RMK Audit Prosedur dan Audit Teknik : Audit Plan (Pemeriksaan Akuntansi)

A. Audit Plan (Perencanaan Pemeriksaan)
Perencanaan dan supervisi berlangsung terus-menerus selama audit, dan prosedur yang berkaitan sering kali tumpang tending(overlap). Audior sebagai penanggung jawab akhir atas staf lain dalam kantor akuntannya (asisten).
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas, dan saat perencanaan bervareasi dengan ukuran dan kompleksitas suatu usaha, pengalaman mengenai satuan usaha, dan pengetahuan tentang bisnis satuan usaha. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan antara lain:
  1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industry dimana satuan usaha tersebut beroperasi didalamnya.
  2. Kebijakan  dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut
  3. Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang segnifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan
  4. Penetapantingkat resiko pengendalian yang direncanakan
  5. Pertimbangan awal tentang tingkat meterialitas untuk tujuan audit
  6. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment)
  7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti resiko kekeliruan dan ketidakberesan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
  8. Sifat laporan audit yang diharapkan akan diserahkan kepada pemberi tugas (sebagai contoh, laporan audit tentang laporan keuangan konsolidasi, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak/perjanjian).
Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan supervise biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan dengan satuan usaha dan diskusi dengan staf laindalam kantor akuntan dan pegawai satuan usaha tersebut. Contoh prosedur tersebut meliputi:
  1. Mereview arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanen, laporan keuangan, laporan audit tahun lalu
  2. Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit dengan staf kantor akuntan yang bertanggung jawab atas jasa non audit bagi satuan usaha
  3. Mengajukan pertanyaan terhadap perkembangan bisnis saat ini yang berdampak terhadap satuan usaha
  4. Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan
  5. Membicarakan tipe, luas, dan waktu audit dengan manajemen, dewan komisaris, atau komite audit
  6. Mempertimbangkan dampak diterapkannya pernyataan standar akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, terutama yang baru
  7. Mengkoordinasi bantuan dari pegawai satuan usaha dalam penyiapan data
  8. Menentukan luasanya keterlibatan jika ada konsultan, spesialis, dan auditor intern
  9. Membuat jadwal pekerjaan audit ( time schedule)
  10. Menentukan dan mengkoordinasikan kebutuhan staf audit
  11. Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh tambahan informasi tentang tujuan audit  yang akan dilakasanakan sehingga auditor dapat mengartisipasi dan memberikan perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan yang dipandang perlu
Agar dapat membuat perencanaan audit dengan sebaik-baiknya, auditor harus memahami bisnis lien dengan sebaik-baiknya (understanding client business), termasuk sifat dan jenis usaha klien, struktur organisasinya, struktur permodalan, metode produksi, pemasaran, distribusi dan lain-lain.
Pengetahuan mengenai bisnis satuan usaha biasanya diperoleh auditor melalui pengalaman dengan satuan usaha atau industrinya serta dari pengajuan pertanyaan kepada pegawai perusahaan. Kertas kerja audit dari tahun sebelumnya dapat berisi informasi yang bermanfaat mengenai sifat bisnis, struktur organisasi, dan karateristik operasi, serta auditor adalah publikasi yang dikeluarkan oleh industry, laporan keuangan satuan usaha lain dalam industry, buku teks, majalah, dan perorangan yang memiliki pengetahuan mengenai industry.
Pengetahuan tentang bisnis klien, membantu auditor dalam:
  • Mengidentifikasikan bidang yang memerlukan pertimbangan khusus
  • Menilai kondisi yang didalamnya dat akuntansi yang dihasilkan, diolah, di-review dan dikumpulkan dalam organisasi
  • Menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas persediaan, depresiasi, penyisihan piutang ragu-ragu persentase penyelesaian kontrak jangka panjang
  • Menilai kewajaran representasi manajemen
  • Mempertimbangkan kesesuaian standar akuntansi yang diterapkan dan kecukupan pengungkapanya
Supervisi mencakup pengaraha usaha asisten yang terkait dalam pencapaian tujuan audit dan menentukan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervise adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetatp menjaga penyampaian informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, me-review pekerjaan yang dilaksanakannya, dan menyelesaikan perbedaan pendapat di antara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervise yang memadai bagi suatu keadaan tergantung atas banyak factor, termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang kutan dengan melaksanakan audit.
