Contoh KASUS Prakek Transfer Pricing Pada PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia

KASUS PADA PT. TOYOTA
Direktorat Jenderal Pajak mencurigai adanya praktik transfer pricing yang dilakukan oleh PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) setelah secara simultan melakukan pemeriksaan terhadapsurat pemberitahuan pajak tahunan (SPT) PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia pada tahun 2005. Selain itu, perhitungan dan penyampaian pajak pada tahun 2007 dan 2008 juga tidak luput dari pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Permeriksaan ini dilakukan karena Toyota merasa bahwa pada tahun tersebut mereka kelebihan dalam membayar pajak, sehingga meminta negara untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajaknya tersebut (restitusi). Berdasarkan pemeriksaan pada SPT tahun 2005, ditemukan sejumlah kejanggalan, yakni turunnya laba bruto lebih dari 30 persen, dari sebelumnya Rp.1,5 triliun pada tahun 2003 menjadi Rp.950 miliar pada tahun 2004. Selain itu, rasio gross margin atau perimbangan antara laba kotor dengan tingkat penjualan juga menurun dari 14,59 persen pada tahun 2003 menjadi hanya 6,58 persen di tahun 2004.

Pada pertengahan tahun 2003, Astra menjual sebagian besar sahamnya di Toyota Astra Motor kepada Toyota Motor Corporation Jepang. Alasan penjualan saham tersebut adalah, Astra mempunyai utang jatuh tempo yang tidak bisa ditangguhkan lagi. Sehingga saat ini, Toyota Motor Corporation Jepang menguasai 95 persen saham Toyota Astra Motor. Nama perusahaan berubah menjadi Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Untuk menjalankan fungsi distribusi di pasar domestik, Astra dan Toyota Motor Corporation Jepang kemudian mendirikan perusahaan agen tunggal pemegang merek (ATPM) dengan nama lama,Toyota Astra Motor (TAM). Pada perusahaan ini, Astra menjadi pemegang saham mayoritas dengan menguasai 51 persen saham. Sisanya milik Toyota Motor Corporation Jepang. Setelah restrukturisasi pada tahun 2003 itulah, laba gabungan kedua perusahaan Toyota anjlok. Melorotnya keuntungan Toyota membuat setoran pajaknya pada pemerintah  juga berkurang. Sebelumnya, perusahaan ini bisa membayar pajak sampai setengah triliun rupiah. Pada 2004, pasca-restrukturisasi, dua perusahaan Toyota (TMMIN dan TAM) hanya membayar pajak Rp 168 miliar.Anehnya meski laba turun, omzet produksi dan penjualan singapura.

Adapun rincian beberapa penjualan kepada PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di singapura adalah sebagai berikut:
  • Penjualan mobil fortuner dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di Singapura dengan harga penjualan 3,49 persen dibawah COGS.
  • Penjualan mobil inova diesel dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di Singapura dengan harga penjualan 1,73 persen dibawah COGS.
  • Penjualan mobil inova bensin dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di Singapura dengan harga penjualan 5,14 persen dibawah COGS.
  • Penjualan mobil rush dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di Singapura denganharga penjualan 1,15 persen diatas COGS.
  • Penjualan mobil terios dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di Singapura dengan harga penjualan 2,69 persen diatas COGS.
Sudah merupakan hal yang lazim dilakukan oleh perusahaan multinasional seperti Toyota, bahwa praktik transfer pricing digunakan untuk meminimalkan pembayaran pajak mereka. Dengan memanfaatkan celah-celah peraturan yang ada, yakni dengan cara memindahkan keuntungan ke perusahaan terafiliasi yang berada di luar negeri, tentunya dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Skema penjualan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) ke luar negeri adalah sebagai berikut:

Penjualan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di Singapura dengan harga di bawah COGS adalah sengaja dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pengenaan tarif pajak yang tinggi di Indonesia, yakni sebesar 25 persen dan mengalihkan laba tersebut kepada perusahaan terafiliasi di negara lain, yakni PT. Toyota Asia Pasific yang berlokasi di Singapura, karena sebagaimana kita ketahui bahwa tarif pajak penghasilan di Singapura merupakan yang terendah di ASEAN yakni sebesar 17 persen. Sedangkan untuk penjualan di dalam negeri, yakni dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada PT. Toyota Astra Motor (TAM) untuk tipe mobil yang persis dijual dengan nilai keuntungan bruto sebesar 3,43 –7,67 persen. Direktorat Jenderal Pajak telah memiliki peraturan tentang tranfer pricing,yang secara umum diatur dalam pasal18 UU Nomor 36 Tahun2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (arm’s length principle) dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya. 
Hubungan istimewa dikatakan terjadi jika
(i) Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung maupun tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain;

(ii) Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau

(iii) terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Aturan lebih lanjut dan detail tentang transfer pricing termuat dalamPeraturan Dirjen Pajak Nomor 43 Tahun 2010 yang diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011. Di dalam aturan ini disebutkan pengertian arm’s length principle yaitu harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar dalam hal ini otoritas pajak berhak menentukan kewajaran harga penjualan suatu perusahaan dengan cara membandingkan harga tersebut dengan transaksi perusahaan sejenis di luar negeri. Peraturan ini merujuk pada Transfer Pricing Guideline yang disusun Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Petugas pajak kemudian menggunakan lima perusahaan otomotif yang dianggap memiliki karakteristik serupa sebagai pembanding untuk Toyota. Kelima perusahaan itu adalah Hindustan Motors (India), Yulon Motor (Taiwan), Force Motor Limited (India), Shenyang Jinbei, dan Dongan Heibao (Cina).

Dari penelaahan atas transaksi afiliasi kelima perusahaan itu, pemeriksa menetapkan bahwa kisaran keuntungan bruto yang dapat dinilai wajar (arm’s length range) untuk perusahaan otomotif yang melakukan ekspor adalah 3,22 -13,58 persen. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, pemeriksa pajak mengkoreksi harga pada transaksi PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada Toyota Motor Asia Pacific di Singapura, yang menyebabkan omzet penjualan mereka pada tahun 2007 meningkat sekitar Rp 500 miliar menjadi Rp.27,5 triliun. 


EmoticonEmoticon