Langsung ke konten utama

RMK Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Pengertian Sistem
Pada dasarnya kata sistem berasal dari bahasa Yunani “Sytema” yang berarti kesatuan, yakni keseluruhan dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan satu sama lain.

Menurut Agus Mulyanto (2009:1) sistem dapat diartikan sebagai berikut :
“Sistem merupakan kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu sebagai satu kesatuan”.

Sistem merupakan kumpulan elemen-elemen baik yang berbentuk fisik maupun bukan fisik yang menunjukkan suatu kumpulan saling berhubungan diantaranya dan berinteraksi bersama-sama menuju satu atau lebih tujuan, sasaran atau akhir dari sistem.

Pengertian Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Pemerintah Daerah pada saat ini telah dituntut untuk bisa menghasilkan Laporan Pertanggungjawaban yang memiliki nilai akuntabilitas dan transparansi yang tinggi. Untuk dapat menghasilkan LPJ tersebut tentunya memerlukan sarana dan prasarana yang memadai, disertai dengan pembelajaran terhadap sumber daya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah agar dapat memahami dan melaksanakan sistem yang baru dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah (SAKD). SAKD adalah sistem informasi yang membantu proses pencatatan dan pelaporan anggaran dan keuangan daerah.

Proses penyusunan APBD yang membutuhkan waktu lama, dengan tumpukan dokumen yang memenuhi tempat, kini dengan SAKD, waktu penyusunan menjadi lebih singkat dan tidak perlu menumpuk dokumen begitu banyak, karena dibantu oleh otomatisasi dan sistem digital.

Menurut Abdul Halim (2008:35) akuntansi keuangan daerah dapat di definisikan sebagai berikut :
“Suatu proses identifikasi, pengukuran, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) yang dijadikan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan”.

Berdasarkan pengertian akuntansi pemerintah daerah maka Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) adalah 
“Serangkaian prosedur yang saling berhubungan, yang digunakan sesuai dengan skema menyeluruh yang ditunjukkan untuk menghaslkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan pihak intern dan ekstern pemerintah daerah untuk mengambil keputusan ekonomi”. (Deddi Nordiawan, 2006:5).

Sedangkan menurut Heni Nurani H (2005:110), menerangkan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) adalah :
“SAKD terdiri dari organisasi terkait, prosedur-prosedur yang diperlukan, dokumen (formulir), catatan dan pelaporan”.

Prosedur yang dimaksudkan disinilah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) suatu organisasi. Yang dimaksud dengan pengidentifikasian adalah pengidentifikasian transaksi ekonomi, agar dapat membedakan mana transaksi yang bersifat ekonomi dan mana yang tidak. Pada dasarnya transaksi ekonomi adalah aktivitas yang berhubungan dengan uang. Proses selanjutnya adalah pengukuran transaksi ekonomi yaitu dengan menggunakan satuan uang. Proses tersebut menggunakan sistem pencatatan dan dasar akuntansi tertentu.

Pelaporan transaksi ekonomi akan menghasilkan laporan keuangan yang merupakan hasil akhir proses akuntansi. Dasar atau basis akuntansi merupakan salah satu asumsi dasar dalam akuntansi yang penting. Hal ini disebabkan asumsi ini disebabkan asumsi ini menentukan kapan pencatatan suatu transaksi dilakukan, yang tidak dikenal dalam tata buku keuangan daerah selama era pra reformasi keuangan daerah.

Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 (2006:76) yang terdapat pada pasal 232 menyatakan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah merupakan :
“Serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan komputer”.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) merupakan sistem akuntansi yang terdiri dari seperangkat kebijakan, standar dan prosedur yang dapat menghasilkan laporan yang relevan, andal dan tepat waktu untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan oleh pihak intern dan ekstern pemerintah daerah untuk mengambil keputusan ekonomi. Sehingga dimensi dari Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terdiri dari :
1. Kebijakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),
2. Prosedur Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),
3. Sistem Akuntansi Sumber Daya Manusia, dan
4. Sistem Teknologi Informasi.

