BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Audit terhadap siklus
pendapatan mencakup dua pendekatan yaitu pengujian kepatuhan dan pengujian
substansi. Pengujian kepatuhan bertujuan untuk memahamai struktur pengendalian
intern terhadap siklus penjualan, yang selanjutnya digunakan sebagai dasar
pengujian substansi. Pengujian substansi dimaksudkan untuk melakukan verifikasi
terhadap kelayakan jumlah rupiah serta kesesuaian penyajiannya dengan prinsip
akuntansi yang diterapkan di Indonesia. Kedua pendekatan ini sangat berbeda
dalam imlpementasinya, sehingga program audit untuk yang kedua pendekatan
tersebut juga sangat berbeda.
Sebelum membahas
lebih lanjut siklus pendapatan ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian
pendapatan dan penghasilan. Pendapatan merupakan terjemahan dari istilah
revenue yang merupakan pendekatan gross sedangkan penghasilan merupakan
penterjemahan istilah income yang merupakan pendekatan netto. Dengan pengertian
peristilahan tersebut istilah revenue cycle diterjemahkan dengan siklus
pendapatan. Istilah penerimaan digunakan untuk menterjemahkan istilah receipt,
sehingga cash receipt di istilahkan dengan penerimaan kas.
Dalam pembahasan
ini, sistem penjualan tidak dibahas mengingat keterbatasan ruang lingkup
pembahasan. Dengan demikian kami disini akan membahas salah satu aspek yaitu
system penjualan kredit dan system penerimaan kas. System penjualan kredit dan
system penerimaan kas menjadi materi pembahasan dengan pertimbangan sebagian
besar perusahaan menggunakan mekanisme penjualan kredit dan tunai.
Transaksi
penjualan dalam suatu perusahaan mengakibat transfer kekayaan (dalam hal ini
barang-barang atau jasa-jasa) kepada pihak lain dan mengakibatkan terbentuknya
aktiva baru berupa kas atau piutang dagang. Meskipun demikian harus disadari
bahwa proses penjualan tidak selalu akan mengakibatkan terbentuknya aktiva baru
tersebut, mengingat dalam penjualan sering terjadi kegagalan atau pembatalan
dari pihak pelanggan. Oleh karena itu dalam siklus pendapatan ditemukan adanya
transaksi penyesuaian penjualan (sales adjustment). Sebagai akibatnya siklus
pendapatan juga terbentuk dari beberapa system yang antar lain:
1. Sistem
Penjualan Kredit (kredit dan tunai),
2. Sistem Penerimaan Kas,
3. Penyesuaian
Penjualan yang meliputi potongan penjualan, return and allowance dan rekening
uncollectible.
Ketiga subsistem
tersebut diatas, secar bersama-sama membentuk siklus pendapatan. Ditinjau dari
sudut pandang auditor ketiganya memiliki satu kesatuan proses audit yang dengan
sendirinya mudah mengikuti jejak transaksi dari satu system ke system lainnya,
rekening-rekening yang terkait dengan siklus pendapatan meliputi:
1. Penjualan (sales),
2. Kos penjualan (cost of sales),
3. Kas,
4. Piutang Dagang (account receivable,
5. Persediaan (inventory),
6. Potongan Penjualan,
7. Pencadangan dan Kembalian Piutang,
8. Pencadangan Kerugian Piutang (allowance
for uncollectible accounts),
9. Kerugian Piutang (bad debts expence).
Semua
rekening-rekening tersebut diatas dipengaruhi secara langsung oleh transaksi
siklus pendapatan. Dengan demikian besarnya jumlah rupiah yang disajikan dalam
rekening-rekening tersebut saling berelasi dan saling mempengaruhi rekening
yang lain.
BAB 2
PEMBAHASAN
Definisi Audit Siklus Pendapatan dan Uji
Substantif
Siklus
pendapatan adalah rangkaian aktivitas bisnis dan kegiatan pemrosesan informasi
terkait yang terus berlangsung dengan menyediakan barang dan jasa ke para
pelanggan dan menagih kas sebagai pembayaran dari penjualan2 tersebut. Tujuan
utama siklus pendapatan adalah menyediakan produk yang tepat di tempat dan
waktu yang tepat dengan harga yang sesuai.
Pengujian
substantif (Substantive Test) adalah perosedur yang digunakan untuk menguji
kekeliruan atau ketidakberesan dalam bentuk uang yang langsung mempengaruhi
kebenaran saldo laporan keuangan. Kekeliruan tersebut sering disebut dengan
salah saji moneter (dalam satuan mata uang) yang merupakan indikasi yang jelas
terjadinya salah saji dalam saldo laporan keuangan.
Tujuan pengujian
substantive atas transaksi adalah untuk menentukan apakah transaksi akuntansi
klien telah diotorisasi dengan pantas, dicatat dan diiktisarkan dalam jurnal
dengan benar dan diposting ke buku besar dan buku tambahan dengan benar.
Tujuan Audit
Tujuan audit
terhadap transaksi siklus pendapatan adalah untuk memperoleh bukti bahwa saldo
– saldo tranksasi yang terkait dengan siklus pendapatan memperoleh assersi yang
berkecukupan ( significant assertion ) dari manajemen. Asersi menunjukan
derajat tanggung jawab manajemen terhadap informasi keuangan yang secara eksplisit
dinyatakan dalam laporan keungan. Tujuan auditor dalam rangka audit terhadap
assersi manajemen tersebut, antara lain :
1. Eksistensi
atau okurensi ( existence or occurrence ), yang meliputi :
a. Pencatatan
transaksi penjualan tercerminkan pada barang – barang yang dikirimkan kepada
pembeli dalam periode yang di audit.
b. Pencatatan
transaksi penerimaan kas terceminkan pada penerimaan kas dalam periode
penjualan kredit serta penerimaan kas.
c. Pencatatan
transaksi penyesuai penjualan telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang
berwenang.
d. Pencatatn
saldo piutang dagang benar – benar mencerminkan jumlah yang menjadi hak
perusahaan untuk periode yang di audit.
2. Kesempurnaan ( completeness ), yang
meliputi :
a. Semua
transaksi penjualan kredit, penerimaan kas, penyesuai penjualan mencerminkan
aktivitas yang terjadi dalam periode yang di audit.
b. Piutang
dagang meliputi semua klaim kepada pelanggan pada saat tanggal neraca.
c. Hak
– hak dan kewajiban (rights and obligations ), piutang dagang tagihan kepada
pihak kedua.
3. Penilaian atau alokasi ( valuation or
allocation ), yang meliputi :
a. Semua
transaksi penjualan kredit, penerimaan tunai, penyesuai penjualan telah di
catat dalam jurnal dengan cermat.
b. Saldo
rekening piutang dagang benar – benar mencerminkan hak netto kepada pelanggan
dan jumlahnya cocok dengan saldo buku pembantu piutang.
c. Rekening
pencadangan kerguian benar – benar mencerminkan perbedaan antara piutang groos,
dengan piutang netto dapat tergambar dengan masuk akal.
4. Presentasi dan peungkapan ( presentation
and disclosure ), yang meliputi:
a. piutang
dagang diidentifikasi dan di klasifikasi dengan layak dalam neraca.
b. Pengungkapan
yang memadai terhadap piutang dagang yang di gunakan sebagai jaminan.
c. pencadangan
penjualan, dan kerugian piutang diidentifikaasi dengan cermat dan diklasifikasi
dalam statemen penerimaan ( income statement ).
Materialitas, Risiko, dan Strategi Audit
Sumber utama
pendapatan suatu perusahaan berasal dari transaksi penjualan baik barang maupun
jasa. Pendapatan ini merupakan komponen utama dalam membentuk penghasilan (
income ). Proses penjualan barang atau jasa dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu penjualan tunai yang menghasilkan penerimaan tunai, dan penjualan kredit
yang menghasilkan piutang dagang. Hampir semua operasi perusahaan dilakukan
dengan penjualan kredit, dengan tujuan menghasilkan perputaran dagangan yang
lebih cepat. Hal ini mengakibatkan jumlah saldo piutang dalam neraca menjadi
relatif besar.
Besarnya saldo
piutang tersebut menghasilkan beberapa masalah dalam pengelolaan piutang (
tagihan ) kepada pihak lain. Permasalahan yang
disebabkan oleh kemungkinan adanya piutang yang tidak tertagih,
kemungkinan penyajian saldo piutang yang telalu tinggi, adanya piutang fiktif dan
lain – lain.
Dengan keadaan
seperti yang digambarkan diatas kesalahan penyajian piutang mengandung resiko
salah saji yang sangat besar. Mengingat tingkat resiko melekat (inherent risk)
yang sangat tinggi, beberapa perusahaan memperluas struktur pengendalian intern
guna mendeteksi kesalahan-kesalahan tersebut. Dalam beberapa kasus, diperlukan
adanya pengurangan yang cukup berarti terhadap resiko pengendalian, eksistensi
dan okurensi, kesempurnaan dan penilaian atau alokasi yang berkaitan dengan
asersi terhadap saldo ataupun transaksi siklus pendapatan. Strategi audit yang
harus dilakukan oleh auditor dengan pendekatan mencari tingkat resiko
pengendalian yang rendah.
Pemahaman Terhadap Struktur Pengendalian
Intern
Stuktur
pengendalian intern siklus transaksi pendapatan meliputi aspek lingkungan pengendalian,
sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian. Terhadap ketiga aspek tersebut
auditor harus memperoleh pemahaman sehingga dapat menentukan langkah – langkah
yang dipandang perlu dalam melakukan operasi pengauditan.
