AKUNTANSI
DANA DI RUMAH SAKIT
Dalam akuntansi dana
untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi keuangan mengharuskan
pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua, yaitu:
·
Dana
Tidak Terikat (Unrestricted Fund), Yaitu dana
yang tidak dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.
·
Dana
Terikat (Restricted Fund), Yaitu dana
yang dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya muncuul karena
permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat tidaknya
aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain (donor)
yang memberikan sumber keuangan.
Tidak ada PSAK khusus yang mengatur
standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling “cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah
PSAK 45 tentang organisasi nirlaba. Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak
berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun
aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:
1. Dana tidak terikat
2. Dana terikat sementara
3. Dana terikat permanen
RUMAH
SAKIT SEBAGAI BLU
Standar
Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit
Pelanggan baik eksternal maupun
internal mempunyai keinginan- keinginan ataupun harapan terhadap jasa yang
disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan
yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian
pelanggan eksternal sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan dapat dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan tenaga profesi mengajukan
persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi standar profesi, sedangkan
pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif dan efisien.
Jadi mutu dapat dipandang dari
berbagai sudut pandang Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD
menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya
serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
Dalam hal rumah sakit pemerintah di
daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah
dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut
harus memenuhi persyaratan, yaitu :
·
Fokus pada jenis pelayanan, dalam
arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan
fungsi BLU/BLUD
·
Terukur, merupakan kegiatan yang
pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
·
Dapat dicapai, merupakan kegiatan
nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan
tingkat pemanfaatannya;
·
Relevan dan dapat diandalkan,
merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang
tugas dan fungsi BLU/BLUD;
·
Tepat waktu, merupakan kesesuaian
jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang
telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan
atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas
dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh rumah
sakit kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan
peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang
diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1. kontinuitas
dan pengembangan layanan;
2. daya
beli masyarakat;
3. asas
keadilan dan kepatutan; dan
4. kompetisi yang sehat.
Penentuan tarif harus berdasar unit
cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit pemerintah
harus mampu melakukan penelusuran (cost
tracing) terhadap penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam
layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis aggaran ataupu
subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak mendukung
untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan.
Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya
berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi
yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua
biaya, diluar subsidi yang diharapkan.Yang perlu diperhatikan adalah usulan
tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu namun berdasar pada kajian yang
dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan
penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah
sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik
rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
· Pengelolaan Keuangan
Adanya desentralisasi dan otonomi
daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12
Tahun 2008), UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan
APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan
Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah harus melakukan
banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun penganggarannya,
termasuk penentuan biaya.
Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun
2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan menjadi BLU.
Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak
lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus
mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada
prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang
akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai dengan
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).
Penyusunan anggaran rumah sakit
harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator
input, indikator proses dan
indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman
Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD,
pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri
No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah.
· Pelaporan dan Pertanggungjawaban
BLU sebagai instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba.
Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa
“Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”.
Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau
organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi
Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK
(Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI.
Sebagai organisasi kepemerintahan yang
bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga
menggunakan SAP bukan SAK. Laporan keuangan
rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh pihak
manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas.
Laporan keuangan tersebut merupakan
penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas
tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti
ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu
sebagai organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan
keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan
keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.
Adapun Laporan Keuangan rumah sakit
pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus
menyediakan
informasi untuk:
1. Mengukur
jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
2. Pertanggungjawaban
manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan
arus kas);
3. Mengetahui
kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
4. mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan
dalam bentuk laporan aktivitas).
Sehingga, laporan keuangan rumah
sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:
1. Laporan
posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi
aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva
bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan
terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan
penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan
temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang
menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu
atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;
2. Laporan
aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih);
3. Laporan
arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan
aktivitas pendanaan;
4. Catatan
atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer,
dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
Dalam hal konsolidasi laporan
keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit
pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan
yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum).
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang
Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula
dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam
rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya,
menyusun dan menyajikan:
1. Laporan Keuangan; dan
2. Laporan Kinerja.
Laporan Keuangan tersebut paling
sedikit terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran
dan/atau Laporan Operasional;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Keuangan rumah sakit
pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada entitas pelaporan direviu
oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/lembaga.
Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan
anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan
Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.
Laporan keuangan rumah sakit
merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai media penyampaian laporan
keuangan suatu entitas. Laporan keuangan
rumah sakit merupakan penyamapaian informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap entitas tersebut. Nilai lebih
dari rumah sakit pemerintah menjadi badan layanan uumun ditinjau dari isi
pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan
keuangan organisasi nirlaba dan menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit
oleh auditor independence. Dengan kesanggupan tersebut
tentu saja diharapkan rumah sakit dapat mencapai tata kelola yang baik dan
pelaporan yang transparans.
EmoticonEmoticon