Langsung ke konten utama

Pendekatan yang Digunakan Oleh Pemerintah Indonesia dalam Penyusunan Anggaran

Ada dua pendekatan yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam penyusunan anggaran yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan kinerja.

1. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)

Anggaran yang disusun dengan menggunakan pendekatan tradisional disebut anggaran tradisional (traditional budget). Ciri-ciri anggaran tradisional yaitu :
  • Bersifat line items yaitu anggaran disusun berdasarkan daftar belanja yang akan dilakukan oleh organisasi, sehingga bentuknya terlihat seperti daftar pos-pos belanja dari suatu organisasi.
  • Bertujuan membatasi pengeluaran atau mengendalikan belanja organisasi. Karena besarnya anggaran sudah ditentukan sesuai plafond/pagu, maka pimpinan dapat mencegah dan mengendalikan agar tidak terjadi overspending yaitu pengeluaran yang terlalu besar atau melebihi plafond/pagu yang telah ditetapkan. 
  • Umumnya bersifat incremental, yaitu anggaran tahun sekarang disusun berdasarkan anggaran tahun sebelumnya, ditambah dengan persentase kenaikan karena adanya kenaikan inflasi, kenaikan harga BBM, kenaikan harga-harga, dan lain-lain.


Contoh bentuk anggaran tradisional yaitu :

Dalam anggaran tradisional, suatu organisasi dianggap berhasil jika pada akhir tahun anggaran mampu menghabiskan anggaran karena jika anggaran habis (terserap), maka artinya semua kegiatan yang telah direncanakan telah berhasil dilaksanakan. Sebaliknya jika pada akhir tahun anggaran masih banyak anggaran yang tersisa, maka organisasi itu dianggap tidak berhasil karena banyaknya anggaran yang tersisa artinya banyak kegiatan yang belum dilakukan. Kondisi di atas akan memacu organisasi untuk menghabiskan anggaran. Dengan kata lain, anggaran tradisional ini mendorong pengeluaran daripada penghematan. Oleh karena itu, menjelang akhir tahun anggaran (bulan November-Desember) akan nampak jelas upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi-organisasi di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah untuk menghabiskan anggaran agar pada akhir tahun anggaran (31 Desember) anggaran yang telah ditetapkan dapat habis.

Keuntungan bentuk anggaran tradisional yaitu bentuknya sederhana dan mudah dalam penyusunannya. Namun, anggaran tradisional ini banyak memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan yang paling utama dari anggaran tradisional ini yaitu mendorong pengeluaran daripada penghematan. Organisasi-organisasi akan terdorong untuk membelanjakan seluruh anggarannya, baik yang dibutuhkan maupun yang tidak dibutuhkan. Hal ini timbul karena :
  • Penilaian kinerja dalam anggaran tradisional cenderung berfokus pada belanja, dan organisasi yang membelanjakan anggarannya sesuai plafond/pagu atau di bawah plafond/pagu akan dianggap baik.
  • Jika organisasi membelanjakan jauh di bawah plafond/pagu, maka dianggap kurang/tidak baik, yang dapat berakibat jatah anggaran untuk tahun berikutnya dikurangi atau bahkan tidak mendapat anggaran lagi.


2.  Pendekatan Kinerja (Performance Approach)

Baca Juga

Anggaran yang disusun dengan menggunakan pendekatan kinerja disebut anggaran kinerja (performance budget) atau anggaran berbasis kinerja (performance based budget). Anggaran kinerja ini lahir untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional. Anggaran kinerja ini diberlakukan secara efektif di Indonesia mulai tahun 2005 berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Ciri-ciri anggaran kinerja yaitu :
  • Mengelompokkan anggaran berdasarkan program atau aktivitas.
  • Setiap program atau aktivitas dilengkapi dengan indikator kinerja yang menjadi tolok ukur keberhasilan program atau aktivitas tersebut.

Jadi, keberhasilan suatu organisasi bukan dilihat dari habisnya anggaran seperti pada anggaran tradisional, tetapi pada pencapaian indikator kinerja  yang telah ditetapkan. Anggaran kinerja ini menekankan pada aktivitas pemakai anggaran, bukan pada besarnya anggaran yang dipakai.

Contoh bentuk anggaran kinerja yaitu :

Pada contoh anggaran di atas, keberhasilan Dinas PU dalam melaksanakan program perbaikan drainase di Jalan A, bukan dilihat dari habisnya anggaran, tetapi dilihat dari pencapaian indikator kinerja yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, Dinas PU dinilai berhasil melaksanakan program perbaikan drainase di Jalan A jika ketinggian genangan air di Jalan A pada saat hujan lebat berkurang hingga 75 %. Pada anggaran kinerja, tidak menjadi masalah jika masih ada sisa anggaran, yang penting indikator kinerja tercapai. Jadi kriteria keberhasilan organisasi bukan dilihat dari habisnya anggaran tetapi dari tercapainya indikator kinerja yang telah ditetapkan.