1. Aspek Lingkungan Pengendalian (
control environtment )
Pemahaman
terhadap lingkungan pegendalian mengahruskan auditor melakukan langkah-langkah
awal untuk mempelajari bagian organisasi, review terrhadap diskripsi pekerjaan,
dan observasi terhadap performance karyawan kunci dalam mengani tugas- tugas
yang di bebankan kepadanya. Auditor harus mewawancarai ( inquiries ) kepada
para pejabat perusahaan untuk mengetahui apa yang menjadi tugas-tugasnya serta
wewenang yang dimilikinya dan sampai seberapakah tanggung jawabnya. Disamping
itu perlu pula diobservasi mengenai jaminan terhadap personel yang menangani
penerimaan dan penyimpanan kas. Kebijaksanaan manajemen dalam hak ini akan
mendorong karyawan bertindak jujur dan mempunyai integritas yang tinggi pada
perusahaan. Apabila karyawan yang menangani transaksi kas beserta penyimpannya
cenderung terancam, dia akan cenderung protektif dan akan bertindak curang.
Oleh karena itu maka perlu di wajibkan menjalankan cuti, adanya rotasi
pekerjaan, dan pemeriksaan mendadak dengan maksud agar para personel terdorong
untuk bertindak jujur.
Auditor harus
mengetahui metode pengendalian manajemen yang di gunakan klien. Apakah
menggunakan forcasting penjualan ? apakah tersedia anggaran yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi performance ? pertanyaan – pertanyaan semacam ini
juga harus di ajukan kepada manajer yang bertanggung jawab dalam bidangnya
masing – masing.
2. Sistem Akuntasi ( Accounting System )
Pemahaman
terhadap sistem akuntasi sangat bermanfaat guna mengetahui metode pengolahan
data, dokumen kunci, dan catatan yang digunakan. Gambar 2.2 yang akan disajikan
menunjukan gambaran ringkas bagaimana suatu transaksi ditangani melalui
berbagai prosedur dan penanganan pekerjaan operasional. Flowchart tersebut
hendaknya dilihat sebagai suatu contoh suatu sistem yang dikerjakan dengan
manual. Sistem semacam ini mengandalkan kecermatan penanganan transaksi
akuntasi pada kecermatan pekerjaan klerikal. Sistem biasanya di rancang secara
spesifik untuk suatu perusahaan, yang tentunya dalam kasus yang berbeda akan
ditemukan sistem yang berbeda pula.
Dalam suatu
sistem akuntasni yang berbasis computer, proses pengolahan informasi akan
berbeda, yaitu dengan cara memasukan semua transaksi atau fakt terlebih dahulu
ke computer. Setelah data dimasukan (fill in), CPU dengan program yang telah
dirancang melakukan fungsi-fungsi pekerjaan klerikan yang ada dalam sistem
akuntansi manual. Ini berarti proses penjurnalan, pembuatan dokumen,
klasifikasi, reklasifikasi rekening dan pelaporannya dilakukan oleh computer.
Dengan bantuan program computer dan paket program computer khusus akuntansi,
pekerjaan akntansi menjadi lebih efisien dan menghasilkan informasi yang jauh
lebih cepat. Sebagi akibatnya, pada dewasa ini sudah jarang perusahaan
menggunakan sistem akuntansi secara manual tersebut. Hampir semua perusahaan
besar sudah menggunakan program aplikasi computer atau secara khusus di design
untuk perusahaan tersebut.
3.
Prosedur Pengendalian ( Control Procedure)
Auditor
berkepentingan untuk mengetahui apakah prosedur pengendalian dalam perusahaan
klien diterpakan dalam penanganan siklus transaksi pendapatan. Prosedur
pengendalian mencakup lima kategori, yaitu: adanya otorisasi yang layak,
pemisahan tugas, adanya dokumen dan catatan, akses dalam pengendalian dan
adanya prosedur pengecekan oleh individu yang berbeda.
Pengendalian Intern Terhadap Transaksi
Penjualan Kredit
Dalam upaya
memahami sistem pengendalian intern terhadap transaksi penjualan kredit ada
empat hal yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu:
1. Catatan
dan dokumen yang digunakan,
2. Fungsi
yang terkait dalam sistem prosedur penjualan kredit,
3. Obtaining
and Documenting the Understanding,
4. Assessing
Control Risk
Dalam melakukan
pemeriksaan terhadap sikus ini, auditor harus memperoleh gambaran yang jelas
mengenai sistem yang berjalan, serta berusaha memperoleh keyakinan apakah
sistem pengendalian tersebut memang benar-benar dilaksanakan dalam operasi
transaksi penjualan kredit. Sistem dan prosedur penjualan disajikan dalam
peraga 2.3 sebagai berikut:
Catatan dan Dokumen Kunci dalam siklus
Pendapatan
Dalam sistem
penjualan kredit digunakan berbagai dokumen maupun catatan akuntansi guna
mendokumentasikan setiap informasi yang tebentuk dalam transaksi penjualan.
Dalam sistem ini terdapat beberapa dokumen ataupun catatan yang pada umumnya
digunakan guna membentuk sistem pengolahan informasi akuntansi yag memadai.
Dokumen-dokumen maupun catatan akuntansi tersebut antara lain:
a. Customer
Order, yaitu dokumen yang dirancang untuk menuliskan pesan pelanggan. Dokumen
in dikeluarkan oleh bagian pemasaran. Dokumen in diisi oleh pegawai bagian
pemasaran (pelayanan konsumen) berdasarkan surat yang diterima atau melalui
pemasaran lisan,
b. Sales
Order, yaitu dokumen yang dirancang untuk menuliskan perintah penjualan dari
kepala bagian penjualan kepada pejabat bawahan atau bagian –bagian lain yang
terkait,
c. Shipping
Document, yaitu dokumen yang dirancang untuk menyertai pengiriman barang ke
alamat pelanggan. Dokumen ini sangat diperlukan oleh bagian pengiriman barang
atau perusahaan pengangkutan (cargo) untuk menunjukkan legalitas barang-barang
yang dikirim,
d. Sales
Invoice, yaitu dokumen yang berfungsi untuk memberitahukan kepada pelanggan
bahwa pesanan telah direalisasi. Dokumen ini berisi jumlah rupiah, kesepakatan penjualan,
tanggal penjualan serta informasi lain yang berfungsi untuk memperjelas pesanan
dari pelanggan,
e. Authorized
Price List, yaitu dokumen yang berisis daftar harga yang disetujui sebagai
dasar penentuan transaksi penjualan,
f. Accounts
Receivable Subsidiary Ledger, yaitu catatan yang berisi informasi transaksi dan
saldo untuk masing-masing pelanggan,
g. Sales
Journal, yaitu catatan original mengenai semua transaksi penjualan,
h. Customer
Monthly Statement, yaitu laporan bulanan untuk masing-masing pelanggan yang
berisi mengenai saldo awal, mutasi dalam satu bulan, serta jumlah rupiah saldo
akhir.
Fungsi yang Terkait
Berbagai fungsi
yang terkait dalam transaksi penjualan kredit antara lain:
a. Penerimaan
pesanan dari pelanggan (accepting customer orders) pesanan dari pelanggan
diterima oleh bagian penjualan. Pesanan yang dapat diterima dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh manajemen, sehingga proses penerimaan pesanan dengan mudah
dapat dilayani dan diawasi oleh pejabat atasan,
b. Persetujuan
Kredit (Approving Credit), fungsi ini memberikan persetujuan terhadap kredit
yang diberikan kepada para pelanggan. Manajer kredit merumuskan kebijaksanaan
pemberian kredit kepada para pelanggan dengan criteria yang ditetapkan terlebih
dahulu. Pemberiaan kredit untuk pelanggan baru misalnya, melalui proses seleksi
dan pengamatan yang cukup lama,
c. Penanganan
penjualan barang (filling sales orders) kebijaksanaan umum mengenai penanganan
penjualan, melarang pengiriman ataupun pengeluaran dari gudang tanpa disertai
dengan perintah penjualan yang disetujui. Prosedur pengendalian semacam ini
dimaksudkan agar dapat mengamankan agar tidak terjadi pemindahan barang-barang
dari gudang tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang,
d. Pengiriman
Barang (Shipping Sales Orders) fungsi ini menangani proses pengiriman
barang-barang yang dipesan para pelanggan. Pemisahan fungsi operasi
(pengiriman) dengan fungsi penyimpanan (gudang) sangat diperlukan guna
menciptakan sistem pengendalian yang memadai. Temasuk dalam fungsi ini adalah
pengiriman dokumen pengiriman barang (bills of landing),
e. Penagihan
(billing customers) fungsi ini menangani fungsi pembuatan invoice serta
pengirimannya kepada pelanggan. Dengan kata lain, bagian yng menangani
aktivitas billing merupakan kegiatan penagihan kepada para pelanggan. Penagihan
akan dilakukan oleh bagian ini dengan terlebih dahulu memperhatikan:
a) Semua
barang telah dikirimkan kepada para pelanggan,
b) Tagihan
hanya untuk barang-barang yang benar-benar telah dikirim,
c) Harga-harga
telah disetujui oleh pejabat atasan yang berwenang,
f. Pencatatan
penjualan (recording the sales) fungsi ini ada pada bagian akuntansi yang
bertugas melakukan pencatatan secara formal terhadap transaksi penjualan.
Fungsi pencatatan dipisahkan dari fungsi operasional agar tercipta pengawasan
intern yang memadai.
Resiko Pengendalian
Untuk memahami
terhadap munculnya resiko pengendalian, auditor harus merujuk tiga langkah yang
antara lain:
1. Mengidentifikasi
kemungkinan salah saji,
2. Identifikasi
pengawasan yang dapat melindungi dan mendeteksi terhadap salah saji,
3. Memperoleh
pembuktian terhadap pengujian pengendalian.