Namun untuk menyusun sistem akuntansi sektor publik, menurut Indra Bastian (2007:31) perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :

    Baca Juga

  1. Sistem akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip kecepatan, yaitu bahwa sistem akuntansi harus mampu menyediakan informasi yang diperlukan secara tepat waktu dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kualitas yang diperlukan.
  2. Sistem akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip keamanan. Hal ini berarti bahwa sistem akuntansi harus dapat membantu menjaga keamanan harta milik organisasi. Untuk menjaga keamanan harta milik organisasi, sistem akuntansi harus disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengawasan internal.
  3. Sistem akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip keekonomisan. Hal ini berarti biaya untuk menyelenggarakan sistem akuntansi harus dapat ditekan sehingga relatif tidak mahal. Dengan kata lain, penyelenggaraan sistem akuntansi perlu mempertimbangkan biaya versus manfaat (cost versus benefit) dalam menghasilkan suatu informasi.

Kebijakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Kebijakan dari Sistem Akuntansi Keuangan Daerah menurut Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal 239 (2006:77) terdiri dari:

  • Pengakuan Akuntansi
  • Pengukuran Akuntansi
  • Penyajian Akuntansi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIAYA OVERHEAD PABRIK DEPARTEMENTALISASI

Pada perusahaan yang besar dan pengelolaan produk melalui beberapa tahapan kegiatan produksi perlu dikorelasikan dengan bagian atau departemen oleh karena itu harus dilakukan departemetalisasi berkaitan dengan unsur biaya overhead pabrik. Departemantailsasi biaya overhead pabrik semakin dibutuhkan pada pabrik yang mengolah produk atau pesanan yang tidak selalu mengikuti proses yang sama atau memungkin produk tersebut dijual sebelum melalui beberapa tahapan pengolahan, misalnya pabrik tekstil yang dapat menjual benang dan mori yang belum disempurnakan yang dihasilkan. Departemantlisasi merupakan  biaya overhead pabrik adalah pembagian pabrik ke dalam bagian-bagian yang disebut departemen atau cost center (pusat biaya) kedalam biaya overhead pabrik yang dibebankan. Untuk tujuan pembebanan biaya overhead pabrik (BOP) kepada produk, tarif BOP akan dihitung untuk setiap departemen produksi sehingga produk atau order akan dibebani BOP sesuai dengan departemen produksi yang dilakukannya

Menghitung Tarif Biaya Overhead Pabrik/ BOP (Overhead Rate)

Menghitung Tarif Biaya Overhead Pabrik/ BOP (Overhead Rate) Tarif BOP diperlukan dalam rangka penentuan harga pokok produksi. Berdasarkan penentuan biaya BOP untuk masing-masing bagian, maka dapat dihitung tarif BOP dengan cara membagi BOP dianggarkan dengan tingkat kegiatan di masing-masing departemen (bagian). Penentuan tarif biaya overhead pabrik dilaksanakan melalui tiga tahap berikut: 1.    Menyusun anggaran BOP Dalam menyusun anggaran BOP harus diperhatikan tingkat kegiatan yang akan dipakai sebagai dasar penaksiran BOP. Ada tiga macam kapasitas yang dapat dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran BOP antara lain: a.    Kapasitas Praktis    Untuk menentukan besarnya kapasitas praktis dan kapasitas normal terlebih dahulu harus ditentukan kapasitas teoritis, yakni volume produksi maksimum yang dapat dihasilkan oleh pabrik. Kapasitas teoritis dapat diartikan sebagai kapasitas pabrik atau suatu departemen untuk menghasilkan produk pada kecepatan penuh tanpa berhent

Karakteristik Audit Kinerja

Karakteristik audit kinerja adalah sesuatu yang hanya dimiliki oleh audit kinerja, yang membedakan audit kinerja dengan jenis audit lainnya. Menurut Profesor Soemardjo Tjitrosidojo (1980) yang dikutip oleh I Gusti Agung Rai terdapat beberapa karakteristik dari audit kinerja, adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan operasional, dengan menggunakan perbandingan dengan cara pemeriksaan oleh dokter, haruslah merupakan pemeriksaan semacam “medical check up” (penelitian kesehatan), dan bukan merupakan pemeriksaan semacam “otopsi post mortem” (pemeriksaan mayat); jadi, pemeriksaan seharusnya dimaksudkan agar si pasien memperoleh petunjuk agar ia selanjutnya dapat hidup lebih sehat dan bukan sebagai pemeriksaan untuk menganalisis sebab-sebab kematian. b. Pemeriksa haruslah wajar (fair), objektif, dan realistis selain itu berfikir secara dinamis, konstruktif, dan kreatif. Pemeriksa pun harus dapat bertindak secara diplomatis. c. Pemeriksa (atau setidaknya tim pemeriksa secara kol