Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribasi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Baca Juga Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajin Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghas

Yang (Bukan) Tidak Termasuk Subjek Pajak UU No. 36 Th 2008

Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 adalah: Kantor perwakilan negara asing; Penjabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuab timbal balik; Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan la

Kewajiban Pajak Subjektif

Kewajiban Pajak Subjektif berarti bahwa kewajiban pajak yang melekat pada subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. Sedangkan untuk orang yang bertempat tinggal diluar Indonesia kewajiban pajak subjektifnya ada kalau mempunyai hubungan ekonomi dengan Indonesia. Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk setiap Subjek Pajak diuraikan dalam tabel berikut ini. Baca Juga Apabila kewajiban pajak subjekif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.

Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008. 1. Subjek pajak dalam negeri, adalah: Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan funsional negara;

Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak. Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu. Baca Juga Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008 , Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut: 1.Subjek Pajak orang p

Landasan Utama Pajak Penghasilan

Bab I Pasal 1 UU PPh tentang ketentuan umum menyatakan bahwa 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Wajib Pajak atas penghasilan yang dityerima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ketentuan umum tersebut merupakan ketentuan yang menjadi dasar dan yang menjiwai ketentuan pada pasal-pasal berikutnya. Konsep penting yang terdapat dalam ketentuan umum Pasal 1 tersebut: Konsep 'Subjek Pajak' termasuk konsep 'Wajib Pajak', Konsep 'penghasilan yang diterima atau diperoleh' sebagai Objek Pajak, Konsep 'dikenakan', dan Konsep 'dalam tahun pajak'. Konsep pertama, yaitu konsep Subjek Pajak dan Wajib Pajak dijabarkan dalam Bab II UU PPh. Konsep 'penghasilan yang dirterima atau diperoleh' sebagai Objek Pajak dijabarkan dalam Bab III. Sedangkan konsep 'dikenakan' dan Konsep 'dalam tahun pajak' dijabarkan pada Bab IV sampai Bab VI. Jiwa dari ketentuan Pasal I menyatakan bahwa Pajak Penghasilan termasuk dalam kelom

Sistematika Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dikenal sebagai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Supaya pajak yang dipungut (pemajakan) oleh Negara dari rakyat tidak disamakan dengan perampokan dan supaya pelaksanaan pemajakan tidak menimbulkan kesewenang-wenangan, maka semua hal yang berkaitan dengan pemajakan harus diatur dengan undang-undang pajak (Pasal 23 ayat 2 UUD 1945). Baca Juga Berkaitan dengan Pajak Penghasilan (singkat resminya adalah PPh), segala sesuatu yang berkaitan dengan pemajakan PPh juga harus diatur dengan undang-undang. Di Indonesia undang-undang yang mengatur pemajakan PPh disebut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini adalah: Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang No. 9 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini hanya mengubah

KODE AKUN

A. Pengertian Kode Akun Pernahkah Anda mengirim surat kepada seseorang yang berada di daerah lain? Sebelum surat itu Anda masukkan ke Kantor Pos tentunya Anda lebih dahulu menulis kode pos alamat tujuan bukan? Mengapa penulisan kode pos itu selalu diingatkan oleh petugas pos? Tujuannya tak lain adalah untuk memudahkan pihak pos untuk menyampaikan surat kepada si penerima surat. Demikian pula halnya dengan kode akun dalam akuntansi. Kode akun itu dicantumkan untuk memudahkan proses pencatatan, pencarian dan penyimpanan serta pembebaban yang dituju pada setiap akun. Jadi apa yang dimaksud dengan kode akun itu? Kode akun adalah pemberian tanda/nomor tertentu dengan memakai angka, huruf atau kombinasi angka dan huruf pada setiap akun. Bagus! Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kode akun harus bersifat membantu memudahkan pencatatan, pengelompokkan dan penyimpanan setiap akun. Oleh karena itu kode akun hendaknya memiliki kriteria seperti, mudah diingat, konsisten, sederhana d