Kemungkinan yang
dapat diperhitungkan terhadap resiko pengendalian transaksi penjualan kredit
adalah:
1. Penerimaan
pesanan dari pelanggan, kemungkinan salah saji dalam bentuk penjualan dilakukan
untuk pelanggan yang tidak disetujui. Dalam hal ini diperlukan pengawasan
sebagai berikut:
a) Pelanggan
adalah orang yang masuk dalam daftar yang disetujui,
b) Setiap
order penjualan harus disetujui pejabat atasan yang berwenang.
2. Persetujuan
kredit, kemungkinan salah saji dalam bentuk penjualan kredit diberikan tanpa
diminta persetujuan dari pejabat atasan yang berwenang. Dalam hal ini
diperlukan pengawasan sebagai berikut:
a) Bagian
kredit harus melakukan pengecekan semua pelanggan baru,
b) Dilakukan
pengecekan terhadap batasan pemberian pagu kredit, pada setiap pelanggan.
3. Penanganan
penjualan barang, kemungkinan salah saji dalam bentuk barang yang dikeluarkan
dari gudang tidak berdasarkan order yang disetujui. Dalam hal ini diperlukan
pengawasan terhadap semua barang yang dikelurkan dari gudang harus memperoleh persetujuan
dari pejabat atasan.
4. Pengiriman
barang, kemungkinan salah saji dalam bentuk:
a) Barang
yang dikirim mungkin tidak cocok dengan pesanan dari pelanggan, oleh karenanya
diperlukan adanya pengecekan oleh pegawai yang independent untuk mengecek
barang-barang yang telah dikirim,
b) Pengiriman
barang yang tidak diotorisasi, yang dikendalikan dengan tekhnik pemisahan
fungsi pengiriman dan operasinya, dan disamping itu perlu diawasi proses
pengiriman tagihan pada para pelanggan.
5. Penagihan,
kemungkinan salah saji dalam bentuk tagihan dibuat untuk penjualan fiktif,
demikian juga beberapa transaksi penjualan pengiriman barang tidak diotorisasi
pejabat atasan yang berwenang,
6. Pencatatan
penjualan, kemungkinan salah saji dalam bentuk invoice mungkin tidak dicatat
dalam jurnal dan buku pembantunya dan dapat pula invoice dicatat dalam rekening
pelanggan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan pejabat yang independent
untuk mengecek proses pembukuan serta dibuat laporan mutasi saldo masing-masing
pelanggan secara periodic
Pengujian Substansi Transaksi Penerimaan
Kas
stantive Test)
adalah perosedur yang digunakan untuk menguji kekeliruan atau ketidakberesan
dalam bentuk uang yang langsung mempengaruhi kebenaran saldo laporan keuangan.
Kekeliruan tersebut sering disebut dengan salah saji moneter (dalam satuan mata
uang) yang merupakan indikasi yang jelas terjadinya salah saji dalam saldo
laporan keuangan.
Tujuan pengujian
substantive atas transaksi adalah untuk menentukan apakah transaksi akuntansi
klien telah diotorisasi dengan pantas, dicatat dan diiktisarkan dalam jurnal
dengan benar dan diposting ke buku besar dan buku tambahan dengan benar.
Tujuan Audit
Tujuan audit
terhadap transaksi siklus pendapatan adalah untuk memperoleh bukti bahwa saldo
– saldo tranksasi yang terkait dengan siklus pendapatan memperoleh assersi yang
berkecukupan ( significant assertion ) dari manajemen. Asersi menunjukan
derajat tanggung jawab manajemen terhadap informasi keuangan yang secara
eksplisit dinyatakan dalam laporan keungan. Tujuan auditor dalam rangka audit
terhadap assersi manajemen tersebut, antara lain :
1. Eksistensi
atau okurensi ( existence or occurrence ), yang meliputi :
·
Pencatatan
transaksi penjualan tercerminkan pada barang – barang yang dikirimkan kepada
pembeli dalam periode yang di audit.
·
Pencatatan
transaksi penerimaan kas terceminkan pada penerimaan kas dalam periode
penjualan kredit serta penerimaan kas.
·
Pencatatan
transaksi penyesuai penjualan telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang
berwenang.
·
Pencatatn saldo
piutang dagang benar – benar mencerminkan jumlah yang menjadi hak perusahaan
untuk periode yang di audit.
2. Kesempurnaan
( completeness ), yang meliputi :
·
Semua transaksi
penjualan kredit, penerimaan kas, penyesuai penjualan mencerminkan aktivitas
yang terjadi dalam periode yang di audiPiutang dagang meliputi semua klaim
kepada pelanggan pada saat tanggal neraca.
·
Hak – hak dan
kewajiban (rights and obligations ), piutang dagang tagihan kepada pihak kedua.
·
Penilaian atau alokasi
( valuation or allocation ), yang meliputi :
3. Semua
transaksi penjualan kredit, penerimaan tunai, penyesuai penjualan telah di
catat dalam jurnal dengan cermat.
·
Saldo rekening
piutang dagang benar – benar mencerminkan hak netto kepada pelanggan dan jumlahnya
cocok dengan saldo buku pembantu piutang.
·
Rekening
pencadangan kerguian benar – benar mencerminkan perbedaan antara piutang groos,
dengan piutang netto dapat tergambar dengan masuk akal.
4. Presentasi
dan peungkapan ( presentation and disclosure ), yang meliputi:piutang dagang diidentifikasi
dan di klasifikasi dengan layak dalam neraca.
·
Pengungkapan
yang memadai terhadap piutang dagang yang di gunakan sebagai jaminan.
·
pencadangan
penjualan, dan kerugian piutang diidentifikaasi dengan cermat dan diklasifikasi
dalam statemen penerimaan ( income statement ).
Materialitas, Risiko, dan Strategi Audit
Sumber utama
pendapatan suatu perusahaan berasal dari transaksi penjualan baik barang maupun
jasa. Pendapatan ini merupakan komponen utama dalam membentuk penghasilan (
income ). Proses penjualan barang atau jasa dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu penjualan tunai yang menghasilkan penerimaan tunai, dan penjualan kredit
yang menghasilkan piutang dagang. Hampir semua operasi perusahaan dilakukan
dengan penjualan kredit, dengan tujuan menghasilkan perputaran dagangan yang
lebih cepat. Hal ini mengakibatkan jumlah saldo piutang dalam neraca menjadi
relatif besar.
Besarnya saldo
piutang tersebut menghasilkan beberapa masalah dalam pengelolaan piutang (
tagihan ) kepada pihak lain. Permasalahan yang
disebabkan oleh kemungkinan adanya piutang yang tidak tertagih,
kemungkinan penyajian saldo piutang yang telalu tinggi, adanya piutang fiktif
dan lain – lain.
Dengan keadaan
seperti yang digambarkan diatas kesalahan penyajian piutang mengandung resiko
salah saji yang sangat besar. Mengingat tingkat resiko melekat (inherent risk)
yang sangat tinggi, beberapa perusahaan memperluas struktur pengendalian intern
guna mendeteksi kesalahan-kesalahan tersebut. Dalam beberapa kasus, diperlukan
adanya pengurangan yang cukup berarti terhadap resiko pengendalian, eksistensi
dan okurensi, kesempurnaan dan penilaian atau alokasi yang berkaitan dengan
asersi terhadap saldo ataupun transaksi siklus pendapatan. Strategi audit yang
harus dilakukan oleh auditor dengan pendekatan mencari tingkat resiko
pengendalian yang rendah. Langkah-langkah dalam
pengambilan keputusan digambarkan dalam gambar peraga 2.1 sebagai
berikut:
Pemahaman Terhadap Struktur Pengendalian
Intern
Stuktur
pengendalian intern siklus transaksi pendapatan meliputi aspek lingkungan
pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian. Terhadap ketiga
aspek tersebut auditor harus memperoleh pemahaman sehingga dapat menentukan
langkah – langkah yang dipandang perlu dalam melakukan operasi pengauditan.
1)
Aspek
Lingkungan Pengendalian ( control environtment )
Pemahaman
terhadap lingkungan pegendalian mengahruskan auditor melakukan langkah-langkah
awal untuk mempelajari bagian organisasi, review terrhadap diskripsi pekerjaan,
dan observasi terhadap performance karyawan kunci dalam mengani tugas- tugas
yang di bebankan kepadanya. Auditor harus mewawancarai ( inquiries ) kepada
para pejabat perusahaan untuk mengetahui apa yang menjadi tugas-tugasnya serta
wewenang yang dimilikinya dan sampai seberapakah tanggung jawabnya. Disamping
itu perlu pula diobservasi mengenai jaminan terhadap personel yang menangani
penerimaan dan penyimpanan kas. Kebijaksanaan manajemen dalam hak ini akan
mendorong karyawan bertindak jujur dan mempunyai integritas yang tinggi pada
perusahaan. Apabila karyawan yang menangani transaksi kas beserta penyimpannya
cenderung terancam, dia akan cenderung protektif dan akan bertindak curang.
Oleh karena itu maka perlu di wajibkan menjalankan cuti, adanya rotasi
pekerjaan, dan pemeriksaan mendadak dengan maksud agar para personel terdorong
untuk bertindak jujur.
Auditor harus
mengetahui metode pengendalian manajemen yang di gunakan klien. Apakah
menggunakan forcasting penjualan ? apakah tersedia anggaran yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi performance ? pertanyaan – pertanyaan semacam ini
juga harus di ajukan kepada manajer yang bertanggung jawab dalam bidangnya
masing – masing.
2) Sistem Akuntasi
( Accounting System )
Pemahaman
terhadap sistem akuntasi sangat bermanfaat guna mengetahui metode pengolahan
data, dokumen kunci, dan catatan yang digunakan. Gambar 2.2 yang akan disajikan
menunjukan gambaran ringkas bagaimana suatu transaksi ditangani melalui
berbagai prosedur dan penanganan pekerjaan operasional. Flowchart tersebut
hendaknya dilihat sebagai suatu contoh suatu sistem yang dikerjakan dengan
manual. Sistem semacam ini mengandalkan kecermatan penanganan transaksi
akuntasi pada kecermatan pekerjaan klerikal. Sistem biasanya di rancang secara
spesifik untuk suatu perusahaan, yang tentunya dalam kasus yang berbeda akan
ditemukan sistem yang berbeda pula.
