).

Ada 10 asumsi dasar akuntansi menurut Paul Grady (AICPA) yaitu:

  1. Suatu masyarakat dan susunan pemerintahan yang menjamin hak milik pribadi (Asociety and Government Structure honering property right)
  2. Kesatuan usaha yang spesifik (Specific Business Entities)
  3. Kontinuitas Usaha (Going Concern)
  4. Penggunaan unit moneter di dalam rekening-rekening (Monetary Expression in Accounts)
  5. Konsistensi antara periode-periode untuk kesatuan usaha yang sama (Consistency between periods for the same entity)
  6. Perbedaan dalam akuntansi di antara kesatuan-kesatuan yang bebas (Diversity in Accounting among independent entities)
  7. Konservatif (Conservatism)
  8. Ketergantungan data dari pengendalian intern (Dependability of data through internal control)
  9. Cukup berarti (Materiality)
  10. Batas waktu dalam penyusunan laporan keuangan membutuhkan taksiran-taksiran (Timeliness in financiall reporting requires estimates)

Dari ke-10 asumsi dasar tersebut di atas, yang paling lazim dipakai sebagai sebagai
asumsi dasar yang mendasari struktur akuntansi adalah :

  • Kesatuan Usaha Khusus (Separate Entity/Economic Entity). Dalam konsep ini perusahaan dipandang sebagai sebagai suatu unit usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya.
  • Kontinuitas Usaha (Going Concern/Continuity). Asumsi ini menganggap bahwa suatu perusahaan itu akan hidup terus, dalam arti diharapkan tidak akan terjadi likuidasi di masa yang akan datang.
  • Pengunaan Unit Moneter dalam pencatatan. Asumsi ini menganggap mata uang adalah alat pengukur yang stabil
  • Tepat Waktu (Time-Period/Periodicity). Kegiatan perusahaan berjalan terus antar periode menimbulkan masalah pengakuan dan pengalokasian ke dalam perode-periode tertentu di mana dibuat laporan keuangan, untuk itu laporan keuangan harus dibuat tepat pada waktunya.
Read More

JENIS-JENIS BASIS AKUNTANSI

Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi ini berhubungan dengan waktu kapan pengukuran dilakukan. 

Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas dan basis akrual. Selain kedua basis akuntansi tersebut terdapat banyak variasi atau modifikasi dari keduanya, yaitu modifikasi dari akuntansi berbasis kas, dan modifikasi dari akuntansi berbasis akrual. Jadi dapat dikatakan bahwa basis akuntansi ada 4 macam, yaitu:

1. Akuntansi berbasis kas (cash basis of accounting);
2. Modifikasi dari akuntansi berbasis kas (modified cash basis of accounting);
3. Akuntansi berbasis akrual (accrual basis of accounting);
4. Modifikasi dari akuntansi berbasis akrual (modified accrual basis of accounting).
Read More

UNSUR-UNSUR LAPORAN KEUANGAN (Harta, Kewajiban, Modal, Pendapatan, dan Beban)