Prinsip Dasar Akuntansi

Prinsip dasar akuntansi merupakan pondasi bagi seorang akuntan, sudah jelas bahwa prinsip akuntansi ini perlu dipahami dan diaplikasikan dalam menyusun laporan keuangan. Bagi kalian mahasiswa yang sedang dalam proses belajar, beruntung kalian memiliki kesadaran untuk memahami prinsip dasar ini, karena diluar sana banyak juga akuntan yang sering tidak memahami prinsip ini, mereka hanya menghafal tanpa pemahaman yang cukup. Penting ya mempelajari prinsip dasar seperti ini? Ya penting dong, kalian mungkin bisa memperlakukan transaksi umum yang pernah dipelajari dengan tepat, seperti transaksi penjualan, pembelian, utang piutang, dan lain-lain, tapi bagaimana jika ada transaksi yang benar-benar baru dalam dunia akuntansi? Karena itulah sekiranya penting untuk mempelajari prinsip dasar akuntansi ini. Nah, apa saja sih prinsip dasar akuntansi tersebut? Berikut list dan penjelasannya: 1. Prinsip Biaya Historis (Historical Cost Principle) Prinsip ini menghendaki digunakann

ASUMSI DASAR AKUNTANSI

Sebagai suatu sistem, maka di dalam akuntansi dikenal beberapa dasar anggapan (asumsi). Ada 10 asumsi dasar akuntansi menurut Paul Grady (AICPA) yaitu: Suatu masyarakat dan susunan pemerintahan yang menjamin hak milik pribadi (Asociety and Government Structure honering property right) Kesatuan usaha yang spesifik (Specific Business Entities) Kontinuitas Usaha (Going Concern) Penggunaan unit moneter di dalam rekening-rekening (Monetary Expression in Accounts) Konsistensi antara periode-periode untuk kesatuan usaha yang sama (Consistency between periods for the same entity) Perbedaan dalam akuntansi di antara kesatuan-kesatuan yang bebas (Diversity in Accounting among independent entities) Konservatif (Conservatism) Ketergantungan data dari pengendalian intern (Dependability of data through internal control) Cukup berarti (Materiality) Batas waktu dalam penyusunan laporan keuangan membutuhkan taksiran-taksiran (Timeliness in financiall reporting requires estimates)

JENIS-JENIS BASIS AKUNTANSI

Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi ini berhubungan dengan waktu kapan pengukuran dilakukan.  Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas dan basis akrual. Selain kedua basis akuntansi tersebut terdapat banyak variasi atau modifikasi dari keduanya, yaitu modifikasi dari akuntansi berbasis kas, dan modifikasi dari akuntansi berbasis akrual. Jadi dapat dikatakan bahwa basis akuntansi ada 4 macam, yaitu: 1. Akuntansi berbasis kas (cash basis of accounting); 2. Modifikasi dari akuntansi berbasis kas (modified cash basis of accounting); 3. Akuntansi berbasis akrual (accrual basis of accounting); 4. Modifikasi dari akuntansi berbasis akrual (modified accrual basis of accounting).

UNSUR-UNSUR LAPORAN KEUANGAN (Harta, Kewajiban, Modal, Pendapatan, dan Beban)

1) Akun Harta (Assets) Harta lancar, adalah harta yang berupa uang kas/bank dan harta yang sangat mudah dijadikan uang atau umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Yang termasuk harta lancar adalah: Kas adalah Uang tunai yang siap digunakan dan bebas digunakan setiap saat baik yang ada dalam perusahaan maupun saldo rekening giro perusahaan yang terdapat dalam bank. Surat-surat berharga (efek) Surat-surat yang dimiliki perusahaan untuk diperjual-belikan. Gunanya untuk memanfaatkan dana kas/bank yang dipakai. Wesel tagih adalah piutang yang diperkuat dengan promes. Piutang adalah tagihan pada pihak lain baik perorangan maupun badan usaha. Persedian barang dagang adalah persediaan barang yang tersedia untuk dijual (dalam perusahaan dagang), persediaan bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi (dalam perusahaan manufaktur). Perlengkapan adalah barang-barang yang digunakan untuk kegiatan perusahaan dan diperkirakan habis dipakai dalam setahun. Misalnya perlengkapan kant