Pendahuluan
Apa sih restitusi itu? Menurut Kamus Bahasa Indonesia, restitusi (réstitusi) adalah ganti kerugian; pembayaran kembali; penyerahan bagian pembayaran yang masih bersisa. Kaitannya dengan pajak yang kita bayar kepada Negara, restitusi adalah pembayaran kembali pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak. Artinya, Negara membayar kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar. Undang-Undang KUP secara umum menyebut restitusi sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Bagaimana cara meminta restitusi? Banyak orang mengira bahwa resitusi pajak harus melalui "pintu" pemeriksaan. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah karena sebelum modernisasi, sepengetahuan saya semua restitusi memang harus diperiksa. Restitusi diatur di Pasal 17 Undang-Undang KUP. Pasal itu memang mengatur tentang Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Perkembangan selanjutnya, Pasal 17 Undang-Undang KUP sudah "bertambah". Tetapi sejak sejak modernisasi dan berlakunya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 ada beberapa ketentuan baru yang memungkinkan restitusi tanpa melalui "pintu" pemeriksaan. Ditambah lagi kebijakan DJP sejak tahun 2014 ini yang memberikan target audit coverage ratio (ACR) tertentu. Sebelumnya, fungsi pemeriksaan lebih fokus kepada "keamanan" restitusi dan memastikan bahwa Wajib Pajak benar-benar berhak atas restitusi tersebut.
Sejak berlakunya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2011,untuk mendapatkan pengembalian kelebihan pajak terdapat tiga pintu yaitu:
[1.]verifikasi
[2.]pemeriksaan,dan
[3.]penelitian.
Untuk jenis restitusi yang bagaimanakah ketiga pintu restitusi tersebut? Kami jelaskan dibawah ini :
Secara umum, restitusi pajak diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:
1. PASAL 17 ayat (1) Undang-Undang KUP
2. PASAL 17 ayat (2) Undang-Undang KUP
3. PASAL 17B ayat (1) Undang-Undang KUP
4. PASAL 17C ayat (1) Undang-Undang KUP
5. PASAL 9ayat (4c) Undang-Undang PPN
6. PASAL 17D ayat (1) Undang-Undang KUP
7. PASAL 17E Undang-Undang KUP
Menurut petunjuk resminya, tata cara (prosedur) pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak (restitusi pajak) adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
- Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
- Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN , maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut
- Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
- SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.
Dasar Hukum
Undang-undang PPN Nomor 42 Tahun 2009
Tata Cara pengembalian kelebihan pembayaran PPN dan PPnBM ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 1/PJ/2008 tentang Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dan Prosedur Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 40/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
Syarat mengajukan restitusi PPN
- Sebelum melakukan restitusi PPn yakinkan dulu bahwa SPT yang kita laporkan tidak ada kesalahan.
- Periksalah Jika ada kewajiban perpajakan yg masih tertangguhkan harap diselesaikan lebih dulu.
- Periksa semua dokumen faktur pajak standar, karena KPP akan memeriksanya kembali.(Pastikan semua dokumen di arsip lengkap)
- Pembetulan SPT harus dilaporkan sebelum dilakukan pemeriksaan.
- Prosedur restitusi pajak diatur dalam PMK No 66/ PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak:
- pasal 3 ayat (1) huruf b, kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa, dikembalikan dalam jangka waktu satu bulan sejak SKPLB diterbitkan;
- pasal 4 ayat (1),kelebihan pembayaran pajak di kembalikan oleh Kepala KPP atas nama Dirjen Pa jak dengan Surat Kepu tusan Pengembalian Ke lebihan Pembayaran Pa jak (SKPKPP).
- pasal 5 ayat (1),kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa dikembali kan Kepala KPP atas na ma Dirjen Pajak dengan menerbitkan SKPKPP.
- pasal 5 ayat (2),atas dasar SKPKPP,Kepala KPP atas nama menteri keuangan menerbitkan surat perin tah membayar kelebihan pajak (SPMKP) per jenis pajak dan per masa/tahun pajak.