1) Akun Harta (Assets)
  • Harta lancar, adalah harta yang berupa uang kas/bank dan harta yang sangat mudah dijadikan uang atau umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Yang termasuk harta lancar adalah:
    • Kas adalah Uang tunai yang siap digunakan dan bebas digunakan setiap saat baik yang ada dalam perusahaan maupun saldo rekening giro perusahaan yang terdapat dalam bank.
    • Surat-surat berharga (efek) Surat-surat yang dimiliki perusahaan untuk diperjual-belikan. Gunanya untuk memanfaatkan dana kas/bank yang dipakai.
    • Wesel tagih adalah piutang yang diperkuat dengan promes.
    • Piutang adalah tagihan pada pihak lain baik perorangan maupun badan usaha.
    • Persedian barang dagang adalah persediaan barang yang tersedia untuk dijual (dalam perusahaan dagang), persediaan bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi (dalam perusahaan manufaktur).
    • Perlengkapan adalah barang-barang yang digunakan untuk kegiatan perusahaan dan diperkirakan habis dipakai dalam setahun. Misalnya
    • perlengkapan kantor, perlengkapan toko. (biasanya juga disebut bahan habis pakai).
    • Beban yang dibayar di muka biaya yang telah dibayar tetapi manfaat dari pembayaran belum diperoleh atau digunakan. Seperti asuransi dibayar di muka, sewa dibayar di muka dan iklan dibayar di muka.
  • Penyertaan (Investasi), adalah investasi jangka panjang dalam bentuk saham, obligasi atau surat berharga lainnya. Investasi bertujuan memperoleh keuntungan pada masa yang akan datang, atau dengan tujuan untuk menguasai perusahaan lainnya. Investasi umumnya dalam bentuk saham dan obligasi
  • Harta Tetap, adalah harta berwujud yang digunakan untuk operasi perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, seperti tanah, bangunan, mesin-mesin, peralatan dan sebagainya.
  • Harta tak berwujud, adalah harta yang tidak mempunyai wujud fisik, tetapi merupakan hak-hak istimewa yang menguntungkan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Contoh harta tak berwujud antara lain:
  • Hak paten, yaitu hak istimewa atas suatu barang yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan.
  • Hak Cipta, yaitu hak karena menciptakan sesuatu yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan. Misalnya hak cipta lagu.Goodwill, adalah nama baik perusahaan yang melekat pada perusahaan itu sendiri. Dengan goodwill maka barang yang diproduksi dipercaya dan dibeli oleh masyarakat.
2) Akun Kewajiban
Kewajiban adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh perusahaan pada masa yang akan datang. Pengorbanan untuk masa yang akan datang ini terjadi akibat kegiatan usaha. Kewajiban ini dibedakan atas utang lancar dan utang jangkan panjang.

  • Utang Lancar , Utang lancar adalah kewajiban yang harus dilunasi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Utang lancar antara lain:
    • Wesel bayar, adalah utang yang disertai promes.
    • Utang usaha atau utang dagang, adalah kewajiban yang timbul karena pembelian jasa atau barang secara kredit.
    • Biaya yang masih harus dibayar, adalah beban yang sudah terjadi tetapi belum dibayar. Misalnya utang sewa, utang gaji dan utang bunga.
    • Pendapatan diterima di muka, adalah kewajiban yang disebabkan perusahaan menerima lebih dahulu uang sedangkan penyerahan jasa atau barang belum dilakukan.
  • Utang Jangka Panjang Utang jangka panjang adalah kewajiban yang jangka waktu pelunasannya lebih dari satu tahun. Utang ini timbul karena pelunasan perusahaan untuk membeli peralatan-peralatan baru atau mesin-mesain baru. Yang termasuk utang jangka panjang antara lain:
    • a) Utang Bank, adalah pinjaman modal kerja dari Bank untuk perluasan usaha.
    • b) Utang Hipotik, adalah pinjaman dari Bank dengan jaminan aktiva tetap.
    • c) Utang Obligasi, adalah utang yang disebabkan perusahaan menerbitkan dan menjual surat-surat berharga.
  • Utang Lain-lain Utang lain-lain adalah utang yang tidak termasuk utang lancar maupun utang jangka panjang. Misalnya utang kepada direksi dan utang kepada pemegang saham.
3) Akun Modal
Modal adalah selisih antara harta dengan kewajiban dan merupakan hak pemilik perusahaan atas sebagian harta perusahaan. Akuntansi modal pada perusahaan perseorangan disertai nama pemilik, akuntansi modal pada persekutuan disertai dengan nama sekutu. Pada perusahaan Perseroan Terbatas, akuntansi modal disebut dengan modal saham.

4) Akun Pendapatan
Pendapatan adalah hasil atau penghasilan yang diperoleh perusahaan.
Pendapatan dibedakan atas:

  • Pendapatan Usaha, adalah pendapatan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
  • Pendapatan di luar usaha, adalah pendapatan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Misalnya pendapatan sewa, pada perusahaan dagang menyewakan sebagian ruang yang tidak dipakai untuk kegiatan usaha, tetapi disewakan kepada pihak lain.

5) Akun Beban
Beban adalah pengorbanan yang terjadi selama melaksanakan kegiatan usaha untuk memperoleh pendapatan. Beban dapat dibedakan atas:

  • Beban Usaha, adalah pengorbanan yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha.
  • Beban Lain-lain, adalah pengorbanan yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan pokok usaha. Misalnya beban bunga. Beban (biaya) yang dibayar oleh perusahaan pada saat tertentu atas pinjaman yang diperoleh dari Bank.
Read More