Para asisten harus di beritahu tanggung jawab mereka dan tujuan prosedur audit yang mereka laksanakan. Mereka harus di beritahu hal-hal yang kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, luas, dan saat prosedur yang harus dilaksanakan, seperti sifat bisnis satuan usaha yang bersangkutan dengan penugasan dan masalah-masalah akuntansi dan audit. Auditor dengan tanggung jawab akhir untuk setiap audit harus mengarahkan asisten untuk mengemukakan pertanyaan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit sehingga auditor dapat menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut.
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh asisten hrus direview untuk menentukan apakah pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara memadai dan menilai apakah hasilnya sejalan dengan kesimpulan yang disajikan dalam laporan audit.
Auditor harus menyusun Audit Plan, segera setelah Engagement Letter disetujui oleh klien.
Isi dari Audit Plan mencakup:
a. Hal-hal yang mengenai klien
  1. Bidang usaha Klien, Alamat, Nomor Telephon, facsimile dan lain-lain
  2. Status Hukum Perusahaan ( berdasar akta Pendirian )
  3. Accounting policy ( kebijakan akuntansi )
  4. Neraca ( laporan posisi keuangan) komparatif dan perbandingan penjualan Laba/Rugi tahun lalu dan sekarang. Perbandingan antara Neraca tahun lalu dan Neraca tahun sekarang/ bulan terakhir tahun sekarang agar diperoleh gambaran mengenai ukuran besar kecilnya perusahaan
  5. Client contact yaitu mengenai nama dari orang-orang yang akan sering dihubungi auditor misalnya:
    • Presiden Direktur
    • Controller, Chief  Accountant
    • Dewan komisaris dan komite Audit
  6. Accounting, Auditing & Tax Problem, harus dijelaskan persoalan-persoalan yang ( mungkin) akan dihadapi oleh klien, seperti:
  • Accounting Problem, misalnya:
    • Perubahan metode pencatatan dari menual ke computer
    • Revaluasi fixed asset
    • Perubahan metode atau tarif penyusutan
  • Auditing Problem, misalnya:
    • Hasil konfirmasi tahun lalu tidak memuaskan
    • Perubahan accounting policy
  •  Tax Problem, misalnya:
    • Masalah restitusi, kekurangan penyetoran
    • Adanya 2 pembukuan
b.Hal-hal yang mempengaruhi Klien, bias didapat dari majalah-majalah ekonomi/surat kabar, antara lain: Business News, ekonomi keuangan Indonesia.
c. Rencana Kerja Auditor
Hal-hal yang penting antara lain:
·         Staffing
·         Waktu Pemeriksaan
·         Jenis jasa yang diberikan
·         Bantuan-bantuan yang dapat diberikan klien
·         Time Schedule
B.     Audit Program
Setelah audit plan disusun, tetapi sebelum pemeriksaan lapangan dimulai, auditor harus menyusun audit program yang merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis.
Audit program membantu auditor dalam memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan
Audit program harus menggariskan dengan rinci, prosedur audit yang menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit
Audit program yang baik harus mencantumkan:
a.       Tujuan pemeriksaan
b.      Prosedur audit yang akan dijalankan
c.       Kesimpulan pemeriksaan
Sebagian KAP menggunakan audit program yang sudah distandarisasi dan digunakan di setiap kliennya, sebagian lagi menggunakan audit program yang disusun sesuai kondisi dan situasi di perusahaan (tailor made). Akan lebih baik jika audit program dibuat terpisah untuk Compliance test dan substantive test.
C.     Audit Procedures dan Audit Teknik
Audit Procedures adalah langkah-langkah yang harus dijalankan oleh auditor dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat di perlukan oleh asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secar efisien dan efektif.
Audit procedures dilakukan dalam rangka mendapatkan bahan-bahan bukti (audit avidence) yang cukup untuk mendukung pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan
Untuk itu di perlukan audit teknik, yaitu cara-cara untuk memperoleh audit evidence seperti : konfirmasi, observasi, inspeksi, Tanya jawab(inquiry) dan lain-lain
D.    Resiko Audit dan Materialitas
Dalam PSA No.25, diberikan pedoman bagi auditor dalam mempertimbangkan resiko dan materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasar standar auditing yang ditetapakan Ikatan Akuntan Indonesia:
  • Resiko audit dan materialita mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan audit bentuk baku. Resiko audit dan materialaitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut
  • Adanya resiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai berikut :”karena sifat bukti audit karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Resiko audit adalah resiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
  • Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Frasa”menyajikan secar wajar, dalam semua hal yang material, keyainan auditor bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material.