Dalam suatu
sistem akuntasni yang berbasis computer, proses pengolahan informasi akan
berbeda, yaitu dengan cara memasukan semua transaksi atau fakt terlebih dahulu
ke computer. Setelah data dimasukan (fill in), CPU dengan program yang telah
dirancang melakukan fungsi-fungsi pekerjaan klerikan yang ada dalam sistem
akuntansi manual. Ini berarti proses penjurnalan, pembuatan dokumen,
klasifikasi, reklasifikasi rekening dan pelaporannya dilakukan oleh computer.
Dengan bantuan program computer dan paket program computer khusus akuntansi,
pekerjaan akntansi menjadi lebih efisien dan menghasilkan informasi yang jauh
lebih cepat. Sebagi akibatnya, pada dewasa ini sudah jarang perusahaan
menggunakan sistem akuntansi secara manual tersebut. Hampir semua perusahaan
besar sudah menggunakan program aplikasi computer atau secara khusus di design
untuk perusahaan tersebut.
3.
Prosedur Pengendalian ( Control Procedure)
Auditor
berkepentingan untuk mengetahui apakah prosedur pengendalian dalam perusahaan
klien diterpakan dalam penanganan siklus transaksi pendapatan. Prosedur
pengendalian mencakup lima kategori, yaitu: adanya otorisasi yang layak,
pemisahan tugas, adanya dokumen dan catatan, akses dalam pengendalian dan
adanya prosedur pengecekan oleh individu yang berbeda.
Pengendalian Intern Terhadap Transaksi
Penjualan Kredit
Dalam upaya
memahami sistem pengendalian intern terhadap transaksi penjualan kredit ada
empat hal yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu:
a) Catatan
dan dokumen yang digunakan,
b) Fungsi
yang terkait dalam sistem prosedur penjualan kredit,
c) Obtaining
and Documenting the Understanding,
d) Assessing
Control Risk
Dalam melakukan
pemeriksaan terhadap sikus ini, auditor harus memperoleh gambaran yang jelas
mengenai sistem yang berjalan, serta berusaha memperoleh keyakinan apakah
sistem pengendalian tersebut memang benar-benar dilaksanakan dalam operasi
transaksi penjualan kredit. Sistem dan prosedur penjualan disajikan dalam
peraga 2.3 sebagai berikut:
Catatan dan Dokumen Kunci dalam siklus
Pendapatan
Dalam sistem
penjualan kredit digunakan berbagai dokumen maupun catatan akuntansi guna
mendokumentasikan setiap informasi yang tebentuk dalam transaksi penjualan.
Dalam sistem ini terdapat beberapa dokumen ataupun catatan yang pada umumnya
digunakan guna membentuk sistem pengolahan informasi akuntansi yag memadai.
Dokumen-dokumen maupun catatan akuntansi tersebut antara lain:
a) Customer
Order, yaitu dokumen yang dirancang untuk menuliskan pesan pelanggan. Dokumen
in dikeluarkan oleh bagian pemasaran. Dokumen in diisi oleh pegawai bagian
pemasaran (pelayanan konsumen) berdasarkan surat yang diterima atau melalui
pemasaran lisan,
b) Sales
Order, yaitu dokumen yang dirancang untuk menuliskan perintah penjualan dari
kepala bagian penjualan kepada pejabat bawahan atau bagian –bagian lain yang
terkait,
c) Shipping
Document, yaitu dokumen yang dirancang untuk menyertai pengiriman barang ke
alamat pelanggan. Dokumen ini sangat diperlukan oleh bagian pengiriman barang
atau perusahaan pengangkutan (cargo) untuk menunjukkan legalitas barang-barang
yang dikirim,
d) Sales
Invoice, yaitu dokumen yang berfungsi untuk memberitahukan kepada pelanggan
bahwa pesanan telah direalisasi. Dokumen ini berisi jumlah rupiah, kesepakatan
penjualan, tanggal penjualan serta informasi lain yang berfungsi untuk
memperjelas pesanan dari pelanggan,
e) Authorized
Price List, yaitu dokumen yang berisis daftar harga yang disetujui sebagai
dasar penentuan transaksi penjualan,
f) Accounts
Receivable Subsidiary Ledger, yaitu catatan yang berisi informasi transaksi dan
saldo untuk masing-masing pelanggan,
g) Sales
Journal, yaitu catatan original mengenai semua transaksi penjualan,
h) Customer
Monthly Statement, yaitu laporan bulanan untuk masing-masing pelanggan yang
berisi mengenai saldo awal, mutasi dalam satu bulan, serta jumlah rupiah saldo
akhir.
Fungsi yang Terkait
Berbagai fungsi
yang terkait dalam transaksi penjualan kredit antara lain:
a) Penerimaan
pesanan dari pelanggan (accepting customer orders) pesanan dari pelanggan
diterima oleh bagian penjualan. Pesanan yang dapat diterima dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh manajemen, sehingga proses penerimaan pesanan dengan mudah
dapat dilayani dan diawasi oleh pejabat atasan,
b) Persetujuan
Kredit (Approving Credit), fungsi ini memberikan persetujuan terhadap kredit
yang diberikan kepada para pelanggan. Manajer kredit merumuskan kebijaksanaan
pemberian kredit kepada para pelanggan dengan criteria yang ditetapkan terlebih
dahulu. Pemberiaan kredit untuk pelanggan baru misalnya, melalui proses seleksi
dan pengamatan yang cukup lama,
c) Penanganan
penjualan barang (filling sales orders) kebijaksanaan umum mengenai penanganan
penjualan, melarang pengiriman ataupun pengeluaran dari gudang tanpa disertai
dengan perintah penjualan yang disetujui. Prosedur pengendalian semacam ini
dimaksudkan agar dapat mengamankan agar tidak terjadi pemindahan barang-barang
dari gudang tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang,
d) Pengiriman
Barang (Shipping Sales Orders) fungsi ini menangani proses pengiriman
barang-barang yang dipesan para pelanggan. Pemisahan fungsi operasi
(pengiriman) dengan fungsi penyimpanan (gudang) sangat diperlukan guna
menciptakan sistem pengendalian yang memadai. Temasuk dalam fungsi ini adalah
pengiriman dokumen pengiriman barang (bills of landing)
e) Penagihan
(billing customers) fungsi ini menangani fungsi pembuatan invoice serta
pengirimannya kepada pelanggan. Dengan kata lain, bagian yng menangani
aktivitas billing merupakan kegiatan penagihan kepada para pelanggan. Penagihan
akan dilakukan oleh bagian ini dengan terlebih dahulu memperhatikan:
·
Semua barang
telah dikirimkan kepada para pelanggan,
·
Tagihan hanya
untuk barang-barang yang benar-benar telah dikirim,
·
Harga-harga
telah disetujui oleh pejabat atasan yang berwenang,
f) Pencatatan
penjualan (recording the sales) fungsi ini ada pada bagian akuntansi yang
bertugas melakukan pencatatan secara formal terhadap transaksi penjualan.
Fungsi pencatatan dipisahkan dari fungsi operasional agar tercipta pengawasan
intern yang memadai.
Resiko Pengendalian
Untuk memahami
terhadap munculnya resiko pengendalian, auditor harus merujuk tiga langkah yang
antara lain:
·
Mengidentifikasi
kemungkinan salah saji,
·
Identifikasi
pengawasan yang dapat melindungi dan mendeteksi terhadap salah saji,
·
Memperoleh
pembuktian terhadap pengujian pengendalian.
Kemungkinan yang
dapat diperhitungkan terhadap resiko pengendalian transaksi penjualan kredit
adalah:
Penerimaan
pesanan dari pelanggan, kemungkinan salah saji dalam bentuk penjualan dilakukan
untuk pelanggan yang tidak disetujui. Dalam hal ini diperlukan pengawasan
sebagai berikut:
a. Pelanggan adalah orang yang masuk dalam
daftar yang disetujui,
b. Setiap order penjualan harus disetujui
pejabat atasan yang berwenang.
Persetujuan
kredit, kemungkinan salah saji dalam bentuk penjualan kredit diberikan tanpa
diminta persetujuan dari pejabat atasan yang berwenang. Dalam hal ini
diperlukan pengawasan sebagai berikut:
a. Bagian kredit harus melakukan pengecekan
semua pelanggan baru,
b. Dilakukan pengecekan terhadap batasan
pemberian pagu kredit, pada setiap pelanggan.
Penanganan
penjualan barang, kemungkinan salah saji dalam bentuk barang yang dikeluarkan
dari gudang tidak berdasarkan order yang disetujui. Dalam hal ini diperlukan
pengawasan terhadap semua barang yang dikelurkan dari gudang harus memperoleh persetujuan
dari pejabat atasan.
Pengiriman
barang, kemungkinan salah saji dalam bentuk:
·
Barang yang
dikirim mungkin tidak cocok dengan pesanan dari pelanggan, oleh karenanya
diperlukan adanya pengecekan oleh pegawai yang independent untuk mengecek
barang-barang yang telah dikirim,
·
Pengiriman
barang yang tidak diotorisasi, yang dikendalikan dengan tekhnik pemisahan
fungsi pengiriman dan operasinya, dan disamping itu perlu diawasi proses
pengiriman tagihan pada para pelanggan.