- pasal 5 ayat (6),dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada WP, SPMKP,dan SKPKPP wajib disampaikan KPP ke KPKN paling lambat dua ha ri kerja sebelum jangka waktu satu bu lan.
- pasal 6 ayat (1),berda sarkan SPMKP yang dimaksud pasal 5, KPKN atas nama men teri keuangan mener bitkan surat perintah pencairan dana (SP2D).
- pasal 6 ayat (2) KPKN wajib menerbitkan SP2D paling lama dua hari kerja sejak SKPKPP dan SPMKP diterima secara leng kap dan utuh. Berdasarkan ketentuan di atas, restitusi pajak dapat dicairkan paling lambat satu bulan setelah SKPLB diterbitkan
Pengajuan Permohonan Pengembalian (Restitusi)
PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan menggunakan cara sebagai berikut, yaitu:
- SPT Masa PPN, dengan cara mengisi (memberi tanda silang) pada kolom "Dikembalikan (restitusi)"
- Atau Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak. Contoh : Permohonan pengembalian kelebihan Pajak diajukan kepada KPP di tempat PKP dikukuhkan. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah permohonan pengembalian kelebihan Pajak ditentukan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.
Baca Juga
Proses awal dan akhir Restitusi:
Awal :Wajib Pajak menyampaikan berkas permohonan atas pengembalian kelebihan pembayaranPajak Pertambahan Nilai untuk selain Wajib Pajak Patuh (SPT PPN LB);
Akhir : Pelaksana Seksi Pelayanan menyerahkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak kepada Wajib Pajak.
Keluaran/Hasil Akhir (output): Surat Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
Pengenaan PPN 0% yang Dipercepat Atas Ekspor Oleh PET(Perusahaan Eksportir Tertentu)
- Dalam hal BKP yang diekspor oleh PET terdapat JKP dan atau BKP (bahan baku/bahan pembantu) yang dibeli dari PKP lain di dalam negeri, maka tarif PPN 0% diterapkan atas penyerahan JKP dan atau BKP (bahan baku/bahan pembantu) dari PKP lain di dalam negeri kepada PET.
- Fasilitas PPN 0% tersebut hanya diberikan kepada PET Produsen. Apabila PET produsen melakukan pembelian BKP berupa barang jadi tetap terutang PPN dengan tarif 10%.
- Dengan diberikannya fasilitas PPN 0% kepada PET diatas, PKP pemasok tetap harus menerbitkan Faktur Pajak Setandar dengan dibubuhi cap "PPN Tarif 0% Eks Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 548/KMK.04/1997 " dan pada kolom "PPN 10% X Dasar Pengenaan Pajak" tetap dicantumkan jumlah nilai PPN yang seharusnya terutang.
- Sejak tanggal 1 Februari 2001, fasilitas PPN 0% (nol persen) yang dipercepat atas ekspor yang dilakukan oleh PET tidak berlaku (Lihat KMK Nomor 50/KMK.04/2001 Jo SE - 12/PJ.5/2001)
- Sejak tanggal 1 Pebruari 2001, atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada PKP PET tetap terutang PPN.
- Untuk penyerahan BKP (bahan baku/bahan pembantu) dan/atau JKP kepada PKP PET yang dilakukan dalam bulan Januari 2001 masih memperoleh fasilitas PPN 0% dipercepat, sepanjang digunakan untuk menghasilkan BKP yang akan diekspor.
Contoh : Proses Pengajuan Permohonan Restitusi PPN oleh PT YI (Eksportir)
PT YI termasuk perusahaan yang cenderung mengalami kelebihan pembayaran pajak terutang. Terjadi kelebihan pembayaran pajak terutang ini karena PT YI banyak melakukan pembelian raw material (PM) dan penjualan BKP yang hampir 90 persen dilakukan ekspor (PK). Dengan tarif ekspor 0% mengakibatkan pajak yang terutang lebih kecil dari kredit pajak. Pemilihan alternatif pengembalian kelebihan pembayaran pajak terutang yang dipilih oleh PT YI adalah dengan mempertimbangkan estimasi PK yang akan datang dibandingkan dengan PM yang akan diterima dan aliran arus kas (cash flow) dari PT YI itu sendiri. PT YI menyadari dengan diajukannya permohonan restitusi maka akan menghadapi konsekuensi proses pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pajak, dimana ditentukan berhasil atau tidaknya permohonan restitusi yang diajukan. Oleh karena itu, agar permohonan restitusi yang dilakukan oleh PT YI dapat berhasil diperlukan perencanaan pajak.
