Teori struktur modal yang dikembangkan oleh beberapa ahli terutama digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan bisa meningkatkan kemakmuran pemegang saham melalui perubahan struktur modal. Asumsi- asumsi ini diberikan dalam rangka mempermudah pembahasan teori struktur modal. Menurut Agnes Sawir ( 2004 )
asumsi- asumsi tersebut antara lain :
- Keuntungan yang diperoleh perusahaan dianggap konstan, artinya perusahaan tidak mengadakan perubahan terhadap investasinya.
- Seluruh keuntungan yang diperoleh merupakan hak pemegang saham sehingga akan dibagikan semuanya kepada para pemegang saham.
- Hutang yang digunakan bersifat permanen, dengan arti bahwa bila ada hutang yang jatuh tempo harus di roll over atau segera diganti dengan hutang baru.
- Perusahaan dapat mengubah struktur modalnya secara langsung, misalnya mengubah obligasi menjadi saham dan sebaliknya saham menjadi obligasi dengan mudah dan tidak ada biaya transaksi.
- Tidak ada pajak ( income tax ).
- Saham dan obligasi ditransaksikan disuatu pasar modal yang sempurna.
Teori struktur modal menurut Ghosh ( 2000 ) terdiri dari :
1. Agency Theory
Manajemen merupakan agen dari pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Oleh karena itu manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Kegiatan pengawasan itu membutuhkan biaya yang disebut biaya agensi, yaitu biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
2. Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Huston ( 2001 : 36 ) adalah suatu tindakan memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara- cara lain termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal
3. Pecking Order Theory
Pecking Order Theory yang dikenal dengan Asymmetric Information Theory. Asymmetric information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Huston ( 2001 : 35 ) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Dengan demikian pihak manajemen mungkin berfikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue ( terlalu mahal ) maka akan lebih baik jika menawarkan saham baru sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari seharusnya. Tetapi para pemodal menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, kemungkinanya adalah harga saham sedang terlalu mahal dan sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga lebih rendah. Hal itu dilakukan dengan alasan emisi saham baru akan menurunkan harga saham.
Baca Juga
4. Trade Off Theory
Konsep Trade Off dalam Balancing Theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai Trade off Theory. Berdasarkan teori Modigliani dan Miller ( 1958 ) mengatakan bahwa semakin besar hutang yang digunakan semakin tinggi nilai perusahaan. Model MM mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan, sehingga teori ini diperbaharui lagi oleh Stiglist ( 1969 ) yang mengatakan jika semakin besar hutang perusahaan, maka perusahaan tersebut akan mengalami kebangkrutan akibat ketidakmampuan perusahaan untuk membayar hutang- hutang tersebut. Sementara struktur modal yang optimal adalah terbentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya kebangkrutan.
Lanjutann...... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
EmoticonEmoticon