Indomie adalah merek produk mi instan dari Indonesia. Di Indonesia,
Indomie diproduksi oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Produk dari perusahaan milik Sudono Salim
ini mulai dibuat pertama kali pada tanggal 9 September 1970 dan dipasarkan ke konsumen sejak
tahun 1972, dahulu
diproduksi oleh PT. Sanmaru Food Manufacturing Co.
Ltd., dan pertama
kali hadir dengan rasa Ayam dan Udang. Selain
dipasarkan di Indonesia, Indomie juga dipasarkan secara cukup luas di manca
negara, antara lain di Amerika Serikat,
Australia,
berbagai negara Asia dan Afrika serta negara-negara Eropa; hal ini menjadikan Indomie sebagai
salah satu produk Indonesia yang mampu menembus pasar internasional. Di Indonesia
sendiri, sebutan "Indomie" sudah umum dijadikan istilah generik yang
merujuk kepada mi instan.
Harga Indomie yang ekonomis dan cita rasanya yang telah disesuaikan
dengan selera Indonesia membuat produk mi instan ini sangat digemari oleh
masyarakat. Bahkan, tidak jarang warga Indonesia yang melakukan perjalanan ke
luar negeri membawa Indomie untuk mengatasi masalah ketersediaan makanan yang
praktis dan sesuai dengan selera Indonesia. Kepraktisan dalam penyajiannya dan
mudahnya pendistribusian membuat Indomie menjadi andalan warga Indonesia saat
terjadi tragedi bencana alam untuk mengatasi masalah keterbatasan dan kelangkaan
bahan pangan di lokasi dengan segera.
Indomie diklaim sebagai makanan yang sehat dan bergizi oleh produsennya.
Produk mi instan ini disebut memiliki berbagai kandungan gizi seperti energi, protein, niasin, asam folat,
mineral zat besi, natrium, dan berbagai vitamin seperti
vitamin A, B1, B6, dan B12. Meskipun begitu, konsumsi Indomie yang terlalu
sering tidak dianjurkan, sebab Indomie mengandung pewarna tartrazine yang
tidak baik bagi kesehatan apabila dikonsumsi dalam jangka panjang.
·
Strategi Pemasaran
Dominasi PT Indofood Sukses Makmur Tbk begitu kuat
walaupun sudah terjadi pergeseran. Tahun 2002 Indomie menguasai sekitar 90%
pasar mie instan, tahun lalu menurun menjadi 75%. Sisanya yang 25% dikeroyok
merk mie instan lainnya. Kemunduran itu patut diwaspadai. Apalagi baru-baru ini
muncul produk-produk baru, seperti mie sedap milik PT Sayap Mas Utama yang
merupakan grup dari kelompok Wings yang diluncurkan pada Mei 2003 dan baru
didistribusikan di Pulau Jawa dan Bali, namun namanya sudah mulai
diperbincangkan di kalangan pembeli di warung-warung, bahkan pasar swalayan.
Ketatnya persaingan produk mi instan disadari benar oleh manajemen PT Indofood.
Sumber yang tidak mau disebut namanya mengakui bahwa saat ini penguasaan
Indofood terhadap pasar mi instan menurun dari 90% menjadi 75%. Meski terjadi
penurunan penguasaan pasar, namun divisi mie instan tetap dapat meraih kenaikan
penjualan sebesar 6,6% menjadi Rp4,5 triliun dibanding Rp4,2 triliun pada
periode yang sama 2002. Kenaikan itu antara lain dipengaruhi lebih tingginya
harga jual rata-rata. Selain itu, hingga saat ini divisi mi instan tetap dapat
mempertahankan volume penjualannya sebesar 7,3 miliar bungkus.
Tentang strategi menghadapi persaingan, Indofood akan menerapkan strategi
Mastering The Present, Pre-empting the Future. Strategi ini antara lain fokus
kepada organic growth, memanfaatkan competitive advantage melalui scale, scope,
span, dan speed. Selain itu akan menjalankan program cost efficiency and cost
cutting. Di samping itu tetap melanjutkan segmentasi para konsumennya dengan
memperkenalkan produk-produk dengan higher price and higher margin.
Perubahan gaya
hidup acap mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Salah satu dari
perubahan itu adalah digemarinya mie instan sebagai makanan substitusi nasi.
Bahkan kian hari produk ini kian menjadi makanan pilihan konsumen, karena
selain praktis dan harganya terjangkau, mie instan juga cukup mengenyangkan
perut. Saat ini, Indofood masih merajai pasar mie instan di Indonesia,
sekaligus merupakan perusahaan mie instan terbesar di dunia dengan kapasitas
produksi 13 milyar bungkus. Selain Supermi, Sarimi, dan Sakura, Indomie
merupakan merek andalan Indofood. Begitu kuatnya citra Indomie di pasar
sehingga sebagian masyarakat menganggap seolah mie instan itu adalah Indomie
(Indomie menjadi Top of Mind mie instan). Dalam Top Brand Index (TBI)
periode 2006-2008, Indomie menduduki posisi pertama dengan TBI
berturut-turut 65,8% , 66,5% , dan 71,4% pada tahun 2006, 2007, dan 2008
(David, S.S., 2008, Majalah Marketing-Edisi Khusus TOP BRAND).
Keberhasilan Indomie terus bercokol di urutan teratas Top Brand adalah
berkat konsistensi Indomie dalam menjalankan strategi kunci 3A:
a). Acceptability,
yaitu rasa Indomie yang sudah bisa diterima di lidah konsumen (Product).
b). Avalaibility,
produk Indomie mudah diperoleh dimana saja (Place)
c). Affordability,
tercermin dari harga eceran Indomie yag terjangkau (Price)
Sekarang mari kita tinjau dari sisi produk, harga, distribusi, dan promosi yang
dilakukan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. terhadap Indomie :
·
Isu kenaikan BBM terhadap implementasi strategi Pemasaran
Menyusul kenaikan harga bahan bakar pada tahun 2014 yang
menghantam hampir semua sektor industri termasuk industri makanan, industri mie
instan juga terkena imbasnya. lalu terjadi kenaikan harga bahan baku utama
yaitu tepung terigu akibat penyesuaian terhadap kenaikan harga bahan bakar,yang
mengakibatkan peningkatan harga jual Indomie di pasaran.
Disamping itu kenaikan harga komoditas di pasar internasional mengakibatkan
inflasi yang tinggi dan melemahnya daya beli masyarakat. Sehingga mempengaruhi
pertumbuhan industri makanan termasuk industri mie instan. Penurunan
terjadi terutama pada segmen bawah karena kenaikan harga jual mie instan
seiring dengan kenaikan harga tepung terigu sebagai bahan baku utama.
EmoticonEmoticon