Perencanaan pajak tersebut secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap :
- Perencanaan pajak sebelum mengajukan restitusi PPN
- Menyelenggarakan pembukuan dengan baik Langkah yang dilakukan PT YI adalah melakukan pembukuan dengan itikad baik dan memenuhi standar akuntansi yang lazim di Indonesia (PSAK). Selain itu pembukuan harus diselenggarakan dengan prinsip taat asas. Untuk kepentingan perpajakan pembukuan pada PT YI diarahkan untuk memenuhi pasal 28 Undang-Undang KUP tahun 2007 dimana pembukuan merupakan suatu proses pencatatan secara teratur dalam rangka mengumpulkan dan mengolah data dan informasi mencakup keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan rugi laba.
- Memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu Sebelum melakukan pembayaran atas pajak terutang, PT YI melakukan pengecekan kembali mengenai kebenaran pengisian SPT untuk memastikan pemenuhan kewajibanperpajakan telah berjalan dengan benar sesuai dengan laporan keuangan dan bukti - bukti yang ada.
- Melakukan ekualisasi SPT PPN dan SPT PPh Badan secara reguler Ekualisasi omzet antara SPT PPN dan SPT badan dilakukan setiap periode laporan keuangan atau minimal satu tahun sekali. Hal ini dilakukan agar perbedaan yang terdapat dalam SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan dapat diketahui dengan segera dimana terjadi kesalahan atau kekurangan perhitungan dan sebagai awal dari persiapan data atau dokumen untuk menghadapi pemeriksaan.
- Perencanaan perpajakan pada saat proses restitusi PPN
- Menyiapkan dan memisahkan Faktur Pajak asli (PM dan PK), serta meneliti Faktur Pajak yang diterima dan yang diterbitkan tidak cacat menurut ketentuan perundang - undangan.
- Menyiapkan dokumen - dokumen pendukung yang dapat memperkuat argumen PT YI, misalnya dokumen impor (PIB, Invoice ,Packing List, B/L, DO, LPS), dokumen ekspor (PEB, Invoice, Packing List, B/L, DO, LPS), dokumen pembayaran ekspor (Netting) acuan rekening koran, dokumen pembayaran impor dan lokal (uji arus kas dan barang) acuan rekening koran, copy Invoice, copy Surat Jalan (DO), copy Purchase Order(PO), bukti pembayaran pajak (SSP), laporan keuangan, kontrak kerja, dan menyiapkan seluruh laporan SPT PPN.
- Membuat daftar pembayaran atas Faktur Pajak dan bukti pembayarannya untuk kelengkapan data PM. Hal ini dilakukan apabila konfirmasi PM menyatakan data “tidak ada” maka dapat dibuktikan dengan pembuktian arus kas dan barang.
- Melayani pemeriksaan dengan pemeriksa pajak setelah diterima surat pemeriksaan dari KPP.
- Menciptakan hubungan yang baik dengan pemeriksa pajak.
- Perencanaan perpajakan setelah proses restitusi PPN
- Review kebenaran Faktur Pajak.
- Sistem pembayaran tidak melebihi 2 (dua) bulan.
- Pembayaran ekspor melalui sistem Netting atau sistem pembayar langsung berdasarkan Invoice
Karena hampir seluruh hasil produksi PT YI di ekspor maka atas transaksi tersebut timbul hak bagi PT YI selaku PKP, yaitu meminta kompensasi atau restitusi akibat kelebihan pembayaran pajak terutang dari mekanisme PK-PM yang berlaku di Indonesia. Kelebihan pajak terutang tersebut dapat dimintakan kembali dengan dua cara, yaitu :
- Dengan cara kompensasi di masa pajak berikutnya artinya kelebihan pembayaran tersebut menjadi kredit pajak masa berikutnya.