  • Baca Juga

  • Laporan keuangan yang mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya secra individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar dalam semua hal material, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Salah saji dpat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan
  • Dalam perencanaan audit, auditor berkepentingan dengan masalah-masalah yang mungkin material terhadap laporan keuangan, auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa salah saji yang di sebabkan karena kekeliruan atau kecurangan, tidk material terhadap laporan keuangan
  • Istilah kekliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak di sengaja jumlahnya atau pengungkpan dalam laporan keuangan. Kekliruan mencakup :
    • Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusun laporan keuangan
    • Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta
    • Kekeliruan dalam penerapan standar akuntansi yang berkaitan dengan jumlah klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan
  • Meskipun kecurangan merupakan pengertia yang luas dari segi hokum, kepentingan auditor secara khusus berkaitan dengan tindakan curang yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan. Dua tipe salah saji relevan dengan pertimbangan auditor dalam audit laporan keuangan yangsalah saji timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap asset. Dua tipe salah saji ini dijelaskan lebih lanjut dalam SA seksi 316 ( PSA No. 32 dan PSA No. 70 ) pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan. Fakta utam yang membedakan kecurangan dengan kekeliruan adalah apakah tindakan  yang mendasarinya yang berakibat pada salah saji dalam laporan keuangan merupakan tindakan yang disengaja atau tidak disengaja
  • Pada waktu pempertimbangkan tanggung jawab auditor memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas salah saji material, tidak ada perbedaan penting antara kekliruan dan kecurangan. Namun, terdapat perbedaan, dalam hal tanggapan auditor terhadap salah saji yang terdeteksi. Umumnya kekeliruan terisolasi, tidak material dalam pengolahan data akuntansi atau penerapan standar akuntansi tidak signifikan terhadap audit. Sebaliknya, bila kecurangan di deteksi, auditor harus mempertimbangkan implikasi integritas manajemen atau karyawan dan kemungkinan dampaknya terdapat aspek audit
  • Pada waktu menyimpulkan apakah dampak salah saji, secar individual atau secara gabungan, material, auditor biasanya arus mempertimbangkan sifat dan jumlah dalam kaitannya dengan sifat dan jumlah pos dalam lapora keuangan yang tdiaudit. Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan di suatu entitas mungkin tidak material bagi laporan keuangan entitas lain dengan ukuran dan sifat yang berbeda. Begitu juga, apa yang material bagi laporan keuangan entitas lain dengan ukuran atau sifat yang berbeda. Begitu juga, apa yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu  kemungkinan berubah dari satu priode ke priode yang lain
  • Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan professional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang digunakan oleh ouditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penglihatan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Defenisi tersebut mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif
  • Auditor harus mempertimbangkan resiko audit dan materialitas baik dalam :
    • Merencakan audit dan merancang prosedur audit
    • Mengevaluasi pakah laporan keungan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
  • Auditor harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga resiko audit dapat di batasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan profesionalnya, memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Resiko audit dapat di tentukan dalam ukuran kuantitatif dan kualitatif
  • Dalam merencakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan tingkat resiko audit yang cukup rendah dan pertimbngan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara di harapkan, dalam keterbatasan bawahan dalam proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Tingkat materialitas mencakup tingkat yang menyeluruh untuk masing-masing laporan keuangan pokok. Namun, karena laporan keuangan asli saling berhubungan dengan lebih dari satu jenis laporan keuangan, agar efisien untuk tujuan perencanaan, auditor biasanya mempertimbangkan materialitas pada tingkat kumpulan salah saji terkecil yang dapat di anggap material untuk salah satu laporan keuangan pokok. Sebagai contoh, jika auditor berkeyakinan bahwa salah saji secara keseluruhan yang berjumlah kurang lebih Rp. 100.000.000,- akan memberi pengaruh material terhadap pos pendapatan, namun baru akan mempengaruhi neraca secara material apabila mencapai angka Rp. 200.000.000,- adalah tidak memadai baginya untuk merancang suatu prosedur audit yang diharapkan dapat mendeteksi salah saji yang berjumlah Rp. 200.000.000,- saja.
