Arti PPn BM
PPN BM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan merupakan pajak pusat dan termasuk jenis pajak tidak langsung atau sering pula disebut sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri serta diatur dalam UU No. 18 tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU No.8 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
LATAR BELAKANG PENGENAAN PPNBM
- PPN berdampak regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul. Untuk mengurangi regresivitas ini, terhadap konsumen yang mengkonsumsi BKP yang tergolong mewah dikenakan beban pajak tambahan yaitu PPnBM.
- Konsumsi BKP yang tergolong mewah bersifat kontraproduktif. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif dalam masyarakat.
- Produsen kecil dan tradisional menghadapi saingan berat dari komoditi impor. Dengan motivasi ini, pengenaan PPnBM dimaksudkan untuk melindungi produsen kecil dan tradisional atau untuk tujuan proteksi
- Tuntutan peningkatan penerimaan negara dari tahun ke tahun
- Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi
- Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKB yang tergolong mewah
- Perlu adanya perlindungan terhadap konsumen kecil tradisional
- Perlu untuk mengamankan penerimaan Negara
Batasan Suatu barang termasuk BKB Yang tergolong mewah adalah:
- Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
- Barang tersebut dimkonsumsi oleh masyarakat tertentu
- Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
- Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
- Barang tersebut dikonsumsikan untuk menunjukkan status
- Penyerahan BKB yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKB yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
- Impor BKB yang tergolong mewah oleh siapapun
- Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
- Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah.
TARIF PAJAK
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat diteteapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah ang atas penyerahannya dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pengelompokan Barang Kena Pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 0% (nol persen). Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.
KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH
BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Tarif
(%)
|
Jenis
Barang Kena Pajak
|
10
|
kendaraan
bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima
belas)orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semidiesel), dengan semua kapasitas isi silinder;
|
kendaraan
bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2),
dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 cc;
|
|
25
|
kendaraan
bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak
(4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500
cc;
|
kendaraan
bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan bak
terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau
dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi
silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.
|
|
30
|
kendaraan
bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
1500 cc;
|
kendaraan
bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak
(4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
|
|
50
|
kendaraan
bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem
1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari
2500 cc sampai dengan 3000 cc;
|
kendaraan
bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain
sedanatau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc;
|
|
kendaraan
bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau
station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua)
gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc
sampai dengan 2500 cc; dan
|
|
semua
jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
|
|
60
|
kendaraan
bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai
dengan 500 cc; dan
|
kendaraan
khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan
kendaraan semacam itu.
|
|
75
|
kendaraan
bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan
selain sedanatau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2)
atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 3000 cc;
|
kendaraan
bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi,
dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau
station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu)
gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4),
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
|
|
kendaraan
bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
|
|
trailer,
semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
|
|
KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH
SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Tarif
(%)
|
Jenis
Barang Kena Pajak
|
10
|
kelompok
alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima
siaran televisi;
|
kelompok
peralatan dan perlengkapan olah raga;
|
|
kelompok
mesin pengatur suhu udara;
|
|
kelompok
alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;
|
|
kelompok
alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya;
|
|
20
|
kelompok
alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang dikenakan
tariff 10%;
|
kelompok
hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan
sejenisnya;
|
|
kelompok
pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain
yang dikenakan tariff 10%;
|
|
kelompok
mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering;
|
|
pesawat
elektromagnetik dan instrumen musik;
|
|
kelompok
wangi-wangian;
|
|
30
|
kelompok
kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan
negara atau angkutan umum;
|
kelompok
peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tariff 10%;
|
|
40
|
kelompok
minuman yang mengandung alcohol;
|
kelompok
barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
|
|
kelompok
permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
|
|
kelompok
barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur,
rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
|
|
kelompok
barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau
dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
|
|
kelompok
kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang dikenakan
tarif 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
|
|
kelompok
balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya
tanpa tenaga penggerak;
|
|
kelompok
peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;
|
|
kelompok
jenis alas kaki;
|
|
kelompok
barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
|
|
kelompok
barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;
|
|
Kelompok
barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu
jalan atau batu tepi jalan;
|
|
50
|
kelompok
permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;
|
kelompok
pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40%, kecuali untuk keperluan negara
atau angkutan udara niaga;
|
|
kelompok
peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tarif 10% dan
tarif 30%;
|
|
kelompok
senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
|
|
75
|
kelompok
minuman yang mengandung alkohol selain yang dikenakan tariff 40%;
|
kelompok
barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau
mutiara atau campuran daripadanya;
|
|
kelompok
kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum."
|
Sanksi Administrasi Perpajakan
No
|
Pasal
|
Masalah
|
Sanksi
|
Ket.
|
Denda
|
||||
1
|
7
(1)
|
SPT Terlambat disampaikan :
|
||
a. Masa
|
Rp.
50.000
|
Per SPT
|
||
b. Tahunan
|
Rp.