- Dengan meminta kembali kelebihan pembayaran secara tunai atau yang dikenal dengan restitusi.
1. PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG
Restitusi pajak yang seharusnya tidak terutang diatur secara khusus dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 10/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengembalian Atas Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang. Menurut peraturan ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal:
- Terdapat pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang. Pembayaran yang termasuk kelompok ini dapat berupa: pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang lebih besar dari pajak yang terutang, pembayaran pajak atas transaksi yang dibatalkan, pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayar, pembayaran pajak oleh Wajib Pajak terkait dengan permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP yang tidak disetujui.
- Terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut. Kesalahan yang termasuk kelompok ini dapat berupa: pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut, termasuk yang diatur dalam P3B;pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak; pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut; atau pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.
- Terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam rangka impor. Kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam rangka impor meliputi Pajak Penghasilan Pasal 22 impor, Pajak Pertambahan Nilai impor, dan/atau Pajak Penjualan Barang Mewah imporyang telah dibayar dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak. Pembayaran pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam rangka impor tercantum dalam: SPTNP atau SPKTNP; SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan; SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan dan putusan banding; SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan, putusan banding, dan putusan peninjauan kembali; SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding; SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding dan putusan peninjauan kembali; atau dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang,
2. RESTITUSI DENGAN SKPLB
Restitusi dengan SKPLB yang dimaksud disini adalah restitusi dengan "pintu" Pasal 17B Undang-Undang KUP. Seperti kutipan diatas, Pasal 17B mengharuskan Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Pada prakteknya tentu saja yang melakukan pemeriksaan adalah pemeriksa pajak atas perintah Direktur Jenderal Pajak. Dan yang memberikan surat perintah pemeriksaan bukan Direktur Jenderal Pajak langsung tetap Kepala UP2 yang telah diberikan pendelegasian wewenang.
3. RESTITUSI DENGAN KRITERIA TERTENTU
Restitusi dengan kriteria tertentu yang dimaksud disini adalah restitusi untuk Wajib Pajak Patuh. Peraturan Menteri Keuangan nomor 74/PMK.03/2012 telah menentukan kriteria-kriteria agar Wajib Pajak bisa ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh. Kriteria kepatuhan disini lebih kepada kepatuhan formal yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Berikut kriteria Wajib Pajak Patuh:
- Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
- Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak, yaitu keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu.
- Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, yaitu laporan keuangan yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang wajib disampaikan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sampai dengan akhir tahun sebelum tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu.
- Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
- Wajib Pajak dapat mengajukan diri untuk mendapatkan "status" Wajib Pajak Patuh. Batas waktu pengajuan permohonan untuk menjadi Wajib Pajak Patuh paling lambat tanggal 10 Januari pada tahun penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu. Paling lambat tanggal 20 Februari Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Keputusan mengenai penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu.
4. RESTITUSI DENGAN PERSYARATAN TERTENTU
Berdasarkan Pasal 17D ayat (1) Undang-Undang KUP bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan SKPPKP setelah dilakukan penelitian. Pemberian SKPPKP yang berdasarkan Pasal 17D adalah untuk Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. Apa sebenarnya maksud persayaratan tertentu? Apa bedanya dengan kriteria tertentu?
Baca Juga
Pada dasarnya kriteria tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 17C adalah Wajib Pajak Patuh. Ya, kriteria disini menunjukkan Wajib Pajak tersebut telah membuktikan secara konsisten, setidaknya pada periode tertentu, memenuhi kepatuhan formal. Dilihat dari sisi manajemen risiko, Pasal 17C dianggap memiliki risiko rendah.
Sebenarnya Pasal 17D juga memiliki anggapan yang sama, yaitu DJP memandang Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu ini memiliki risiko rendah. Hanya saja, perbedaannya antara 17C dengan 17D adalah dari sisi nominal restitusi. Pasal 17D dimaksudkan untuk restitusi "recehan". Karena itu, Peraturan Menteri Keuangan nomor 178/PMK.03/2013 mengatur persyaratan tertentu seperti ini:
- Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;
- Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
- Wajib Pajak badan yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau
- Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Proses Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
Dasar Hukum Penerbitan SPMKP:
• Pasal 11 UU KUP
• Pasal 17E UU KUP
• (PP 80/2007 ada nggak??)