  • Auditor merencanakan audit untuk mencapai keyakinan memadai guna mendeteksi salah saji yang diyakini jumlahnya cukup besar, secara individual atau keseluruhan yang secra kuantitatif berdampak material terhadap laporan keuangan. Walaupun auditor harus waspada terhadap salah saji yang mungkin material secara kuantitatif, pada umumnya adalah tidak praktis untuk merancang prosedur pendeteksiannya. SA Seksi 326 (PSA No. 07) , Bukti audit paragraph 20 menyatakan bahwa, “ auditor pada hakikatnya bekerja dalam batas-batas ekonomi, agar mempunyai manfaat ekonomi, pendapat auditor harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang wajar”.
  • Dalam situasi tertentu, untuk perencanaan audit, auditor mempertimbangkan materialitas sebelum laporan keuangan yang akan di auditnya selesai di susun. Dalam situasi lain, namun ia mungkin menyadari bahwa laporan tersebut masih memerlukan modifikasi yang signifikan. Dalam kedua keadaan tersebut, pertimbangan awal auditor  tentang materialitas  mungkin didasarkan atas laporan keuangan interim entitas tersebut yang disatukan atau laporan keuangan tahunan satu priode atau lebih sebelumnya, asalkan ia pengaruh perubahan besar dalam entitas tersebut (contoh merger) dan  perubahan lain yang relevan dalam perekonomian secara keseluruhan atau industry yang merupakan tempat entitas tersebut berusaha
  • Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, resiko audit terdiri ats (a) resiko yang meliputi resiko bawaan (inherent risk) dan resiko pengendalian (control risk) bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji ( disebabkan oleh kekliruan atau kecurangan ) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungakan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) resiko deteksi (detection risk) bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Penjelasan berikut menjelaskan resiko audit dalam konteks tiga komponen resiko di atas. Cara yang digunakan auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut dan kombinasinya melibatkan pertimbangan professional auditor tergantung pada pendekatan audit yang dilakukannya
1.      Resiko Bawaan
Resiko bawaan adalah kerntanan suatu saldo akunatau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalain yang terkait. Resiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contohnya, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika di bandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri sediaan batu bara. Akun yang terdiri atas jumlah yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung resiko lebih besar dibanding dengan akun yang sifatnya relative rutin dan berisi dat berupa fakta. Factor ekstern juga mempengaruhi resiko bawaan. Sebagai contonya, perkembangan teknologi mungkin menyebabkan  produk tertentu menjadi usang, sehingga mengakibatkan sediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Disamping itu, terhadap factor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau golongan transaksi tertentu, factor-faktor yang berhubungan dengan beberapa atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin mempengaruhi resiko bawaan yang berhunbungan dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Factor akhir ini mencakup, misalnya kekurangan modal kerja untuk melanjurkan usaha atau penurunan aktifitas industry yang di tandai oleh banyanya kegagalan usaha. Lihat SA Seksi 316 (PSA No. 32 dan PSA No. 70) pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan, paragraph 10.
2.      Resiko pengendalian
Resiko pengendalian adalah resiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Resiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern
3.      Resiko deteksi
Resiko deteksi adalah resiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Resiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Resiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semstinya, atau menafirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervise yang memadai dan pelaksanaan Pratik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
  • Resiko bawaan dan resiko pengendalian berbeda dengan resiko deteksi. Kedua resiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dulakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan resiko deteksi berhunbungan dengan prosedur audit dan dapat di ubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Resiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian. Semakin kecil resiko bawaan dan ressiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar resiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya resiko bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin kecil tingkat resiko deteksi yang diterima. Komponen resiko audit ini ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase atau secara non kuantitatif yang berkisar. Misalnya, dari minimum sampai maksimun.
AR=IR×CR×DR         atau     DR= AR/IR×CR

Dimana :
AR              = overall audit risk
IR               = inherent risk
CR             = control risk
DR             = detection risk

  • Resiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor dalam merangsang prosedur audit tergantung pada tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko ausit suatu saldo akun atau golongan transaksi dan tergantung atas penetapan auditor terhadap resiko bawaan dan resiko pengendalian. Apabila penetapan auditor terhadap resiko bawaan dan resiko pengdalian menurun, resiko deteksi yang dapat di terimanya akan meningkat. Namun, auditor tidak boleh sepenuhnya mengandalkan resiko bawaan dan resiko pengendalian denga tidak melakukan pengujian substantive terhadap saldo akunatau golongan transaksi, yang di dalamnya mungkin terkandung salah saji yangmungkin material jika digabungkan dengan salah saji yang ada pada saldo akun atau golongan transaksi lain.


EmoticonEmoticon