·
Penagihan,
kemungkinan salah saji dalam bentuk tagihan dibuat untuk penjualan fiktif,
demikian juga beberapa transaksi penjualan pengiriman barang tidak diotorisasi
pejabat atasan yang berwenang,
·
Pencatatan
penjualan, kemungkinan salah saji dalam bentuk invoice mungkin tidak dicatat
dalam jurnal dan buku pembantunya dan dapat pula invoice dicatat dalam rekening
pelanggan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan pejabat yang independent
untuk mengecek proses pembukuan serta dibuat laporan mutasi saldo masing-masing
pelanggan secara periodic.
Pengujian Substansi Transaksi Penerimaan
Kas
Transaksi
penerimaan kas terbentuk karena adanya operasi penjualan tunai dan pelunasan utang
dari para debitur. Disamping ada sumber penerimaan kas dari beberapa trnsaksi
non operasional, misalnya penerimaan dari penjualan aktiva tetap, penerimaan
bunga deposito, penerimaan kas dari akivitas sekunder dll. Semua penerimaan
yang berasal dari aktivitas non operasional diakui berdasarkan pendekatan
netto, artinya kos yang berbentuk penerimaan tersebut langsung diperhitungkan
dan dibebankan dalam penerimaan kas tersebut. Pengujian transaksi penerimaan
kas meliputi beragai aspek berikut:
·
Catatan dan
dokumen umum
Dalam sistm
penerimaan kas digunakan berbagai dokumen maupun catatan akuntansi guna
mendokumentasikan setiap informasi yang terbentuk dalam transaksi penerimaan
kas. Dalam sistem ini terdapat beberapa dokumen ataupun catatan yang pada
umumnya digunakan membentuk sistem pengolahan informasi akuntansi yang memadai.
Dokumen-dokumen maupun catatan akuntsnsi tersebut antara lain:
·
Remmitance
advice, dokumen yang dikirim kepada pelanggan bersamaan dengan invoice
penjualan yang akan dikembalikan bersamaan dengan pembayarannya. Dokumen ini
berisi nama pelanggan dan nomor rekeningnya, nomor invoice, dan jumlah yang
ditagihkan. Jika dokumen ini tidak dikembalikan oleh pelanggan, biasanya ada
satu tembusan yang ditinggal,
·
Prelist, adalah
daftar penerimaan kas (checks) yang diterima melalui surat pos. di Indonesia
pengiriman cek melalui kantor pos tidak lazim. Hal ini sangat berbeda dengan di
Amerika Serikat yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menuliskan checks dengan
atas nama untuk membayar kepada pihak lain.
·
Cash Count
Sheet, yaitu daftar cek uang tunai dalam register kas untuk mencocokam total
penerimaan dengan pita yang tecetak dari register kas.
·
Daily Cash
Summary, adalah laporan yang berisis total penrimaan kas yang dibuat oleh kasir
penerimaan kas untuk digunakan mendepositokan uang dan cek yang diterima pada
suatu hari.
·
Validated
Deposit Slip, daftar yang disiapkan oleh penerima setoran dan di cap oleh bank
yang berisi tanggal setoran dan jumlah setoran yang diterima oleh bank. Di
Indonesia daftar semacam ini dikirimkan pada hari berikutnya setelah hari
setoran. Daftar ini bisa pula disiapkan oleh petugas klien yang melakukan
setoran tersebut, yang selanjutnya daftar tersebut harus di cap dan ditanda
tangani oleh petugas bank yang menerima setoran tersebut,
·
Cash Receipts
Transacation File, file computer berisi transaksi penerimaan kas yang sudah di
validasi yangdapat diterima untuk di proses. Biasanya dugunakan untuk
mengupdate file induk piutang dagang,
·
Cash Receipt
Journal, jurnal penerimaan kas dari penjualan tunai dan pengimpulan atas
piutang dagang.
Fungsi yang Terkait
Dalam operasi
penerimaan kas melibatkan personel dari berbagai bagian sesuai dengan deskripsi
tugasnya masing-masing. Aktivitas operasional tersebut tercermin dalam beberapa
fungsi pokok penanganan transaksi penerimaan kas. Fungsi-fungsi yang terkait
dalam penangana transaksi penerimaan kas meliputi aktivitas operasional sebagai
berikut:
1. Penerimaan setoran tunai (receiving cash
receipts)
2. Setoran uang tunai ke bank (depositing
cash in bank)
3. Pencatatan penerimaan (recording the
receipts)
Ketiga fungsi
penanganan transaksi penerimaan kas dibahas dalam uraian berikut ini. Hendaknya
dipahami, apabila klien berusaha dalam bidang eceran yang memerlukan penanganan
penjualan tunai, maka sistem oenerimaan kas akan menghendaki fungsi yang
berbeda dengan ketiga fungsi tersebut diatas.
1. Penerimaan Setoran Tunai (receiving cash
receipts)
Proses transaksi
penerimaan kas mengandung resiko tinggi, mengingat selama proses operasi
penerimaan uang tunai dangat mudah berpindah tangan dan mudah tercuri. Oleh
karena itu dalam penangana transksi penerimaan kas diperlukan adanya
seperangkat prosedur yang dapat menjamin keamanan uang yang diterima serta
pencatatan transaksi penerimaan kas tersebut. Kemungkinan lain tercurinya
sejumlah uang terjadi setelah proses transaksi penerimaan uang berlangsung.
Oleh karenanya manajaemen akan senantiasa memberikan jaminan terhadap
terjaganya harta milik yang berupa uang tunai ataupun aktiva lain yang bernilai sebagai uang.
Prosedur
penerimaan uang dalam suatu Negara tidak akan selalu sama persis dengan negara
lainnya. Hal ini mengingatpengaruh lingkungan bisnis dan undang-undang yang
berlaku akan mempengaruhinya. Penerimaan kas akan dapat dilakukan melalui
setoran langsung melalui kasir dan penerimaan cek melaui surat (di Amerika
Serikat). Cara pembayaran ini tidak lazim di Indonesia, mengingat kebbiasaan
dagang dan undang-undang yang melatar belakangi terbentuknya transaksi juga
berbeda. Oleh karenanya auditor di Indonesia juga harus memperhatikan
karakterisasi transaksi yang berlaku. Semua penerimaan lansung sebaiknya
menggunaka register kas yang akan memberikan manfaat berikut ini:
·
Dapat ditunjukan
secara langsung kepada pelanggan jumlah pembayaran yang dilakukannya,
·
Terdapat dua
pita tercetak, yang satu pelanggan dan yang kedua berada dalam register kas
atau terekam di computer guna kepentingan pengawas.
Dengan adanya
register kas ini, pengawasan secara langsung dapat dilakukan terus menerus. Hal
ini akan memberikan jaminan bahwasanya semua pembayaran dilakukan oleh para
pelanggan dapat diikuti dan dijamin kebenarannya.
2. Setoran Uang Tunai ke Bank (depositing
cash in bank)
Alternative
setoran dari para pelanggan dilakukan secara langsung ke bank klien. Apabila
pemasaran klien cukup luas seperti Indonesia, biasanya perusahaan semacam ini
membuka rekening pada beberapa bank yang berfungsi sebagai pengumpul setoran
dari para pelanggan (distributor daerah). Situasi bisnis dan karkteristik pasar
tersebut menyebabkan perusahaan menjalin kerja sama yang lebih erat dengan
pihak bank. Pada beberapa kasus perusahaan harus menangani penerimaan harian
dalam jumlah yang sangat besar. Keadaan ini menyebabkan banj bersedia membuka
loket penerimaan di kantor perusahaan. Pendekatan ini memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak, pihak perusahan terbantu dalam penanganan setoran
harian dan pihak bank dapat memperoleh dana segar yang dapat diputar dengan segera. Bermacam-macam tekhnik
pengumpulan uang dari pelanggan ini harus dipahami oleh auditor, sehingga di
lapangan dapat merumuskan stragtegi audit yang lebih sesuai dengan situasi yang
dihadapinya.
Aspek
pengendalian yang sangat penting dalam rangka penerimaan kas, mengharuskan
penyetoran uang tunai secara langsungke bank pada hari yang sama dengan
penerimaan uang tersebut. Penyetoran uang tunai yang diterima hari itu adalah
para petugas penerimaan uang tersebut, mengingat petugas bagian penyetoran
tidak ditugas untuk menangani pengeluaran kas. Hal ni menunjukan bahwa tidak
ada uang yang disimpan lebih dari satu hari di brankas perusahaan. Oleh
karenanya kasir tidak mungkin mengguanakn uang yang diterima hari itu untuk
keperluan apapun.
3. Pencatatan Penerimaan (recording the
receipts)
Fungsi pencatatan
bertugas melakukan pencatatan semua transaksi penerimaan uang tunai, dan
memposting ke jurnal penerimaan kas. Pengendalian terhadap pencatatan ini
menyangkut validitas catatan akuntansi yang meliputi ketetapan jumlah yang
dicatat dan apakah informasi yang di catat merupakan penerimaan yang
sesungguhnya. Untuk menjamin ketepatan pencatatan informasi, maka petugas yang
menangani dan mempunyai akses dalam proses pencatatan tersebut harus dibatasi.