• PMK Nomor 16/PMK.03/2011
• PDJP Nomor PER-7/PJ/2011
Penerbitan SKPKPP dan SPMKP:
Tempat Penerbitan: KPP – melalui TPT (Tempat Pelayanan Terpadu )
KPP menerbitkan SKPKPP rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan:
1. Lembar 1 untuk Wajib Pajak (WP);
2. Lembar 2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negar (KPPN);
3. Lembar 3 untuk arsip KPP.
Atas dasar SKPKPP. KPP menerbitkan SPMKP menggunakan Aplikasi SPM dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan:
1. Lembar 1 dan 2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negar (KPPN);
2. Lembar 3 untuk WP;
3. Lembar 4 untuk arsip KPP.
Syarat Penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP):
1. Berdasarkan SKPLB:
• Mengajukan permohonan melalui surat tersendiri; atau
• Telah mengajukan permohonan melalui SPTLB
2. Berdasarkan SK Keberatan/ Putusan Banding:
• Terdapat kelebihan pembayaran pajak
• Mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan foto copy SSP pelunasan SKPKB/SKPKBT dan SK Keberatan/ Putusan Banding
Penyampaian SPMKP ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negar (KPPN)
- KPP wajib menyampaikan SPMKP beserta kelengkapannya paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana yang ditetapkan pada pasal 12 PMK No.16/PMK.03/2011.
- KPP menyampaikan hard copy SPMKP lembar 1 dan 2 kepada KPPN dengan disertai:
- ADK (soft copy) SPMKP;
- Lembar 2 SKPKPP;
- Daftar rekening yang ditandatangani oleh Pejabat Penandatangan SPMKP bila rekening tujuan lebih dari 1 (satu) yang dicetak dari aplikasi SPM.
- Surat setoran pajak (SSP) bila terdapat kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMKP
- Petugas Loket SPM di KPPN memeriksa kelengkapan dan kebenaran SPMKP beserta kelengkapannya. Bila tidak benar dan tidak lengkap segera dikembalikan berdasarkan surat pengembalian SPM yang menjelaskan alas an pengembalian tersebut. Bila SPMKP benar dan lengkap maka SPMKP segera diproses, ADK SPMKP ditransfer ke dalam aplikasi KPPN dan petugas pengantar SPMKP dari KPP diberikan tanda terima SPMKP yang menginformasikan waktu penerimaan dan penyelesaian SPMKP.
- Setelah menerima SPMKP, KPPN wajib segera melakukan konfirmasi kepada penerbit SPMKP pada KPP bersangkutan.
- KPP wajib segera menjawab permintaan konfirmasi atas SPMKP untuk memastikan kebenaran penerbitan SPMKP tersebut.
- SPMKP yang telah mendapatkan konfirmasi dari KPP segera diproses untuk diterbitkan SP2D sesuai rekening WP, sebanyak 3 (tiga) rangkap yaitu:
- Lembar ke-1 untuk Bank Operasional KPPN;
- Lembar ke-2 untuk KPP penerbit SPMKP disertai lembar 2 SPMKP dan surat setoran pajak (SSP) yang telah disyahkan (bila ada potongan utang pajak);
- Lembar ke-3 untuk arsip KPPN.
- KPPN menyelesaikan SPMKP menjadi SP2D dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja dan biaya atas pelayanan adalah TIDAK ADA alias GRATIS!
Peraturan Menteri Keuangan nomor 198/PMK.03/2013 menyebut alasan tidak terbitnya SKPPKP:
- tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak;
- Surat Pemberitahuan beserta lampirannya tidak lengkap;
- penulisan dan penghitungan pajak tidak benar;
- kredit pajak atau Pajak Masukan berdasarkan sistem aplikasi Direktorat Jenderal Pajak tidak benar;
- pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak benar; atau
- Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
EmoticonEmoticon