Anggaran kinerja ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
  • Mengalihkan perhatian dari pengendalian anggaran ke pengendalian manajerial.
  • Manajemen memiliki alat pengendalian yang lebih baik terhadap bawahannya karena tidak hanya melihat banyaknya uang yang dibelanjakan, tetapi juga menilai kinerja bawahan dalam melaksanakan suatu program atau aktivitas.
  • Dianggap lebih sesuai dengan organisasi pemerintah sebagai organisasi sektor publik yang bersifat nirlaba (tidak mengejar keuntungan) tetapi lebih berorientasi pada kualitas pelayanan.

Selain keuntungan-keuntungan tersebut, anggaran kinerja juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
  • Tidak banyak pegawai di bagian anggaran atau akuntansi yang memiliki kemampuan memadai untuk menyusun indikator kinerja untuk setiap program atau aktivitas.
  • Tidak semua program atau aktivitas dapat ditetapkan indikator kinerjanya secara akurat dalam bentuk angka.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIAYA OVERHEAD PABRIK DEPARTEMENTALISASI

Pada perusahaan yang besar dan pengelolaan produk melalui beberapa tahapan kegiatan produksi perlu dikorelasikan dengan bagian atau departemen oleh karena itu harus dilakukan departemetalisasi berkaitan dengan unsur biaya overhead pabrik. Departemantailsasi biaya overhead pabrik semakin dibutuhkan pada pabrik yang mengolah produk atau pesanan yang tidak selalu mengikuti proses yang sama atau memungkin produk tersebut dijual sebelum melalui beberapa tahapan pengolahan, misalnya pabrik tekstil yang dapat menjual benang dan mori yang belum disempurnakan yang dihasilkan. Departemantlisasi merupakan  biaya overhead pabrik adalah pembagian pabrik ke dalam bagian-bagian yang disebut departemen atau cost center (pusat biaya) kedalam biaya overhead pabrik yang dibebankan. Untuk tujuan pembebanan biaya overhead pabrik (BOP) kepada produk, tarif BOP akan dihitung untuk setiap departemen produksi sehingga produk atau order akan dibebani BOP sesuai dengan departemen produksi yang dilakukannya

Menghitung Tarif Biaya Overhead Pabrik/ BOP (Overhead Rate)

Menghitung Tarif Biaya Overhead Pabrik/ BOP (Overhead Rate) Tarif BOP diperlukan dalam rangka penentuan harga pokok produksi. Berdasarkan penentuan biaya BOP untuk masing-masing bagian, maka dapat dihitung tarif BOP dengan cara membagi BOP dianggarkan dengan tingkat kegiatan di masing-masing departemen (bagian). Penentuan tarif biaya overhead pabrik dilaksanakan melalui tiga tahap berikut: 1.    Menyusun anggaran BOP Dalam menyusun anggaran BOP harus diperhatikan tingkat kegiatan yang akan dipakai sebagai dasar penaksiran BOP. Ada tiga macam kapasitas yang dapat dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran BOP antara lain: a.    Kapasitas Praktis    Untuk menentukan besarnya kapasitas praktis dan kapasitas normal terlebih dahulu harus ditentukan kapasitas teoritis, yakni volume produksi maksimum yang dapat dihasilkan oleh pabrik. Kapasitas teoritis dapat diartikan sebagai kapasitas pabrik atau suatu departemen untuk menghasilkan produk pada kecepatan penuh tanpa berhent

Karakteristik Audit Kinerja

Karakteristik audit kinerja adalah sesuatu yang hanya dimiliki oleh audit kinerja, yang membedakan audit kinerja dengan jenis audit lainnya. Menurut Profesor Soemardjo Tjitrosidojo (1980) yang dikutip oleh I Gusti Agung Rai terdapat beberapa karakteristik dari audit kinerja, adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan operasional, dengan menggunakan perbandingan dengan cara pemeriksaan oleh dokter, haruslah merupakan pemeriksaan semacam “medical check up” (penelitian kesehatan), dan bukan merupakan pemeriksaan semacam “otopsi post mortem” (pemeriksaan mayat); jadi, pemeriksaan seharusnya dimaksudkan agar si pasien memperoleh petunjuk agar ia selanjutnya dapat hidup lebih sehat dan bukan sebagai pemeriksaan untuk menganalisis sebab-sebab kematian. b. Pemeriksa haruslah wajar (fair), objektif, dan realistis selain itu berfikir secara dinamis, konstruktif, dan kreatif. Pemeriksa pun harus dapat bertindak secara diplomatis. c. Pemeriksa (atau setidaknya tim pemeriksa secara kol