Oleh karena itu petugas yang melakukan pencatatatan adalah individu yang diberi
otoritas melaksanakan tugas tersebut
Transaksi
penerimaan kas terbentuk karena adanya operasi penjualan tunai dan pelunasan
utang dari para debitur. Disamping ada sumber penerimaan kas dari beberapa
trnsaksi non operasional, misalnya penerimaan dari penjualan aktiva tetap,
penerimaan bunga deposito, penerimaan kas dari akivitas sekunder dll. Semua
penerimaan yang berasal dari aktivitas non operasional diakui berdasarkan
pendekatan netto, artinya kos yang berbentuk penerimaan tersebut langsung
diperhitungkan dan dibebankan dalam penerimaan kas tersebut. Pengujian
transaksi penerimaan kas meliputi beragai aspek berikut:
1. Catatan dan dokumen umum
Dalam sistm
penerimaan kas digunakan berbagai dokumen maupun catatan akuntansi guna mendokumentasikan
setiap informasi yang terbentuk dalam transaksi penerimaan kas. Dalam sistem
ini terdapat beberapa dokumen ataupun catatan yang pada umumnya digunakan
membentuk sistem pengolahan informasi akuntansi yang memadai. Dokumen-dokumen
maupun catatan akuntsnsi tersebut antara lain:
·
Remmitance
advice, dokumen yang dikirim kepada pelanggan bersamaan dengan invoice
penjualan yang akan dikembalikan bersamaan dengan pembayarannya. Dokumen ini
berisi nama pelanggan dan nomor rekeningnya, nomor invoice, dan jumlah yang
ditagihkan. Jika dokumen ini tidak dikembalikan oleh pelanggan, biasanya ada
satu tembusan yang ditinggal
·
Prelist, adalah
daftar penerimaan kas (checks) yang diterima melalui surat pos. di Indonesia
pengiriman cek melalui kantor pos tidak lazim. Hal ini sangat berbeda dengan di
Amerika Serikat yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menuliskan checks dengan
atas nama untuk membayar kepada pihak lain.
·
Cash Count
Sheet, yaitu daftar cek uang tunai dalam register kas untuk mencocokam total
penerimaan dengan pita yang tecetak dari register kas.
·
Daily Cash
Summary, adalah laporan yang berisis total penrimaan kas yang dibuat oleh kasir
penerimaan kas untuk digunakan mendepositokan uang dan cek yang diterima pada
suatu hari.
·
Validated
Deposit Slip, daftar yang disiapkan oleh penerima setoran dan di cap oleh bank
yang berisi tanggal setoran dan jumlah setoran yang diterima oleh bank. Di
Indonesia daftar semacam ini dikirimkan pada hari berikutnya setelah hari
setoran. Daftar ini bisa pula disiapkan oleh petugas klien yang melakukan
setoran tersebut, yang selanjutnya daftar tersebut harus di cap dan ditanda
tangani oleh petugas bank yang menerima setoran tersebut
·
Cash Receipts
Transacation File, file computer berisi transaksi penerimaan kas yang sudah di
validasi yangdapat diterima untuk di proses. Biasanya dugunakan untuk
mengupdate file induk piutang dagang,
·
Cash Receipt
Journal, jurnal penerimaan kas dari penjualan tunai dan pengimpulan atas
piutang dagang.
Fungsi yang Terkait
Dalam operasi
penerimaan kas melibatkan personel dari berbagai bagian sesuai dengan deskripsi
tugasnya masing-masing. Aktivitas operasional tersebut tercermin dalam beberapa
fungsi pokok penanganan transaksi penerimaan kas. Fungsi-fungsi yang terkait
dalam penangana transaksi penerimaan kas meliputi aktivitas operasional sebagai
berikut:
1. Penerimaan setoran tunai (receiving cash
receipts)
2. Setoran uang tunai ke bank (depositing
cash in bank)
3. Pencatatan penerimaan (recording the
receipts)
Ketiga fungsi
penanganan transaksi penerimaan kas dibahas dalam uraian berikut ini. Hendaknya
dipahami, apabila klien berusaha dalam bidang eceran yang memerlukan penanganan
penjualan tunai, maka sistem oenerimaan kas akan menghendaki fungsi yang
berbeda dengan ketiga fungsi tersebut diatas.
1. Penerimaan Setoran Tunai (receiving cash
receipts)
Proses transaksi
penerimaan kas mengandung resiko tinggi, mengingat selama proses operasi
penerimaan uang tunai dangat mudah berpindah tangan dan mudah tercuri. Oleh
karena itu dalam penangana transksi penerimaan kas diperlukan adanya
seperangkat prosedur yang dapat menjamin keamanan uang yang diterima serta
pencatatan transaksi penerimaan kas tersebut. Kemungkinan lain tercurinya
sejumlah uang terjadi setelah proses transaksi penerimaan uang berlangsung.
Oleh karenanya manajaemen akan senantiasa memberikan jaminan terhadap
terjaganya harta milik yang berupa uang tunai ataupun aktiva lain yang bernilai sebagai uang.
Prosedur
penerimaan uang dalam suatu Negara tidak akan selalu sama persis dengan negara
lainnya. Hal ini mengingatpengaruh lingkungan bisnis dan undang-undang yang
berlaku akan mempengaruhinya. Penerimaan kas akan dapat dilakukan melalui
setoran langsung melalui kasir dan penerimaan cek melaui surat (di Amerika
Serikat). Cara pembayaran ini tidak lazim di Indonesia, mengingat kebbiasaan
dagang dan undang-undang yang melatar belakangi terbentuknya transaksi juga
berbeda. Oleh karenanya auditor di Indonesia juga harus memperhatikan
karakterisasi transaksi yang berlaku. Semua penerimaan lansung sebaiknya
menggunaka register kas yang akan memberikan manfaat berikut ini:
a. Dapat ditunjukan secara langsung kepada
pelanggan jumlah pembayaran yang dilakukannya,
b. Terdapat dua pita tercetak, yang satu
pelanggan dan yang kedua berada dalam register kas atau terekam di computer
guna kepentingan pengawas.
Dengan adanya
register kas ini, pengawasan secara langsung dapat dilakukan terus menerus. Hal
ini akan memberikan jaminan bahwasanya semua pembayaran dilakukan oleh para
pelanggan dapat diikuti dan dijamin kebenarannya.
2. Setoran Uang Tunai ke Bank (depositing
cash in bank)
Alternative
setoran dari para pelanggan dilakukan secara langsung ke bank klien. Apabila
pemasaran klien cukup luas seperti Indonesia, biasanya perusahaan semacam ini
membuka rekening pada beberapa bank yang berfungsi sebagai pengumpul setoran
dari para pelanggan (distributor daerah). Situasi bisnis dan karkteristik pasar
tersebut menyebabkan perusahaan menjalin kerja sama yang lebih erat dengan
pihak bank. Pada beberapa kasus perusahaan harus menangani penerimaan harian
dalam jumlah yang sangat besar. Keadaan ini menyebabkan banj bersedia membuka
loket penerimaan di kantor perusahaan. Pendekatan ini memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak, pihak perusahan terbantu dalam penanganan setoran
harian dan pihak bank dapat memperoleh dana segar yang dapat diputar dengan segera. Bermacam-macam tekhnik
pengumpulan uang dari pelanggan ini harus dipahami oleh auditor, sehingga di
lapangan dapat merumuskan stragtegi audit yang lebih sesuai dengan situasi yang
dihadapinya.
Aspek
pengendalian yang sangat penting dalam rangka penerimaan kas, mengharuskan
penyetoran uang tunai secara langsungke bank pada hari yang sama dengan
penerimaan uang tersebut. Penyetoran uang tunai yang diterima hari itu adalah
para petugas penerimaan uang tersebut, mengingat petugas bagian penyetoran
tidak ditugas untuk menangani pengeluaran kas. Hal ni menunjukan bahwa tidak
ada uang yang disimpan lebih dari satu hari di brankas perusahaan. Oleh
karenanya kasir tidak mungkin mengguanakn uang yang diterima hari itu untuk
keperluan apapun.
3. Pencatatan Penerimaan (recording the
receipts)
Fungsi
pencatatan bertugas melakukan pencatatan semua transaksi penerimaan uang tunai,
dan memposting ke jurnal penerimaan kas. Pengendalian terhadap pencatatan ini
menyangkut validitas catatan akuntansi yang meliputi ketetapan jumlah yang
dicatat dan apakah informasi yang di catat merupakan penerimaan yang
sesungguhnya. Untuk menjamin ketepatan pencatatan informasi, maka petugas yang
menangani dan mempunyai akses dalam proses pencatatan tersebut harus dibatasi.
Oleh karena itu petugas yang melakukan pencatatatan adalah individu yang diberi
otoritas melaksanakan tugas tersebut.
Pengujian Substansi Terhadap Saldo
Piutang
Pembahasan
pengujian substansi dalam siklusini haya menyngkut pengujian terhadap piutang
saja, mengingat pengujian untuk beberapa rekening lainnya akan dibahas dalam
siklus yang lain. Elemen piutang terdiri dari piutang dagang dan piutang wesel
kedua elemen tersebut secacra dominan membentuk membentuk piutang perusahaan.
Piutang dagang adalah piutang yang timbul dari aktivitas utama perusahaan dalam
menjual barang atau jasa kepada para distributor atau konsumen langsung.
Piutang terbentuk karena berlakunya kesepakatan bisnis dan undang-undang yang
berlaku pada suatu negara. Apabila tidak terdapat dasar-dasar hukum yang
mendasari timbulnya utang piutang, maka utang piutang juga tidak ada. Karakter
ini menunjukan bahwa ruang lingkup yuridis
sangat berperan dalam menentukan eksistemsi piutang (dagang maupun
weasel). Auditor harus memperhatikan sisi hokum dalam pelaksanaan penerimaan
piutang trsebut.
Perikatan dalam
piutang dagang sebatasas pada transaksi jual beli barang dan jasa antara klien
dengan perusahaan lain, sehingga inisiatif terjadinya perikatan tersebut sangat
ditentukan oleh pembeli. Apabila tidak ada permintaan dari pihak lain untuk
menunda pembayarannya maka transaksi piutang dagang juga tidak ada. Disamping
itu kesenjangan waktu antara saat terjadinya proses pegiriman barang, dengan
saat penerimaan barang, dan saat realisasi pembaayaran seringkali menjadikan
masalah penundaan pembayaran tersebut. Dengan melihat keadaan tersebut piutang
dagang pada hakekatnya berupa klaim ataupun tagihan kepada pihak lain dalam
rangka proses dagang tersebut. Hal ini menunjukan bahwasanya piutang merupakan
kekayaan perusahaan yang tidak berwujud (intangible) yang keberadaanya dapat
dibuktikan melalui dokumen yang digunakan untuk mencatat transaksi diantara
kedua pihak atau berdasar pengakuan dari pihak lain.