100.000
|
Per SPT
|
||
2
|
8
(3)
|
Pembetulan sendiri dan
belum disidik
|
200%
|
Dari jumlah pajak yang
kurang dibayar
|
3
|
14
(4)
|
a. Pengusaha kena PPN tidak
PKP
|
2%
|
Dari DPP
|
b. Pengusaha tidak PKP buat
faktur pajak
|
2%
|
|||
c. PKP tidak buat faktur
atau faktur tidak lengkap
|
2%
|
|||
Bunga
|
||||
1
|
8
(2)
|
Pembetulan SPT dalam 2
tahun
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah
pajak yang kurang dibayar
|
2
|
9
(2a)
|
Keterlambatan pembayaran
pajak masa dan tahunan
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah
pajak terutang
|
3
|
13
(2)
|
Kekurangan pembayaran pajak
dalam SKPKB
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah
kurang dibayar, max 24 bulan
|
4
|
13
(5)
|
SKPKB diterbitkan setelah
lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
|
48%
|
Dari jumlah paak yang tidak
mau atau kurang dibayar.
|
5
|
14
(3)
|
a. PPh tahunn berjalan
tidak/kurang bayar
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah
pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
|
b. SPT kurang bayar
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah
pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
|
||
6
|
15
(4)
|
SKPKBT diterbitkan setelah
lewat wkatu 10 tahun karena adanya tindak pidana
|
48%
|
Dari jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar
|
7
|
19
(1)
|
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar
|
2%
|
Per bulan, atas jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar
|
8
|
19
(2)
|
Mengangsur atau menunda
|
2%
|
Per bulan, bagian dari
bulan dihitung penuh 1 bulan
|
9
|
19
(3)
|
Kekurangan pajak akibat
penundaan SPT
|
2%
|
Atas kekurangan pembayaran
pajak
|
Kenaikan
|
||||
1
|
8
(5)
|
Pengungkapan ketidak
benaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP
|
50%
|
Dari pajak yang kurang
dibayar
|
2
|
13
(3)
|
Apabila: SPT tidak
disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak
seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28
dan 29
|
||
a. PPh yang tidak atau
kurang dibayar
|
50%
|
Dari PPh yang tidak/kurang
dibayar
|
||
b. tidak/kurang dipotong/
dipungut/ disetorkan
|
100%
|
Dari PPh yang tidak/kurang
dipotong/dipungut
|
||
c. PPN/PPnBM tidak atau
kurang dibayar
|
100%
|
Dari PPN/PPnBM yang tidak
atau kurang dibayar
|
||
3
|
15
(2)
|
Kekurangan pajak pada
SKPKBT
|
100%
|
Dari jumlah kekurangan
pajak tersebut
|
Pengecualian Pengenaan PPnBM Atas Kendaraan Bermotor
Untuk kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pengenaan PPnBM adalah
- Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pamadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum;
- Kendaraan yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan; dan
- Kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dalam kendaraan bermotor kelompok 1 huruf “a” (10%) yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau Polri.
Atas impor dan atau bangunan yang tidak dikenakan PPn BM adalah :
- Kendaraan Bermotor roda dua yang isi silindernya sampai dengan 250cc
- Kendaraan sasis
Saat Terutang PPn BM
Penetapan saat terutangnya PPn BM sesuai Direktur jendral Pajak diatur :
- Saat terutangnya PPn BM atas impor BKP yaitu saat barang masuk pabean sesuai ketentuan UU Kepabean. Pemungutannya yaitu bersamaan dengan pemungutann Bea masuk. Kendaraan Brmotor bentuk CBU, PPn BM dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai
- Atas penyerahan Kendaraan Bermotor
- Hasil rakitan eks CKD
- Kendaraan Bermotor yang telah diubah dari kendaraan sasis atau angkutan barang
- Impor kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar (CKD) oleh ATPM atau Pabrikan tidak dikenakan PPnBM
- Penyerahan didalam daerah pabean kendaraan bermotor dalam keadaan CKD tersebut oleh ATPM dikenakan PPnBM dengan DPP 125% (biaya karoseri ditetapkan 25%)
- Impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang/CBU oleh bukan ATPM dikenakan PPnBM. Dalam nilai CIF < 80% nilai CIF kendaraan sejenis yang diimpor ATPM, maka DPPnya untuk menghitung PPN dan PPnBM sebesar 150%
- Impor kendaraan bermotor jenis sedan dalam keadaan terpasang oleh ATPM tidak dikenakan PPnBM. Penyerahan didaerah pabean kendaraan jenis impor dikenakan PPnBM.
Cara menghitung Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk itu perlu diperhatikan DPP-nya apakah harga jual, nilai impor, nilai pengganti, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Rumus yang digunakan :
PPnBM Terutang = Tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak
Contoh :
Harga mobil termasuk Pajak Pertambahan Nilai (10%) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (30%) sebesar Rp 140.000.000,00
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dihitung :
t/(110+t) x harga atau pembayaran atas penyerahan BKP
t = besaran tarif PPnBM
10/(110+30) x Rp 140.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
Contoh lainnya apabila harga jual mobil (DPP) Rp 280.000.000,00
PPnBM terutang (tarif 30%) = 30% x Rp 280.000.000,00
= Rp 84.000.000,00
PPnBM Bukan Kredit Pajak
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, tidak dapat dekreditkan dengan Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM.
Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut pada setiap tingkat penyerahan, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya dipungut pada tingkat penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Dengan demikian, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah bukan merupakan Pajak masukan sehingga tidak dapat dikreditkan. Oleh karena itu, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat ditambahkan ke dalam harga Barang Kena Pajak yang bersangkutan atau debebankan sebagai biaya sesuai ketentuan perundang-undangan Pajak Penghasilan.
EmoticonEmoticon