Dalam audit
terhadap saldo piutang dagang, auditor harus melakukan verifikasi kebeneran
rincian piutang dagang tersebut. Masalah yang harus dihadapai, bagaimana
auditor meyakini kebenran angka-angka yang tersaji dalma saldo piutang.
Persoalan tersebut harus dipecahkan dengan pertanyaan sebagai berikut:
·
Langkah-langkah
(dengan tekhnik tertentu) apa saja yang harus ditempuh?
·
Apakah informasi
yang dikumpulkan sudah cukup?
·
Bagaimana cara
mengujinya sehingga akuntan yakin terhadap kebeneran informasi yang
diterimanya?
·
Bagaimana
mendokumentasi segala langkah yang dilakukannya dalam kertas kerja
pemerikasaan?
Dalam memperoleh
keyakinan terhadap assersi dalam statemen keuangan klien auditor harus melakukan
program peemrikasaan sebagai berikut:
ü Verifikasi
kecermatan rekening piutang dagang apakah cocok dengan buku besar (general
ledger control),
ü Gunakan
prosedur penelaahan analytical,
ü Lakukan
konfirmasi piutang dagang sebagai ihak ketiga yang independent,
ü Lakukan
vouching catatan piutang dengan dokumen pendukungnya,
ü Lakukan
pengujian terhadp cuttof penerimaan kas,
ü Lakukan
pengujian transaksi setelah tanggal neraca,
ü Lakukan
verifikasi kecermatan daftar umur piutang,
ü Bandingkan
penyajian piutang dagang dalam neraca dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Kedelapan
program tersebut harus dikembangkan ke teknik audit yang lebih rinci guna
mendeteksi assersi piutang dagang. Rincian program dijelaskan dalam uraian
berikut ini:
1. Verifikasi kecermatan rekening Piutang
Dagang apakah cocok dengan buku besar.
Prosedur ini
digunakan untuk memperoleh keyakinan terhadap assersi penilaian ataupun alokasi
rekening piutang dagang. Alasan program audit ini adalah untuk memperoleh keyakinan
apakah saldo piutang dagang dalam buku besar telah cocok dengan total piutang
dagang yang disajikan dalam trial balance. Apabila auditor menghadapi risiko
pendeteksian yang tinggi, maka auditor harus melakukan scanning terhadap jumlah
yang tidak biasa dan sangat mencurigakan serta melakukan pencocokkan dengan
daftar tersebut. Sedangkan apabila pendeteksian risiko rendah, maka auditor
cukup melakukan verifikasi terhadap saldo pelanggan yang material.
2. Gunakan prosedur penelaahan analitikal.
Ratio keuangan
digunakan pula dalam prosedur penelaahan analitikal terhadap piutang dagang.
Prosedur audit ini diterapkan dalam rangka memahami assersi-assersi
eksistensi atau okurensi,
keterlengkapan, dan assersi penilaian atau alokasi. Berbagai bentuk ratio yang
dapat digunakan dalam prosedur analitikal ini, antara lain:
· Tingkat perputaran piutang dagang
· Perbandingan antara piutang dagang
dengan utang lancar
· Perbandingan antara piutang tak
tertagih dengan penjualan kredit
· Perbandingan antara kerugian piutang
dengan piutang yang benar-benar tak tertagih.
Penggunaan ratio
ini sangat penting, mengingat pembandingan ratio dengan tahun yang lain ataupun
dengan ratio industri yang sejenis akan dapat memberikan petunjuk kemungkinan
adanya masalah dalam penyajian piutang dagang tersebut. Gejala yang terlihat
dari fluktuasi ataupun perubahan yang begitu mencolok memberi indikasi yang
meragukan terhadap penyajian saldo piutang tersebut. Petunjuk yang diperlihatkan
oleh berbagai ratio tersebut harus dikembangkan dengan langkah-langkah yang ada
dalam program lainnya. Ini berarti pelaksanaan suatu program audit tidaklah
berdiri sendiri-sendiri, mengingat kesemuanya merupakan suatu rangkaian
prosedur yang pada akhirnya dalam rangka mencapai tujuan yang sama.
3. Lakukan konfirmasi Piutang Dagang
Konfirmasi
piutang dagang adalah bentuk komunikasi tertulis yang dilakukan secara langsung
antara pelanggan secara individual dengan auditor. Prosedur audit ini merupakan
prosedur standar yang lazim dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan audit
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Prosedur konfirmasi mempunyai
peranan penting dalam rangka memahami assersi eksistensi atau okurensi
penyajian piutang dagang dalam laporan keuangan klien. Mengingat sumber bukti
pencatatan transaksi berasal dari pihak luar perusahaan (pihak ketiga) yang
tentunya bersikap independen maka kepercayaan terhadapnya mempunyai derajat
kecermatan yang sangat tinggi. Teknik ini sangat penting dalam setiap
pelaksanaan audit piutang dagang, sehingga disebutkan dalam standar pelaksanaan
audit yang ketiga. Bahkan, sering disebutkan sebagai mandatory procedure dalam
pengauditan piutang. Meskipun prosedur konfirmasi merupakan standar yang lazim dilaksanakan
oleh auditor, namun prosedur audit ini dapat tidak dilakukan dengan kondisi dan
situasi yang bersifat spesifik. Pengecualian yang layak diterima (berdasar
justifikasi profesional) adalah sebagai berikut:
a. Jumlah
saldo piutang dagang dalam neraca jumlahnya tidak meterial.
b. Penggunaan
prosedur audit ini justru menjadi tidak efektif. Sebagai contoh, apabila klien
hanya menggunakan sebuah distributor tunggal dalam menyalurkan produknya ke
pasar.
c. Adanya
ketentuan umum (seperti undang-undang kerahasiaan bank) yang tidak memungkinkan
terlaksananya prosedur audit tersebut.
Dalam menggunakan pengecualian tersebut hendaknya
auditor menerapkannya dengan hati-hati (prudence), mengingat dia akan
menghadapi risiko tidak dapat memperoleh informasi yang memadai. Ini berarti
penerapan dalam praktik benar-benar membutuhkan keahlian dan pengalaman kerja
sebagai auditor yang lama. Oleh karena itu, apabila akuntan memutuskan untuk
tidak menggunakan prosedur konfirmasi, Dia harus menggunakan prosedur lain yang
dipandang dengan mengantisipasi lemahnya prosedur audit yang direncanakannya
tersebut. Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh auditor dalam melakukan prosedur
konfirmasi adalah sebagai berikut:
1. Penentuan format konfirmasi. Ada dua bentuk
teknik konfirmasi yaitu konfirmasi positif dan konfirmasi negatif. Konfirmasi
positif dilakukan dengan cara meminta debitur menjawab permintaan konfirmasi
dengan tidak mempertimbangkan apakah catatan saldo utangnya cocok atau tidak
dengan jumlah yang diterakan dalam surat konfirmasi. Konfirmasi positif
digunakan bila : (1) Jumlah debitur tidak begitu banyak, (2) mutasi transaksi
antara klien dengan debitur sering terjadi.
Sedangkan
konfirmasi negatif dilakukan dengan cara meminta debitur menjawab pertanyaan
apabila catatan saldo utangnya tidak cocok dnegan jumlah yang diterakan dalam
surat konfirmasi. Kadangkala dalam surat jawaban diminta untuk menjelaskan
alasan terjadinya perbedaan antara catatan debitur dengan klien. Konfirmasi
negatif digunakan bila: (1) Jumlah debitur relatif banyak dan jumlahnya relatif
kecil-kecil ,dan (2) mutasi transaksi untuk masing-masing debitur relatif
jarang. Di antara kedua bentuk konfirmasi tersebut mempunyai keunggulan dan
kelemahan sendiri-sendiri, oleh karenanya penggunaannyapun sangat tergantung pada
situasi yang ada. Pemilihan di antara kedua teknik konfirmasi ini tergantung
pada pertimbangan profesional auditor dalam mengantisipasi risiko tidak
menemukan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan.
Agar tujuan
konfirmasi dapat dicapai dengan baik, maka diperlukan perencanaan yang matang.
Perencanaan konfirmasi piutang dagang meliputi langkah-langkah berikut:
a. Dapatkan
daftar piutang dagang beserta kebijaksanaan akuntansi terhadapnya.
b. Tentukan
apakah akan menggunakan konfirmasi negatif ataukah konfirmasi positif
c. Siapkan
surat konfirmasi (biasanya sudah terstandar)
d. Mintakan
persetujuan kepada direktur keuangan atau pejabat yang berwenang menandatangani
surat konfirmasi.
e. Kirimkan
surat konfirmasi yang telah ditandatangani pejabat klien, yang dalam hal ini
hendaknya surat konfirmasi dikirim oleh akuntan pemeriksa sendri, dan
jawabannya langsung dialamatkan langsung pada kantor auditor.
f. Lakukan
evaluasi terhadap surat konfirmasi yang tidak kembali, tentukan sikap untuk
langkah selanjutnya.
2. Pemilihan waktu yang dianggap tepat untuk
mengajukan permintaan konfirmasi. Umur waktu pengiriman surat konfirmasi dapat
menjadi penentu kesuksesan prosedur audit ini. Waktu yang dianggap tepat untuk
melakukan konfirmasi sangat tergantung pada antisipasi resiko deteksi. Apabila
risiko deteksinya dinilai rendah, maka auditor lebih leluasa menentukan kapan
surat konfirmasi akan dikirim kepada pihak ketiga. Sebaliknya apabila risiko
deteksinya tinggi, penentuan waktu penyelenggaraan konfirmasi menjadi sangat
strategis dalam memperoleh jawaban dari pihak ketiga tersebut. Sebagai contoh,
penyelenggaraan konfirmasi di awal pekerjaan lapangan akan memunculkan
kemungkinan prosedur ini dilaksanakan dengan tidak cermat. Mengingat auditor
belum memahami masalah yang ada dalam assersi piutang tersebut. Kemunkinan
seperti ini harus menjadi pertimbangan selama pekerjaan lapangan berlangsung.
3. Pengawasan terhadap penyelenggara
konfirmasi. Auditor harus mengawasi setiap langkah proses konfirmasi dengan
tujuan memperoleh jaminan bahwa pihak ketiga yang dimintai konfirmasi
benar-benar pihak yang mempunyai utang kepada klien. Guna menghindarkan
kemungkinan terjadinya kolusi antara klien (pegawai klien) dengan debitur, maka
pemilihan siapa debitur yang harus dimintai keterangan sepenuhnya menjadi
wewenang auditor. Para pegawai klien benar-benar hanya membantu pelaksanaan
pengiriman surat konfirmasi tersebut.
4. Disposisi dan evaluasi hasil konfirmasi.
Jawaban konfirmasi seringkali menyajikan informasi yang berbeda dengan informasi
yang diperoleh dari pihak klien. Langkah yang harus dipertimbangkan oleh
auditor adalah melakukan evaluasi terhadap jawaban konfirmasi dari pihak ketiga
tersebut. Auditor harus mengambil keputusan mengenai perbedaan informasi
tersebut, apakah mengusulkan membuat adjustment terhadap saldo Disposisi dan
evaluasi hasil konfirmasi. Jawaban konfirmasi seringkali menyajikan informasi
yang berbeda dengan informasi yang diperoleh dari pihak klien. Langkah yang
harus dipertimbangkan oleh auditor adalah melakukan evaluasi terhadap jawaban
konfirmasi dari pihak ketiga tersebut. Auditor harus mengambil keputusan
mengenai perbedaan informasi tersebut, apakah mengusulkan membuat adjustment
terhadap saldo yang piutang dagang, ataukah auditor harus mendiskusikan kepada
manajemen mengenai berbedaan informasi yang sangat material. Apabila diantara
auditor dan klien tidak ada kesepakatan auditor harus memberikan catatan
tersendiri terhadap penyimpangan yang terjadi. Keputusan akhir mengenai hal
ini, sepenuhnya menjadi wewenang auditor in chrages, dalam pemberian opini atas
laporan keuangan klien tersebut. Langkah-langkah yang ditempuh dalam konfirmasi
piutang dagang memberikan keyakinan terhadap assersi eksistensi atau okurensi,
keterlengkapan, dan hak dan kewajiban yang terungkap dalam informasi piutang
tersebut dalam neraca.
5. Lakukan vouching catatan Piutang dengan
dokumen pendukungnya
Semua dokumen
pendukung transaksi penjualan kredit disimpan oleh bagian akuntansi. Auditor
perlu mencocokkan apakah saldo piutang yang disajikan oleh klien benar-benar
berdasarkan catatan yang dibuat oleh bagian akuntansi dan mencocokkan apakah
informasi yang disajikan didukung oleh bukti transaksi yang memadai. Sisi debit
dicocokkan pendukung invoice penjualan seperti dokumen pengiriman, perintah
penjualan, dan pesanan dari pelanggan. Sisi kredit dicocokkan ke remittance
advices dan otorisasi sales adjustment. Pada dasaranya prosedur ini merupakan
pelengkap dari prosedur konfirmasi, apabila ternyata konfirmasi tidak
ditanggapi oleh debitur klien. Program audit ini akan memberikan keyakinan
terhadap assersi eksistensi dan okurensi piutang dagang.
6. Lakukan pengujian terhadap cut off
transaksi penjualan
Pengertian cut
off transaksi penjualan dirancang untuk memperoleh jaminan yang kuat bahwa: (1)
semua penjualan dan piutang dagang yang disajikan dalam neraca merupakan
transaksi yang benar-benar terjadi selama periode akuntansi yang diaudit, dan
(2) bahwasannya jurnal untuk persediaan dan harga pokok penjualan dicatat untuk
periode yang sama. Dalam memilahkan suatu transaksi apakah masuk dalam suatu
periode akuntansi, akuntan harus memperhatikan klausula pengiriman barang
dagangan kepada konsumen. Apakah menggunakan FOB destination ataukah FOB
shiping point yang keduanya mempunyai dampak yang sangat berbeda terhadap
pengakuan pendapatan maupun timbulnya hak atas piutang pada pihak ketiga.
Auditor harus melakukan analisis transaksi mana yang masuk kategori dalam
periode akuntansi yang diperiksanya, dan mana yang masuk periode akuntansi
berikutnya. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
a. A,Lakukan
pengujian dokumen pengiriman barang sebelum dan setelah tanggal neraca, untuk
menetapkan kategori tanggal dan perjanjian pengiriman barang.
b. Lakukan
penelusuran dokumen pengiriman ke catatan penjualan dan persediaan untuk
menentukan apakah jurnal pencatatan transaksi telah dilakukan dengan tepat.
c. Lakukan
inspeksi terhadap dokumen pengiriman barang yang terjadi sebelum dan setelah
tanggal neraca, guna menentukan apakah pengiriman barang memang benar-benar
dapat dipercayai (valid).
d. Lakukan
wawancara dengan para manager perusahaan.
Dengan melakukan
prosedur audit diatas, auditor akan memperoleh keyakinan apakah assersi
eksistensi dan okurensi saldo piutang dapat dipercaya. Langkah-langkah yang
ditempuh tersebut harus didokumentasikan dalam kertas kerja pemeriksaan.
Komentar dan kesimpulan yang diperoleh harus disajikan dalam tickmark dibawah
pemaparan informasi daftar piutang dagang.
7. Lakukan pengujian transaksi penerimaan
kas setelah tanggal neraca
Pengujian
terhadap transaksi penerimaan kas setelah tanggal neraca mempunyai peran yang
sangat penting untuk mendeteksi assersi eksistensi atau okuresi, serta sejauh
mana keterlengkapan assersi piutang dagang. Setoran yang dilakukan para pelanggan
setelah tanggal neraca memberi petunjuk eksistensi piutang dagang secara
individual. Demikian sebaliknya tagihan yang seharusnya jatuh tempo setelah
tanggal neraca (masih dalam periode audit), namun tidak ada reaksi dari para
pejabat perusahaan memberi indikasi adanya piutang dagang fiktif, dalam praktik
, kemungkinan adanya kolusi antara pelanggan dengan perusahaan dengan mudah
dapat dilakukan. Situasi semacam ini menjadikan prosedur konfirmasi tidak
bermanfaat, mengingat permintaan konfirmasi justru akan menghasilkan informasi
palsu dari para pelanggan tersebut. Sebagai alternatif prosedur konfirmasi,
seringkali pengujian transaksi setelah tanggal neraca memberikan hasil yang
jauh lebih baik dibandingkan prosedur konfirmasi.
8. Lakukan verifikasi kecermatan daftar umur
piutang
Daftar umur
piutang iasanya disajikan sebagai lampiran laporan keuangan, yang memuat
rincian debitur yang terkait dengan terbentuknya piutang dagang . Auditor harus
mengecek kembali kecermatan perhitungan daftar tersebut guna memperoleh
keyakinan tehadap assersi saldo piutang dagang. Dalam kasus perusahaan
menggunanakan pengolahan data dengan komputer, pengujian terhadap kecermatan
penyajian daftar tersebut diuji dengan paket software audit.
9. Bandingkan penyajian piutang dagang dalam
neraca dengan GAAP
Auditor harus
benar-benar memahami standar pelaporan piutang dagang laporan keuangan. Oleh
karena itu, menjadi tugas auditor untuk membandingkan apakah statement yang
disajikan laporan keungan telah cocok dengan standar akuntansi keuangan yang
lazim diterapkan di Indonesia. Auditor perlu memperhatikan bagaimana cara-cara
penyajian dan pengungkapannya, aik berupa klasifiaksi maupun ungkapan hal-hal
lain yang dapat mempengaruhi kesimpulan pembaca laporan keuangan klien, auditor
harus waspada tergadap kemungkinan piutang dagang tersebut telah dijaminkan
ataupun kemungkinan telah dijual melalui anjak pitang (factoring).
Semua pengujian
yang dilakukan dalam program di atas harus didokumentasikan dalam kertas kerja
pemeriksaan. Semua informasi dan kesimpulan yang diperoleh dalam menjalankan
program tersebut dicatat dalam kertas kerja. Bentuk kertas kerja yang
dibutuhkan dalam audit ini antara lain:
1. Daftar piutang dan umur piutang,
2. Konfirmasi piutang dagang,
3. Analisi kolektibiltas piutang dagang.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam
melaksanakan audit, auditor harus menaruh perhatian pada semua bidang
pertanggung jawaban manajemen seperti diuraikan diatas, tetapi dengan tingkat
tekanan yang berbeda-beda dengan masing-masing penugasan. Bidang mana yang akan
memeperoleh perhatian yang lebih besartergantung pada pertimbangan terhadap
bergabai factor yang terlibat pada waktu menentuka arah kegiatan audit dan
resiko yang dihadapai organisasi.
Hasil dari tahap
pengujian substantive adalah temuan. Temuan audit berpangkal dari perbandingan
kondisi (apa yang sebenrnya terjadi) dengan criteria (apa yang seharusnya
terjadi), mengungkap akibat yang ditimbulkan dari perbedaan kondisi dan
criteria tersebut serta mencari penyebabnya. Pengembangan temuan setelah
pengujian substantive dangat menetukan keberhasilan tugas audit. Untuk itu,
auditor perlu memahami unsure-unsur temuan, sehingga pengembangan temuan
menjaid lebih efektif.
EmoticonEmoticon